Mirip

508 37 2
                                    

Aku memenuhi panggilan itu, ayahku sang Raja yang duduk di singgasana-nya pun berdiri setelah aku datang. "Putriku, benarkan itu kau?"

"Katakan dengan jelas ayah, aku tak mengerti dengan ucapanmu" aku berjalan ke singgasana ayah dan duduk di kursi sebelahnya. Itu adalah kursi untuk Ratu.

"Kau menari setelah kau memutuskan untuk tidak menari selamanya. Ketahuilah putriku ketika kau menari aku menjadi teringat akan seseorang," jelas Mario, Ayahku.

"Mirip ibu, bukan? Arabella, kau teringat istrimu yang kau buang itu?" Aku tersenyum miring, menggeleng kepalaku menatapnya miris. Melihat ayahku yang terus terdiam tanpa membalas perkataanku membuat diriku sedikut jengkel dan berniat meninggalkan singgasana tersebut.

"Ya, sudahlah. Semua sudah berlalu, aku bisa apa? Semua karena kesalahan ayah. Seharusnya kau jangan menikah ibu-ku" aku pergi saat itu juga. Aku pikir dia ingin membicarakan sesuatu yang penting.

Aku berjalan menuju gerbang istana, disana ada Frans. Tunggu, Frans? Apa yang dia lakukan disini?

"Hei, kau." aku memanggil pria itu.

Frans menunduk, setelah itu aku melihat wajahnya penuh dengan amarah. Wajahnya berkerut, urat dikepalanya seakan mau keluar. "Dasar tidak sopan, katakan apa mau-mu?"

Frans terdiam, sepertinya dia sedang menenangkan dirinya,  "Aku ingin kerajaan ini bertanggung jawab, mengapa aku dan teman-temanku dipulangkan dan tidak bisa bergabung dalam unit kerajaan. Bukankah semua orang bisa bergabung?"

Aku menatapnya bingung, "Apa maksudmu?"

"Ada kecurangan disini, kami  berkorban untuk kerajaan namun kami malah terbuang tidak ada penghormatan" jelasnya.

Aku menyuruh Frans mengikutiku dan duduk di taman tempat biasanya aku minum teh. "Sudah berapa lama kau berdiri disana?"

"sudah dua hari satu malam, tidak ada memedulikanku. Bagi orang kerajaan, kami hanyalah sampah yang harus disingkirkan. Kau tidak tahu temanku mati dalam perjalanan, namun dia tidak dikuburkan secara terhormat?" Aku terdiam mendengar penjelasannya. Hal seperti ini jelas harus dipikirkan dengan serius, aku tidak pernah dihadapkan dengan masalah seperti ini.

"Aku mengerti, lebih baik akhiri saja pembicaraan ini. Kau sama saja seperti mereka, kau tidak akan mengerti" Frans berdiri dan berbalik hendak meninggalkan tempat ini.

"Tapi tunggu Frans, kau tidak boleh menyalahkan raja. Aku bisa membantu karena aku tahu siapa yang terlibat dalam hal ini." Aku tahu Oliver pasti terlibat didalam hal ini, mungkin bukan Oliver pelakunya tapi Oliver bisa membantuku untuk mencari tahu kejanggalan yang terjadi.

"Ini sedikit menenangkanku, tapi ingat aku akan membakar kerajaan ini seperti luka bakar diwajah teman-temanku jika masih tidak ada kejelasan" Frans meninggalkanku membawa raut amarahnya pergi bersamanya.

"Sepertinya aku pernah mendengar hal seperti ini, tapi kapan?"

Benar-benar sial, kenapa aku menjadi seseorang yang mudah melupakan sesuatu. Aku butuh hiburan, sepertinya aku bisa mengajak Irish untuk minum teh. Pasti menyenangkan.

"Elona, tolong sampaikan pada dayangnya Irish agar Irish datang ke pesta minum teh yang aku adakan. Jangan lupa kau suruh dayang Helena dan yang lainnya untuk membawakan perlengkapan pesta. Mereka tahu itu," perintahku.

"Baik, Nona" Elona menurut dan pergi, anak itu sudah menjadi anak baik dan penurut. Mungkin aku bisa memaafkannya dan memulangkannya. Aku akan memberikan dia beberapa milikku.

Tak perlu menunggu lama, Helena dan dayang lainnya datang membawa banyak cangkir teh beserta teh terbaik dari kerajaan ini. "Yang Mulia yakin berbicara dengan Irish?" tanya Helena.

"Aku akan menyuruhnya berdamai denganku, aku harus membuatnya menunduk atas perintahku. Kemarilah kalian semua, teh ini sangat nikmat."

Aku mengajak semua dayang untuk meminum teh, karena meja terlaku kecil aku memutuskan untuk duduk dibawah bersama mereka. untung saja ada rumput yang tertata rapi.

"Yang Mulia, kau baik sekali. Tidak malu minum bersama kami" ujar salah satu dayang.

"Benar, kami beruntung ada bersamamu"

Kami bercengkrama ringan sampai Irish datang bersama dayang-dayangnya. "Ayo kalian semua duduk dibawah sini"

"Irish, perintahkan dayang-dayangmu untuk bergabung bersama kami. Aku lelah melihat mereka berdiri disana" ujarku.

"Tidak, kau pasti berniat buruk pada kami" Irish secara langsung menolak tawaranku. Seharusnya aku beri racun saja padanya, tapi ini bukan rencanaku.

"Oh, Irish. Aku hanya ingin kau mengajukan perdamaian terhadapku. Aku tidak akan bermusuhan padamu, jadi kau hatus bersikap sama" aku menyesap tehku, menyilangkan kaki yang jenjang.

"K-kau, aku tidak yakin. Kau itu adalah orang jahat!" Gadis itu masih berhati-hati padaku, cukup menyenangkan tapi sangat menghabiskan waktuku.

"Kau mau aku yang baik atau yang jahat, pilihan ada ditanganmu" aku menyimpan cangkir teh yang sudah kosong, berdiri dan mendekati Irish. "Percayalah, aku sudah bosan bermusuhan dengamu." bisikku pada Irish.

"B-baiklah, aku akan mengizinkan dayang-dayangku minum teh bersamamu"

"Gadis pintar"

Walau ketakutan, mereka tetap saja berbaur dengan dayang dayangku. Sebenarnya, aku suka kedamaian tapi itu membosankan. Untuk saat ini biarlah seperti ini. Aku akan membuat keributan jika ada yang memulai.

"Bagaimana Irish, bukankah berbaur dengan dayang-dayang lebih baik?" tanyaku, gadis itu pun mengangguk pelan.

"Teh yang nikmat, terimakasih" Irish menyesap tehnya lagi.

"Pilihanku memang yang terbaik,"

"Bukan tehnya, terimakasih memberi kesempatan untuk berdamai" Irish tersenyum tanpa kelicikan.

Apa gadis itu gila setelah kubawa ke tempat pelacuran?


The Main Princess✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang