Dansa

445 41 2
                                    

"Berani sekali Si jahat itu datang?"

"Apa dia tak malu menampilkan wajah iblisnya itu?"

"entahlah, kurasa dia tak waras, Ck.."

Gadis bangsawan yang mungkin seumuran denganku menatapku dengan pandangan yang tidak bersahabat. Lihatlah keangkuhan mereka sangat terlihat dari tangan mereka yang ikut menari menutupi mulut mereka.

"Oh, halo semua." aku tersenyum pada mereka, aku tahu aku hanya berpura-pura tapi kalau tidak begini sama saja aku menyalakan bendera permusuhan.

Mereka tampak terkejut, seperti tidak menyangka aku yang terkenal tak acuh akan segala hal tak enggan menyapa mereka. 

"Tuan Putri.." mereka menunduk tak menatap mataku lagi. Setelah itu mereka hendak pergi.

"Tidak mau menyempatkan waktu minum teh?" teriakku setelah mereka agak jauh dariku, mereka berhenti tapi tidak menjawabku.

Dasar pengecut, orangnya ada di hadapan mereka tetapi mereka kalang kabut. Besok aku harus lebih sering berinteraksi dengan mereka.

"Eh, siapa namamu?" aku menghentikan salah satu dayang yang sering bersamaku namun aku tak mengingat namanya.

"Nama saya Safi, Tuan Putri"

"aku hanya ingin bertanya siapa nama mereka?"

"Mereka bertiga yang anda hampiri tadi namanya Nona Yera, Nona Difa dan Nona Lila. Mereka berasal dari kerajaan kita juga" jelasnya.

Baguslah jika begitu aku bisa lebih mudah menemukan mereka, aku harus membuat sekutu agar orang-orang mendukungku.

"Lidya, untuk apa kau berdiri disana? Pesta akan dimulai kau adalah Putri Utama disini. Kau harus berdansa bersama Averio!" Ayah menghampiriku bersama pengawalnya. Lalu mereka mengarahkanku ke perkumpulan bangsawan disana.  Ada yang menikmati minuman, berbincang bersama rekan, berdansa kecil, dan menonton apa yang terjadi di sekitar.

"Baiklah, karena Tuan Putri Lidya dan Pangeran Averio sudah berada disini. Mari kita sambut mereka yang akan mempersembahkan sebuah dansa kecil sebagai pembuka pesta kita!"

Semua orang bertepuk tangan bukan karena menantikan pertunjukan kami, namun menunggu drama apa lagi yang akan terjadi.

Kami mulai berdansa kecil kemudian Pangeran Averio mendekatkan dirinya lalu menarik pinggangku dan mendekatkan wajahnya ke telingaku ingin membisikan sesuatu, "Kau senang hari ini, Iblis sepertimu memang selalu bahagia apapun keadaannya"

Dia memutari tubuhku sebelum aku  membalas ucapannya, namun aku menginjak kakinya agar ia berhenti melakukan itu, "Aku tak tersinggung dengan panggilan itu karena itu kenyataannya. Aku hanya kasihan dnegan pengecut sepertimu, bisa-bisanya mempertaruhkan cinta demi diriku" Aku tertawa disaat wajah kami mendekat dan bertatapan cukup lama, bukan tatapan romansa namun tatapan penuh tantangan.

"Kau cukup manis pangeran Averio, tapi bodoh!" ejekku lagi.

Averio kemudian menyandungku agar aku terjatuh, "Seorang Putri apakah selalu terjatuh dalam menari?"  Averio mengangkat dagunya angkuh dan menertawakanku.

Setelah itu ia berjalan menjauhiku, menyudahi tarian kami. Ia kemudian menghampiri Irish. Kenapa gadis itu tidak berdiam diri di kamarnya. Bukankah dia masih sakit jiwa?
Averio mengajak Irish berdansa, padahal aku masih belum pergi dari tempat itu. Aku sadar aku telah dipermalukan. Aku ingin pergi dari tempat ini sekarang juga. Tatapan orang-orang seperti mengasihaniku, namun juga bengis.

Tubuhku melayang, tanganku seperti ada tarikan. Aku takut sekali terjatuh, jadi aku menutup mataku. Tangan yang lumayan besar mendekap pinggangku, menahanku agar tak jatuh. Lalu ia merapikan tiara milikku yang sedikit miring karena terjatuh tadi. Aku membuka mataku untuk mengetahui siapa orang itu.

"Oliver, apa yang kau lakukan?" tanyaku padanya, aku sudah cukup sial hari ini, apakah Oliver hendak mempermalukanku.

Entah aku sedang mendapat tamu bulananku, hatiku seakan terisak. Aku ingin menangis, hatiku tersentuh saat Oliver berkata bahwa ia akan membantuku keluar dari situasi ini. Aku hanya terharu.

"Menangislah, wajahmu seperti kelinci saat menahan tangis" Oliver tersenyum, namun ia tidak menatapku. Matanya sayu dan tersirat kesedihan disana.

"Apa kau sedih karena Irish menari bersama Averio?" tanyaku dengan terisak, sialan! Mengapa  di keadaan seperti ini hatiku melemah. Aku kasihan melihat Oliver tidak mendapat cintanya. Setelah menari cukup lama, Oliver membawaku pergi dari kerumunan itu. Ayahku, Sang Raja menatapku sedari tadi. Entah apa yang ada dipikirannya, saat ia ingin menghampiriku aku menolaknya menyuruhnya pergi.

"Ayah, tinggalkan aku bersama  Oliver." pintaku padanya.

***

The Main Princess✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang