"Aku tak menyangka kita harus bermurah hati pada orang lain secara berlebihan"
***
(putar: Loren gray-Queen)
"TUAN PUTRI!"
Helena berlari ke arahku, dan aku pun memberhentikan langkahku.
"Ada apa? Sudah kubilang aku ingin jalan sendiri!" Tegas ku.
"Ruangan disana tidak boleh dibuka. Disana ada mahluk yang bisa melahapmu hingga kandas!" penjelasan Helena tidak masuk di akalku. Pasalnya, tidak ada yang percaya hal itu bahkan di kota kecil sekalipun. Lagipula, ruangan tadi tampak kosong.
"Makan malam segera di mulai, anda harus bergegas kesana!"
Mendengar itu, aku berlari kecil. Aku sudah tidak sabar memilih tiara yang terbaik untukku. Aku akan memilih yang terbaik dan yang paling bersinar.
"Selamat malam, Ayah." sapa-ku padanya.
Aku duduk di kursi yang berhadapan dengan ayah, sehingga aku bisa berbicara padanya dengan leluasa. Aku asal saja menduduki kursi, siapa yang peduli pada kursi. Kurasa tidak ada.
Beberapa waktu kemudian, seorang wanita seumuran ayah berdiri dengan wajah yang masam, lalu di ikuti dengan gadis yang mirip dengannya.
Aku menatap mereka lama. Aku mendapat petunjuk kalau gadis yang berdiri bersama ibunya itu adalah pembunuh Lidya. Aku harus mulai berpura-pura. Aku akan menjadi gadis polos yang lemah dan dicintai semua orang.
"Sayang, kenapa Lidya tidak duduk di tempat seperti biasanya?" keluh wanita itu.
Wajahnya bermuram namun ia dapat mengembalikan rautnya seperti semula. Dia sangat pintar mempermainkan emosinya. Kurasa dia adalah orang yang berpengalaman dalam hal itu.
Melihatnya lagi akupun memiringkan kepalaku muak. Dia ini hanya seorang selir, tetapi gaya-nya luar biasa. Apakah ada posisi yang mengagungkan seseorang hanya dengan kursi? Lelucon memuakan ini sungguh membuatku ingin memuntahkan seluruh isi perutku ke dalam mulutnya.
"Oh, ya? Maaf aku hanya ingin melihat wajah ayahku lebih dekat. Maaf kalau hal ini membuatmu marah."
Hiks,
Aku memulai drama pertamaku sebagai Lidya. Aku menyukai ini, aku suka bagaimana melihat ibu dan anak itu mengepalkan tangannya menahan kesal. Lihatlah mereka berusaha tersenyum padaku, jangan lupa kan nafas mereka yang tidak teratur.
"Ayah, mulai sekarang izinkan aku duduk disini. Aku mohon. Kalau kau tak suka, aku akan berhenti berharap!" peluh di wajah ayah jatuh perlahan. Ayah termenung sejenak. Mungkin memikirkan apa yang harus dia lakukan.
"Bukan seperti itu Putri-ku Lidya, a-aku, oh tidak! Kau boleh duduk dimana saja kau suka!" Mendengar jawaban ayah, aku tersenyum menang.
Kami terdiam cukup lama, suasana terasa canggung, dingin mencekam. Hanya ada dentingan sendok yang beradu dengan piring emas.
"Ketua Tradisi kerajaan datang. Kau bisa memilih Tiara-mu."
Senyumku merekah, sesuatu yang kutunggu akhirnya datang juga. Aku antusias menghampiri Ketua tradisi tersebut. Mereka membawa peti kaca yang sangat besar dengan pembatas di setiap sisi Tiara.
"Tiara ini sangatlah berkualitas, Tiara di sebelah kiri terbuat dari emas yang di tempa oleh ahlinya selama bertahun-tahun, Tiara di tengah, terbuat dari kayu yang sangat mahal, siapapun yang memakainya akan terlihat seperti dewi agung yang suci, Tiara terakhir, ini sangat mahal dan jarang di temui. Terbuat dari intan dengan perpaduan permata. Anda boleh memilihnya Tuan Putri!"
Mata-ku berbinar, bagaimana tidak? Lihatlah, aku bahkan kesulitan memilih yang terbaik namun aku melihat tiara yang paling bersinar yaitu tiara yang terbuat dari perpaduan tiara dan permata.
"aku memilih yang terakhir, karena sesuai dengan diriku. Aku suka sesuatu yang bersinar." ujarku lalu menatap Irish dengan sinis.
Ketua Tradisi kerajaan memakaikan aku Tiara itu, kemudian melakukan serangkai ritual. Mereka mengucapkan doa bahkan menyuguhkan tarian persembahan. Ini terlihat membosankan, tapi aku menghargainya karena ini adalah sebuah penghormatan terhadap seorang putri raja.
"Ayah, aku ingin Tiara yang serupa dengan kakak terhormat. Sekiranya kau mengizinkan, saya sangat berterimakasih!"
Arghhhh...
Benar-benar, setan kecil itu tak mau kalah denganku. Aku tak bisa membiarkannya memiliki hal yang sama denganku. Lalu, apa kata orang di luar sana? Aku tak akan membiarkan ini terjadi.
"Irish, kau tak boleh egois. Kalau kau menginginkan yang aku miliki baiklah, aku akan memberikannya kepadamu. Berikan padaku Tiara-mu."
Seperti ini seharusnya berhasil. Kalau aku berbicara seperti ini, mereka yang melihat akan memiliki simpati kepadaku. Mereka akan berpikir, oh kakak yang baik dia selalu mengalah dengan kakaknya.
"Lidya" gumam Ayah.
"Tak apa ayah, semua orang mengira aku merundungnya. Aku harus mengalah, kalau tidak aku akan tersakiti, Ayah!"
Hiks..hiks...
"Putri Lidya, seharusnya aku yang meminta maaf. Aku egois. Aku hanya ingin mirip denganmu. Bukankah kita sudah menjadi saudara?"
Kemarahanku hampir mencapai puncaknya. Benar-benar licik iblis ini. Apapun yang terjadi, aku harus menahan semua emosiku. Emosi yang tidak meledak namun menusuk. Ingat Dalilah, kau memang ada di tubuh Lidya, tetapi sifatmu tidak boleh lemah.
"Kalau kita memang saudara, aku ingin kau menjauhi Pangeran Averio!"
Rautnya memucat. Ternyata ini kelemahannya. Baiklah, aku akan merebut Averio yang seharusnya menjadi milikku. Irish, kau harus merasakan semua yang Lidya rasakan. Aku tak akan membiarkan mu hidup bahagia.
***
Untuk teman-teman yang tidak tahu
Tiara adalah mahkota. Selamat membaca.Jangan lupa vote, krisan, dan share ke teman-teman kalian kalau suka dengan cerita ini.
Mari bantu saya untuk mencapai 1000 pembaca dalam seminggu.
Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Main Princess✔️
FantasyDalilah terperangkap di tubuh kembarannya sendiri, sejak kematian dirinya beberapa hari yang lalu.