Bagian 21

9.9K 935 195
                                    


Raut penyesalan sangat lekat dengan wajah Arka saat ini. Empat hari sudah berlalu semenjak kejadian Arka kehilangan kendali dan hampir membuat adiknya sendiri meregang nyawa. Sungguh saat itu pikirannya tengah kacau ditambah lagi kehadiran Aska yang kala itu sangat pas untuk melampiaskan emosi menurutnya. Apakah menurut kalian tindakan yang Arka lakukan itu salah?

Selama itu pula dia tidak melihat batang hidung Aska di rumah. Di sekolah pun dia harus menekan gengsinya dan menemui Zidan yang pada saat itu tengah asik dengan seorang remaja yang Arka yakini teman barunya, mungkin.

Setelah menanyakan keberadaan Aska pada Zidan, bukan raut kekhawatiran biasanya yang Arka dapat melainkan jawaban yang membuat Arka yakin bahwa ada yang salah diantara mereka.

"Lo pikir gue orang tuanya yang selalu ngawasin dia kemana aja?"
"Ga ada otak ya buat mikir? lo kan kakaknya!"

Itulah jawaban yang Arka terima langsung dari mulut Zidan.

Perasaan takut kehilangan seketika menghantui pikiran Arka. Dia tengah khawatir saat ini. Kemana anak itu pergi?  Apakah dia baik baik saja? Oh tunggu, dia tidak mungkin kan menuruti perkataannya saat itu? Apakah dia benar benar pergi dari rumah? Tidak. Tidak mungkin. Aska langsung menggelengkan kepalanya kasar saat pikiran pikiran negatif mulai bermunculan di benaknya.

Sebelum meninggalkan Aska dengan penuh rasa sakit malam itu, dia tidak sengaja bertatap langsung dengan sorot mata yang sarat akan keputusasaan. Sorot mata yang membuat hati Arka juga merasakan apa yang tengah anak itu rasakan selama ini.

Arka memang tidak melihat adiknya mengeluarkan air mata. Tapi Arka tau jauh di lubuk hatinya Aska tengah menahan itu semua. Berusaha baik baik saja. Itulah yang Arka ketahui selama ini tentang Aska.

Semua orang pasti punya alasan untuk membenci bukan? Tapi setelah Arka pikir pikir apa alasan yang dia gunakan selama ini untuk membenci Aska? Apa karena kehadiran Aska yang membuat kasih sayang ayah berkurang padanya? Saat itu ayah memperlakukannya sama dengan Aska. Tidak pernah membeda bedakan. Arka hanya marah saat ayah lebih dekat dengan Aska ketimbang dia yang faktanya adalah anak kandungnya sendiri.

Hanya alasan itu yang membuat dia membenci Aska selama ini dan tidak pernah baik memperlakukan adiknya? Bodoh sekali dia. Apakah dia masih pantas disebut sebagai seorang kakak?

Dan puncaknya saat ini adalah dia benar benar ingin melihat keadaan Aska. Dia akan berusaha menerima semua dan memperbaiki hubungannya dengan sang adik. Tidak peduli aliran darah siapa yang mengalir dalam tubuh Aska. Dia hanya ingin mengatakan dengan mulutnya sendiri pada Aska bahwa dia tidak pernah menyesal mempunyai seorang adik bernama Aska Alterio.

Terlepas dari itu semua, tanpa Arka sadari atensi seorang yang berstatus sebagai adik barunya perlahan mulai menghilang.

***

"Kenapa belum ke bawah? Ini sudah jam makan siang", Lamunan Hanna buyar saat seorang masuk ke ruang kerjanya. Hanna membalas dengan senyum tipis pada seorang wanita yang tampak seumuran dengannya itu.

"Ada masalah dengan pekerjaan?", Tanyanya lagi yang dibalas gelengan kecil oleh Hanna.

"Tidak ada masalah"

"Ada berkas yang perlu ku tanda tangani?", Tanya Hanna setelah menormalkan pikirannya.

Wanita dihadapannya itu menggeleng lalu mendudukkan diri di sofa yang ada di ruangan. Dia memutar pandangan ke arah Hanna yang kembali dengan lamunannya. Menghela napas sejenak dan beranjak duduk di kursi depan meja kerja Hanna.

"Masih rindu dengan putramu?"

"Rin...", Lirih Hanna pada wanita yang sudah dia anggap sebagai teman bahkan keluarganya sendiri.

ASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang