Dalilah terperangkap di tubuh kembarannya sendiri, sejak kematian dirinya beberapa hari yang lalu.
Highest rank
#2 | Pahlawan (13 February 2025)
#13 | 2023 (13 February 2025)
#22 | Jiwa (13 February 2025)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lorong penghubung antara ruang dansa dan perpustakaan tampak bergema. Sunyi dan sepi.
Tujuan Lidya sekarang adalah perpustakaan. Tempat di mana dirinya bisa menyendiri tanpa ada suara yang mengganggu dirinya.
Seperti biasa, Lidya akan membuka satu per satu buku guna mencari judul yang menarik hatinya. Setelah ia mendapat buku yang menyentuh benaknya, ia akan mulai membuka lembar demi lembar, kemudian duduk untuk membacanya.
Tak lama kemudian, alunan musik terdengar. Lidya segera pergi jika mengetahui hal itu. Ia benci ketika mendengar musik dansa. Ia membenci kenyataan bahwa dirinya terasingkan setelah sosok Irish datang di hidupnya. Adik tirinya. Ia benci ketika semua orang mengakui Irish, gadis yang lihai dalam segala hal. Musik dansa membuatnya membayangkan sosok Irish yang tersenyum sembari angin menerpa rambutnya. Seakan angin pun memberitahu kalau gadis itu berada di atas awan.
"Kemana hendak kau melangkah?" seseorang dengan perawakan tinggi menghampirinya.
"Sudahlah, Lucas. Tak perlu bertanya. Aku benci menjawab sesuatu berulang," jawabnya.
Sosok itu tersenyum, ia menyejajarkan langkahnya pada Lidya. Ia terkadang harus menunduk agar bisa menatap lawan bicaranya.
"Kau patah hati karena Averio lebih memilih Putri Irish ketimbang dirimu?"
Sontak, Lidya memberhentikan langkahnya hanya untuk menatap Lucas dengan pandangan menusuk andalannya.
"Matamu terbuat dari tombak? Rasanya mataku tertusuk jika berbicara denganmu," ujarnya.
Lidya mempercepat langkahnya dan meninggalkan Lucas tanpa memberi sepatah kata pun. Dirinya terlalu lelah menghadapi adiknya yang banyak bicara.
"Sabarlah, Lidya. Sebentar lagi," gumamnya.
Baru saja Lidya berbaring sejenak setelah lelah menaiki tangga, asisten ayahnya yang bernama Moza menghampirinya untuk menyampaikan pesan.
"Tuan Putri harus segera berganti pakaian. Waktunya untuk pesta dansa. Kau disandingkan dengan Averio, tunangan Tuan Putri," Moza menunduk lalu pergi sebelum dirinya sempat berbicara.
Moza adalah abdi kepercayaan Raja Mario dan juga Moza sudah menjadi abdi kerajaan sejak lama.
"Mengapa harus pesta dansa? Apa Ayah tidak mengerti aku benci berpesta? Apakah Ayah tidak tahu aku membenci Irish?" ucapnya.
Mau tak mau, ia harus segera mengganti pakaiannya. Lagipula pakaiannya telah disediakan saat itu juga. Dayangnya juga sudah menunggu di ruang ganti untuk melakukan persiapan.
"Helena, kau mau bertukar posisi denganku lagi?"
Dayang itu segera menggelengkan kepalanya, sampai jepit yang memperkokoh rambutnya hendak lepas. Tampak ia tak mau melakukan hal itu lagi. Pikirannya selalu mengingat masa di mana ia dan Lidya hampir sekarat karena hal itu.