Bagian 15

8.9K 870 101
                                    


Tadinya Arka sudah bertekad untuk membuang jauh jauh egonya dan akan menerima semua perlahan. Ditambah lagi dengan kepulangan mamanya, dia pikir mamanya sudah membuka hati dan akan melupakan semua perlahan sama halnya seperti Arka. Tapi setelah mendengar alasan mamanya yang lebih memilih tinggal di apartemen membuat niatnya seketika sirna.

Masih sama, Aska lah alasannya. Arka sadar mamanya lah yang paling merasakan kehilangan disini. Sekarang hanya mama kebahagiaan terbesarnya. Jadi, apapun yang membuat mamanya sedih Arka tidak akan terima itu semua. Sekalipun itu Aska.
Namun, dibalik itu semua, tanpa Arka sadari ada seseorang yang lebih merasakan kehilangan diantara mereka semua.

Disini, di teras rumah, Arka tengah duduk menantikan kepulangan seseorang. Setelah melalui perdebatan yang sedikit panjang di apartemen dan berakhir dengan melihat mamanya menangis dan alasan air mata itu semua karena Aska. Arka tidak bisa diam. Emosinya seketika meledak. Dia butuh pelampiasan.

Arka menatap jam di pergelangan tangannya. Sudah pukul 08.00 malam dan anak itu masih belum pulang. Kemana dia? Pasti tengah kelayapan tidak jelas.

Tidak lama dengan pikirannya, Arka melihat seseorang yang tengah dia dipikirkan menutup gerbang rumah dan berjalan mendekat ke pintu masuk. Arka yang tengah menahan emosi sejak tadi langsung memberi satu bogeman pada pipi Aska dan langsung membuat anak itu jatuh terduduk.

Aska memegangi pipi kirinya, dia beralih mendongakkan kepala menatap Arka. Kenapa kakaknya tiba tiba memukulnya seperti ini. Apakah dia membuat kesalahan lagi?

Belum puas dengan tindakannya barusan, Arka lagi lagi memukuli Aska. Kali ini tidak hanya pada bagian pipi, perut dan dadanya juga menjadi sasaran Arka. Aska menahan napas saat Arka memukul telak dadanya yang membuat dia sesak. Nyeri sekali rasanya. Dia butuh udara saat ini.

"Kenapa lo gak mati aja sih anjing!", Marahnya yang terus memberi pukulan pada Aska.

"Gue benci banget sama lo bangsat! Mama pergi gara gara lo! Mama gue nangis juga karena lo!", Racaunya lagi.

Sementara itu Aska masih mencoba menghindari pukulan Aska supaya tidak mengarah pada dadanya. Aska masih bisa mendengar makian Arka. Kenapa kakaknya berubah lagi? Rasanya baru kemarin Aska merasakan sedikit perhatian dari Arka, tapi kenapa sekarang berbeda lagi? Sudah, Aska tidak akan percaya apapun lagi.

Aska dapat melihat wajah Arka yang sudah memerah. Sepertinya kakaknya sangat emosi saat ini. Aska akan membiarkan tubuhnya sebagai pelampiasan amarah kakaknya. Dia tidak akan melawan.

Arka menghentikan pukulannya ketika melihat Aska yang hanya diam tidak melawan. Wajah anak itu sudah lebam dimana mana. Darah segar terus mengalir dari hidung dan bibirnya. Seragam sekolahnya juga dipenuhi dengan bercak darah. Arka bisa melihat bagaimana Aska berusaha untuk duduk mempertahankan kesadarannya.

Aska mencoba menghentikan darah yang terus keluar dari hidungnya dengan menggunakan tangan, tapi kenapa darahnya tidak mau berhenti? Tubuhnya benar benar lemas, dadanya nyeri dan Aska butuh obatnya saat ini.

Lama dengan keterdiaman, Aska perlahan memberanikan diri menatap kakaknya yang masih menetralkan napasnya dan menatap tajam ke arahnya.
"Kak...", Lirihnya.

"Apa tidak ada harapan?", Tanyanya sendu. Jelas sekali dari tatapannya sarat akan keputusasaan.

Melihat Arka yang masih diam, Aska tersenyum pedih. Kenapa dia bertanya? Sudah jelas sedari dulu seperti ini. Dia saja yang selama ini terlalu memaksakan.

Seketika pikirannya melayang akan permintaan Delvin di taman akhir akhir ini. "Kapan lo pergi ke tempat oma Kak?"

Hanya hening yang menjawab pertanyaannya barusan. Senyum pedih yang menghiasi wajahnya tergantikan dengan senyum tulus.
"Pasti oma bahagia banget ya? Ajak mama sekalian kak, pasti mama seneng banget bisa sama sama lo lagi", ujarnya lagi berusaha mempertahankan senyumnya. Jujur, jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, sakit bahkan sangat sakit sekali berusaha baik baik saja saat ini.

ASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang