"Dari mana lo?", Tanya Arka dingin pada Aska yang baru menginjakkan kaki di rumah. Disana, Arka sedang melipat tangannya dan bersandar pada dinding di dekat tangga. Tak lupa tatapan tajam ke arah Aska."Gue ada urusan", jawabnya menunduk. Tidak berani menatap balik sang kakak yang masih menatap tajam ke arahnya.
"Sepenting apa urusan lo sampe lo berani bolos?",tanya Arka lagi.
Aska tidak berani menjawab. Dia lebih memilih menatap ke lantai.
"Lo pikir bayar uang sekolah lo pake daun? Mama susah susah kerja buat bayarin uang sekolah lo! Lo nya malah seenaknya gini!", Ujar Aska masih dengan nada dinginnya.
Aska tidak mungkin menjawab kalau ibunya sudah tidak mengirim dia uang beberapa bulan terakhir. Tidak mungkin dia bilang dia harus kerja buat bayar uang sekolah bahkan obatnya. Arka tidak akan pernah percaya itu.
Lama terdiam dengan pikiran masing masing, Arka lalu buka suara "kenapa gak bilang kalo lo dihajar sama Vino?"
Aska yang sedari tadi menundukkan kepalanya memberanikan diri menatap Arka "Kalo gue bilang emang lo mau bantuin gue?", Balik Aska.
Arka terdiam. Dia sudah kalah telak mendengar pertanyaan sederhana yang terlontar dari mulut Aska. Benar juga. Memangnya hubungannya dengan Aska sedekat itu selama ini? Tidak bukan?
Aska memilih melangkahkan kaki ke arah tangga. Dia benar benar butuh istirahat saat ini. Tetapi langkahnya terhenti saat tiba tiba Arka mencekal tangannya. Aska terdiam. Dia terkejut sampai sampai dia menahan napas beberapa detik.
"Lo.. sakit?"
Sementara itu, Aska yang masih belum selesai dengan rasa keterkejutannya ditambah lagi dengan pertanyaan yang terlontar dari mulut Arka. Kakaknya menanyakan keadaannya? Ini nyata? Apakah kakaknya bermimpi? Perlahan Aska membalikkan badan menatap Arka. Dia beranikan diri untuk menatap mata sang kakak yang masih menatapnya dengan diam.
Kemana tatapan tajam yang dia terima barusan? Aska tidak melihat itu saat ini, digantikan dengan tatapan khawatir? Mungkin. Oh tunggu, khawatir? Sepertinya Aska jangan terlalu berharap saat ini.
Arka memperhatikan Aska yang masih belum menjawab pertanyaannya. Tapi tidak menjawab pun Arka tahu anak ini tidak baik baik saja. Wajahnya pucat. Dia juga bisa melihat Aska beberapa kali membasahi bibirnya yang kering.
Pandangan Arka beralih menatap tangannya yang masih mencekal tangan Aska. Dia tersadar lalu melepaskan tangannya perlahan.
"Kalo sakit istirahat", ujarnya begitu saja kemudian berlalu ke arah dapur.
Aska memperhatikan tangannya. Aska tidak tahu harus bereaksi seperti apa sekarang. Dia bahagia? Tentu. Apakah kakaknya sudah mulai peduli dengannya? Tidak terasa Aska mengulas senyum tipis. Semoga saja. Kali ini Aska sedikit menemukan cahaya yang membuat dia bangkit dari keterpurukan yang tengah dia rasakan saat ini.
Sementara itu di dapur, Arka mendudukkan diri di meja makan. Jujur hatinya sedikit lega setelah melontarkan pertanyaan yang selama ini melayang layang di pikirannya. Tapi melihat sendiri bagaimana wajah adiknya yang seperti tidak punya semangat hidup, jauh di dalam lubuk hatinya ada sedikit perasaan khawatir. Ingat, hanya sedikit.
***
"Kenapa, lo ada masalah?", Tanya Arka sedari tadi yang melihat Delvin mengaduk nasi gorengnya tanpa memakannya.
Delvin mendongakkan kepalanya menatap Arka yang masih sibuk dengan makanannya di depannya "Kak", panggilnya.
Arka menatap Delvin dan menaikkan alisnya seolah bertanya 'apa?'

KAMU SEDANG MEMBACA
ASKA
किशोर उपन्यासSemua orang punya batas kesabaran masing-masing bukan? *** Hai hai selamat datang di cerita pertamaku Masih belajar😊 Jangan lupa follow dulu yaa Vomentnya jangan lupa Don't copy paste my story!! Ini murni dari imajinasiku ya😉😊 Happy reading✨