Bagian 8

9K 842 26
                                    


Arka menatap pantulan wajahnya di cermin. Jelas sekali wajahnya tampak kusut. Entah kenapa pikirannya akhir akhir ini sangat kacau. Hanya ada satu nama yang terus terlintas dipikirannya. Aska.

Setelah pembicaraannya dengan Samuel beberapa hari lalu, hatinya menjadi tidak tenang sampai saat ini. Samuel memintanya untuk ikut tinggal bersamanya. Arka tidak bodoh untuk sekedar tau maksud dari ajakan Samuel. Tentu saja untuk menjauhkannya dari Aska. Terhitung ini sudah keberapa kalinya dia menolak ajakan Samuel. Dia juga tidak tau kenapa dia lebih memilih tinggal dengan Aska daripada dengan Samuel. Menatap lama lama wajah Aska saja dia enggan.

Arka melangkahkan kakinya menuruni tangga ke arah dapur. Tenggorokannya sangat kering saat ini.

Setelah menegak minuman yang diambilnya di dalam kulkas, perhatiannya teralihkan ke arah meja makan. Dia membuka tudung saji. Oh masakan Aska yang dia bilang tadi rupanya. Dia memasak sup jagung ternyata. Ini adalah makanan kesukaan Arka.

Arka lantas mengambil sendok dan mencicipinya. Tidak buruk, batinnya. Enak. Dia tidak tau kalau Aska pandai memasak.

Selesai dengan acara makannya, disinilah Arka saat ini. Di depan pintu kamar yang sudah lama tidak dia kunjungi. Entah kenapa kakinya membawanya kesini. Arka memutar handle pintu perlahan. Dia perhatikan kamar Aska yang sangat rapi untuk kategori kamar cowok. Kamarnya luas seperi kamar miliknya, tetapi kamar Aska hanya ada satu lemari pakaian, meja belajar, nakas, dan tempat tidur. Lebih terkesan kosong. Dapat Arka lihat Aska yang sudah tidur memunggunginya. Kenapa dia tidak memakai selimutnya? Bukankah dia kedinginan? Kenapa Arka yang khawatir? Tidak tidak.

Kenapa dia seperti tidak tenang dalam tidurnya? Apakah dia mimpi buruk? Arka berjalan perlahan menghampiri Aska. Dia mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Tangannya perlahan terangkat untuk mengelus rambut Aska. Kenapa ini? Kenapa hatinya jadi menghangat begini? Arka langsung menjauhkan tubuhnya saat Aska menggeliat tidak nyaman lalu membalikkan badannya jadi menghadap Arka. Wajahnya merah dibanjiri dengan peluh di keningnya. Kenapa dengannya? Apakah dia demam?

Terlintas di pikiran Arka untuk membangunkannya, seketika dia sadar lalu menggelengkan kepalanya. Arka lantas berlalu pergi keluar kamar dan lebih mementingkan egonya.

***

"Pssstt....pssttt...."

"Pssttt...psttt...Ka...Aska!", Lirih Zidan.

Yang dipanggil masih menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan di atas meja. Serta buku ditaruh berdiri di depannya supaya tidak ketauan pak Tian kalau dia lagi tidur.

"Woiii Aska!", Zidan dengan sengaja menendang kursi yang ada di depannya yang membuat si empunya kesal.

"Apaan sih lo!", Kesal Aska dengan suara yang tinggi yang membuat seisi kelas menatap ke arah mereka berdua.

"Aska! Zidan! Apa yang kalian lakukan? Kalian tidak memperhatikan apa yang saya terangkan?", Marah Pak Tian.

Aska meringis lalu beralih menatap Zidan yang nyengir nyengir tidak jelas.

"Tadi ada kecoa di rambut Aska Pak", ucap Zidan ngelantur. Dan saat itu juga kelas dipenuhi dengan teriakan heboh cewek cewek. Dasar Zidan.

Kringgg Kringgg

"Ka maafin gue elah. Lo sih gak nyaut pas gue panggil", bela Zidan. Saat ini mereka sedang membersihkan halaman belakang.
Gara gara ucapan ngawur Zidan, berakhirlah mereka dihukum pak Tian karena buat kerusuhan di kelas.

Aska tidak menjawab, dia hanya sibuk menyapu daun daun kering.

"Ka!", Panggil Zidan. Dia sedari tadi hanya duduk di bangku belakang tanpa ada niatan untuk menolong Aska.

"Apa?", Aska tanpa menoleh ke arah Zidan.

"Kantin aja yuk Ka. Males banget gue bersihin nih halaman", ajak Zidan.

"Gue udah selesai. Noh tugas lo yang itu, bersihin!", Aska meletakkan sapunya di depan Zidan lalu melangkahkan kaki ke arah kantin.

"Lah terus gue gimana?", Bingung Zidan.

Aska berbalik menatap Zidan "Beresin semuanya, atau gue aduin sama pak Tian".

"Tapi gue laper",ujarnya lesu sambil menatap sapu yang ada di tangannya.

"Bodo amatlah. Perut lebih penting daripada ginian", ucapnya meletakkan sapu begitu saja di bangku yang didudukinya lalu berlari mengejar Aska.

***

Delvin menatap sebungkus roti dan mineral  yang ada di tangannya. Arka menyuruhnya memberikan roti ini pada Aska. Delvin terkejut? Tentu. Tidak seperti biasanya. Ada apa dengan kakaknya itu? Kenapa dia tiba tiba peduli dengan Aska? Tunggu dulu, bukannya itu bagus bukan? Arka sudah mulai peduli dengan Aska.

Kalau Delvin perhatikan, sebenarnya Arka itu sayang sama Aska. Dia sering memergoki Arka yang tengah khawatir di ruang tamu semisal Aska pulang telat atau pulang malam. Tapi dia lebih mementingkan ego sepertinya. Sampai saat ini, Delvin masih tidak mengerti permasalahan di antara kakak beradik itu.

Apa masalahnya ada padanya? Apa Aska benci padanya karena telah merebut Arka darinya? Merebut kasih sayang Mama dan Arka darinya? Delvin tidak paham.

Saat itu dia masih SMP. Orang tuanya bercerai, tapi antara ayah dan ibunya tidak ada yang mau mengasuhnya. Orang tuanya tidak peduli dengannya dan lebih memilih menelantarkannya. Delvin saat itu sangat tertekan dan berniat mau bunuh diri. Sedikit lagi dia akan jatuh ke sungai yang ada di bawah jembatan, tiba tiba seseorang menariknya dan meneriakinya. Seseorang itu memarahinya. Seseorang itu adalah Arka. Saat dia menatap mata Arka saat itu, dia seperti menemukan harapan untuk kembali melanjutkan hidup. Dia seperti menemukan cahaya kehidupannya lagi.

Dan saat itulah Arka membawanya ke dalam keluarga ini. Dia dipertemukan dengan seorang wanita yang cantik dan baik. Dia adalah mama Aska. Ketika itu Delvin memang melihat keanehan antara keluarga ini karena minimnya interaksi mama ataupun Arka dengan Aska. Ditambah lagi mama lebih mementingkan perusahaannya yang di luar kota dan jarang sekali pulang ke rumah.

Delvin tersentak saat seseorang menyentuh bahunya. "Ngapain lo depan kelas gue Vin?", Tanya Aska.

Devin memberikan kue dan mineral yang sedari tadi dia pegang. "Kak Arka nyuruh gue ngasih ini buat lo"

Mendengar nama Arka disebut, Aska terkejut. Kakaknya membelikan roti untuknya? Kenapa? Itulah pertanyaan yang ada di pikiran Aska.

"Nih Ka, lo gak mau? Kalo enggak gue bawa balik", ujar Delvin.

"Ah iya Vin. Makasih", jawab Aska menerima roti yang sedari tadi dia pandangi dengan heran.

"Eits tunggu dulu. Jangan jangan ni roti udah dikasih racun lagi Ka", kue yang tadinya di tangan Aska berpindah ke tangan Zidan dengan cepat.

"Zidan!", Kesal Aska merebut kembali roti yang ada di tangan Zidan.

"Gak mungkin lah kak Arka ngasih racun. Ada ada aja lo Dan", ujar Delvin disertai dengan kekehannya.

"Siapa tau aja kan, tuh orang kan emang jahat kek dakjal", seloroh Zidan sambil menatap tak suka Delvin. Entah dendam apa dia sama Delvin.

"Yaudah Ka, gua balik ke kelas", pamit Delvin kepada Aska.

"Makasih Vin", yang dibalas anggukan oleh Delvin.

Zidan menatap tak suka kepergian Delvin, lalu melangkahkan kakinya masuk ke kelas.

Sementara itu, Aska masih bergulat dengan pikirannya. Ada apa dengan Arka? Apakah dia bermimpi? Apakah kakaknya itu sudah mulai peduli  padanya? Untuk saat ini bolehkah Aska berharap?

***

Haii haiiii

Aku update😊

Kurang panjang ya?
Gak papa deh😅

Jangan lupa voment ya😊

See you💕

ASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang