Sudah berapa kali mulutku menganga kagum, ada sebuah istana yang besarnya lebih dari istana Rebel milik Ayah. Lebih membuatku mengagumkan adalah tahta tertinggi disini adalah Ibu Suri Agung Rani. Aku masih bingung mengapa hal ini bisa terjadi, seperti ada kerajaan di dalam kerajaan.
"Nenek, mengapa aku merasa istana ini lebih besar dari milik ayah?" Tanyaku heran.
"Dulunya, kerajaan Azalea memiliki pusat disini. Semenjak ayahmu menjadi raja, ia memilih untuk memindahkan pusat kerajaan di timur, istana Rebel." Jelasnya.
Kami menuju paviliun yang cukup luas dan memiliki danau dengan teratai yang hampir mekar. Kami duduk disana hingga dayang nenek datang membawakan kami kue kecil berbentuk bunga teratai.
"Dulu ibumu suka sekali dengan kue ini. Dari dulu ia ingin mempelajarinya agar bisa membuatkannya untuk kalian. Namun, sayang aku tak sempat," Nenek mengambil satu kue tersebut lalu memakannya. Aku pun ikut mengambil satu kue tersebut.
"Helena, pak Sopir. Kenapa kalian berdiri saja? Ayo duduk bersama kami. Apa kalian tidak penasaran dengan rasa kue ini?" Ujarku.
Aku kasihan dengan mereka. Sepanjang perjalan mereka belum sempat makan, aku tidak begitu kejam untuk membiarkan mereka kelaparan.
"Anda terlebih dahulu," ujar mereka.
"Kenapa? Disini ada banyak kursi. Kalian bisa duduk!" Aku berkacak pinggang. Kepedulianku tidak dihargai mereka? Sangat jarang aku peduli dengan manusia.
"T-tapi kita berbeda–" pak tua itu memang benar membuatku kesal.
"Mengapa memberi makan manusia sangat sulit kulakukan? Cepat duduk atau aku membunuh kalian!" Ancamku.
Mereka lekas duduk dan dengan malu-malu mereka mengambil kue dan melahapnya. Terlihat mereka sangat lapar, tampak dari cara mereka memakan kue itu.
"Apakah ada makanan, nek? Mereka telah membantuku untuk bertemu nenek. Sangat berdosa jika aku membiarkan mereka mati kelaparan," tanyaku.
Nenek tersenyum, lalu mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan. Tanpa menunggu lama, pelayan itu datang dan nenek berbisik padanya. Kami menunggu agak lama kala itu, aku rasa kue tak cukup membuat kenyang apalagi bentuknya kecil sekali gigitan.
"Hidangan telah kami sediakan di ruang jamuan, Yang Mulia."
Akhirnya, banyak makanan tersusun disini. Aku harus melahap semuanya. Jika begini bentuk sajiannya, tak perlu menunggu lapar pun perutku bersedia menampung mereka.
"Helena, pak sopir, makan dengan lahap!"
"Pasti Nona!"
Aku melihat kearah nenek yang tidak tersaji makanan, apa di tidak ikut makan dan hanya melihat saja. Nenek terus memandangiku sembari melepaskan senyumannya. Rasanya teduh sekali, membuatku ingin berlama-lama disini.
"Kau persis seperti ibumu, cara bicaramu bahkan caramu memperlakukan orang lain. Aku jadi merindukan menantuku jika melihatmu,"
"Nek, aku sungguh tidak tahu mengapa ibu meninggalkan istana Rebel. Aku tidak mengerti, mengapa ayah lebih mencintai Rosalina?" Aku tidak berbohong jika aku mengatakan bahwa aku tidak mengetahui hal ini, ibu tidak pernah bercerita dan ingatan Lidya tidak menunjukkan apa apa.
"Pasti ayahmu membalikkan fakta bahwa ibumu meninggalkan kalian. Jangan percaya padanya, dialah yang menyebabkan ibumu pergi. Ada banyak cerita kelam yang harus kau tahu, pasti aku akan menceritakannya padamu," jawab nenek.
Tiba-tiba tatapannya sendu, aku berusaha menebak apakah masa lalu yang terjadi sangat kelam hingga nenek prihatin. Aku jadi penasaran dan tidak bisa berhenti mengira-ngira apa yang sesungguhnya terjadi. Tak terasa makanan kami sudah habis, aku akan menemui nenek secara pribadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Main Princess✔️
FantasíaDalilah terperangkap di tubuh kembarannya sendiri, sejak kematian dirinya beberapa hari yang lalu.