Perpustakaan

418 39 0
                                    

Oliver membawaku ke Perpustakaan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari ruang dansa. Selama kami berjalan melewati lorong, hanya isak-ku yang terdengar. Dayang-dayang yang mengiringiku terlihat khawatir dan buru-buru mendekatiku.

"Kenapa kau bawa aku ke Perpustakaan!" tegasku pada Oliver.

Oliver hanya diam. Salah satu dayang menghampiriku lalu memberikanku sebuah buku, "Ini buku kesukaan anda, Nona. Setiap diselenggarakannya suatu pesta anda selalu datang mencari buku ini."

Setelah memberikanku buku, mereka berniat meninggalkanku. Aku yang takut sendirian, tak membiarkan hal itu terjadi. "Jangan pergi!"

Dayang-dayang yang berjunlah lima orang itu akhirnya berbalik bersama dengan Oliver.

"Kenapa? Bukankah ini adalah kebiasaanmu mengusir orang-orang agar kau bisa menangis" ujar Oliver.

"Apa kebiasaan?" Tanyaku.

"Iya, biasanya tidak selepas tadi. Biasanya kau menangis dengan bersembunyi, namun hari ini kau menangis di depan banyak orang" Oliver memandangiku sengaja dengan pandangan mengejek. Aku tak bisa marah karena itu, aku masih ingat bagaimana matanya yang sayu.

"Tapi anda hebat, Nona Lidya. Anda memecahkan trauma anda dengan berdansa disana. Raja bahkan tertegun cukup lama."

Oh, iya. Aku lupa dengan satu hal, bahwa Lidya memiliki trauma dengan segala hal berkaitan dengan dansa. Aku kasihan sekali dengannya, coba saja ibu berhasil menangkap kami semua.

"KAKAK!"

Unghht ..

Lucas datang memelukku dengan erat sampai aku tak bisa bernafas. Anak itu juga mengguncang tubuhku membuatku agak pusing dan mual. "Apakah yang berada disana adalah Kakak? Semua orang membicarakanmu begitupula dengan Ayah"

Mata Lucas berbinar namun tak berselang lama raut itu berubah, "Namun kenapa kakak menangis? Apa karena Averio?"

aku menggeleng

"Aku tak sedih karena Averio bersama Irish, tapi kakak sedih karena Oliver" terangku.

Lucas pun menghampiri Oliver dan hendak memberikan pukulan, cukup berlebihan jadi aku memutuskan untuk menarik Lucas. "Bukan dia penyebab aku menangis, tapi kakak sedih melihat raut wajahnya saat menatap Irish" 

Aku berbohong pada Lucas, sejujurnya aku menangis karena trauma yang dimiliki Lidya juga Averio yang mempermalukanku dengan menyandungku di depan semua orang.

"Maafkan aku" ujar Lucas pada Oliver.

Aku teringat buku yang diberikan dayang tadi, buku yang selalu Lidya cari kala hatinya terluka.

Mereka semua sudah aku pinta untuk pergi, tidak buruk juga berada disini. Aku mencari tempat yang menurutku nyaman.

Penasaran dengan buku itu, aku membukannya dengan hati-hati barangkali buku itu sangat penting.

"Dongeng Harapan Bulan" Aku mengeja tiap kata yang terbentang di halaman pertama. Aku heran mengapa judulnya tidak tertulis di sampul depan.

Ternyata isinya hanyalah dongeng yang ditulis ibuku, cerita di dalamnya sama saja dengan yang ibu ceritakan setiap malam. Ibu memanglah seorang penulis terkenal, ibu bilang ia adalah anak seorang penasihat keluarga kerajaan. Raja jatuh cinta pada ibu dan mereka menikah. Aku tidak tahu kepastian cerita itu.

"Lid- ehm, maksudku Nona Lidya!" Elona datang dengan wajah yang penuh keringat di dahinya, matanya melebar.

"Ada apa?" aku menutup buku yang 'ku pegang

"Helena!!" Mendengar nama pelayan itu, aku buru-buru menarik tangan Elona. "Apa yang terjadi padanya?" tanyaku.

"Dia memberikan dirinya untuk di hukum atas pelanggaran yang engkau perbuat" Jawab Elona dengan bibir bergetar. Wajahnya menunduk ketakutan.

"Mengapa dia melakukan hal itu?" Sangat mustahil untuk tidak tersentuh, hatiku rapuh. Hal itu sangat langka terjadi padaku, seseorang mengorbankan dirinya untuk diriku.

"Gadis itu merasa bahwa dirinya tidak berusaha keras mengawasimu, saya tahu dari pelayan lain"

"Bawa aku ke kampung halaman Helena sekarang!" pintaku.

Elona menggigit jarinya, "dia sudah kembali ke istana karena kondisinya membaik"


The Main Princess✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang