Neraka

609 49 4
                                    

"Masuklah keperangkapku, sebuah neraka yang indah dan tak akan kau lupakan"

***

Udara sore terlihat segar dari atas sini, duduk di balkon memanglah pilihan terbaik untuk menenangkan pikiran.

Sudah cukup lama aku termenung, pikiranku berkecamuk. Mereka menari niskala. Aku bingung yang mana yang harus aku pikir terlebih dahulu. Banyak sekali yang mendobrak masuk ke otakku.

"Kapan Helena kembali, aku sudah menunggunya. Aku harus tahu apa yang terjadi padanya!" gumamku.

Daripada aku harus terus menunggu, lebih baik aku langsung menghampiri mereka saja. Terlihat bodoh sama sekali tidak menawan.

"Anda mau kemana, Tuan Putri?" Elona menghampiriku saat dirinya hendak membawa nampan yang penuh dengan sisa makanan.

"Membesuk Helena" jawabku.

"Tidak perlu, Tuan Putri. Helena sudah pulang ke kampung halamannya. Ia butuh istirahat yang cukup. Setelah ia pulih, ia akan kembali." jelasnya.

Aku mendengus pelan, untuk apa aku dari tadi menunggunya. Menghabiskan waktu saja. Pokoknya setelah ia kembali, dia harus memberi penjelasan.

"Mengapa anda termenung, anda pasti tak terima 'kan rasa penasaran anda terpendam," Elona tertawa kecil, cukup membuatku kesal.

Aku mengabaikan Elona dengan membawa buku roman yang sempat kuambil dari perpustakaan.  Kuharap Elona segera pergi.

"Helena mengorbankan dirinya untuk dirimu, Tuan Putri. Hanya itu yang kudengar. Saya pamit dulu."

Mengorbankan dirinya untukku?
Apa maksudnya? Apa yang dilakukan Helena sehingga ia harus mengorbankan dirinya untukku.
Mengapa Elona pergi, dia berbicara sepotong saja.

Sial, aku harus keluar dari istana ini. Tapi, mereka pasti akan membuntutiku. Lebih baik aku panggil Oliver saja, dia terlihat cukup berkuasa dan ditakuti disini.

Aku mengganti bajuku dari gaun yang menutupi kaki menjadi setelan yang dilengkapi dengan mantel tebal. Aku mengambil kacamata hitam agar senada dengan pakaianku. Ditambah sepatu bot yang menutupi mata kaki indahku hingga setengah betis.

"Tuan putri mau kemana?" tanya Dayang bermata biru itu khawatir.

"Bukan urusanmu, lebih baik kau bersihkan ruangan ini secepatnya. Bilang saja aku sedang menggali makam Irish, kalau ada yang bertanya!" Tegasku.

Dayang itu mengangguk ketakutan, berusaha menjauh dari jangkauanku. Aku hanya tersenyum melihat keluguannya.

"apa yang dilakukannya?"

"entahlah, pakaiannya seperti mau melayat seseorang"

"Apakah dia tidak tahu, jika tidak ada hal penting tidak boleh memakai pakaian diluar prosedur kerajaan. Ini sama saja dengan penghinaan."

"benar sekali, tidak ada yang wafat hari ini tapi dia memakai baju hitam"

"Mengerikan"

Sepertinya kerajaan ini kekurangan orang yang beretika. Lihat saja mereka, seorang putri kehormatan datang tidak ada penghormatan sama sekali.

Huft, akhirnya aku bisa keluar istana juga. Disana terlihat ramai, seperti pasar. Suara bising terdengar dari banyak arah, mulai dari langkah kuda yang beradu sampai paduan suara orang yang berlalu lalang. Perhatianku teralihkan pada kemah yang letaknya di pinggir sungai. Setelah berjalan kesana seorang pria tua datang memberi hormat.

"anda mencari siapa Tuan Putri"

"Saya mencari Oliver, panggil dia sekarang juga, " pria tua itu mengangguk. Tak lama kemudian, Oliver datang dengan wajah berantakan. "Ada apa?"

"Temani aku, membosankan disini!" aku duduk di kursi panjang yang tanpa kusadar ada disana. Setelah melihatku, Oliver pun duduk bersamaku. "kau pikir aku tak punya kerjaan harus menemanimu"

"Bisakah kau mengusir semua penjaga dan mata mata di sekitarku, mereka membuatku tak nyaman." sungutku pada pria itu.

Oliver mendenguskan nafasnya, ia menekuk lututnya lalu memijitnya. Dia menatapku dengan tatapan yang tidak kuinginkan.

"Hentikan tatapan itu, aku tahu kau sumarah. Aku pun juga begitu. Apa yang kau lakukan disini?" tanyaku. Tiba-tiba aku merasa kasihan padanya, matanya sayu, nafasnya terdengar letih, harusnya aku tak menyusahkannya.

"Aku sedang melatih calon prajurit  kerajaan kita. Kerajaan ayahmu dan ayahku. Lihat ke arah barat, disana ada barisan calon prajurit," jelasnya.

Aku tercengang, bukankah ini sangat keren. Aku ingin menghampiri mereka dan memamerkan wajahku. Aku harap mereka jatuh cinta dan memujaku.

"Hei!" Oliver melambaikan tangannya ke depan wajahku. Spontan, aku harus menghentikan khayalanku.

"Maaf, bolehkah kau bawa aku kesana?" aku memohon padanya.

Oliver mengangguk pasrah.

"Aku tahu hidupmu membosankan, mari ikut denganku." Oliver memberikan tangannya padaku, layaknya putri terhormat aku berjalan dengan anggun lalu menunduk menyapa mereka.

"Halo, aku putri utama di kerajaan ini." mereka tak menjawab, hanya terdiam dalam barisan. Menyebalkan.

Oliver menertawakanku, melihatku seakan aku adalah balita yang gagal mendapatkan apa yang 'ku mau.

"Kau lucu sekali," ujar Oliver yang menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Menyebalkan!!"

Aku melayangkan pandangku asal, tanpa sadar aku menjatuhkan pandanganku pada seseorang yang tak asing bagiku. Aku berjalan mendekatinya yang sudah  berkeringat dingin. Calon Prajurit itu enggan menatap mataku.

"kau tidak asing bagiku. Frans,"

Aku harus tenang, tarik nafas, lepaskan. Tidak boleh ceroboh, aku harus bertingkah seanggun mungkin.

"Aku Putri disini, namaku Lidya. Sepertinya aku tertarik denganmu!" aku menatap papan nama di seragamnya lalu menatapnya.
 

Kau tidak akan lepas dari neraka yang akan kuberikan.

***

Tbc

Share ke teman kamu jika kamu suka cerita ini. Jangan lupa tandai typo, ya!!

😘😘😘😘






The Main Princess✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang