Salah Langkah

925 77 6
                                    

***

"Sekarang pakai pakaian ini!" perintahku.

Elona kebingungan melihat nada ucapanku. Apalagi setelah aku menyuruhnya memakai pakaian yang aku pilih untuknya. Aku snahat baik sekali pada musuhku.

"P-pakaian pelayan? Bukankah kau mau menjadikanku bangsawan sesuai amaran Dalilah?" sorot mata Elona tampak mengkerut, ia mundur perlahan berharap kesempatan melarikan diri masih ada.

"ups, terlambat. Pelayanku sudah menutup pintunya sebelum kau menyadari hal itu." jelasku.

Baru saja sampai dari perjalanan jauh, Elona harus memacu jantungnya lebih dari seharusnya. Elona bahkan belum sempat mengistirahatkan tubuhnya di ranjang empuk kami.

"kenapa harus takut? Kau akan terkejut jika aku langsung mengangkatmu menjadi bangsawan, bayangkan apa yang akan dinilai orang-orang jika melihat dirimu?" ujarku sembari merenggangkan tubuhku lalu duduk di kursi terdekat.

"Aku hanya ingin kau menyesuaikan dirimu disini, kau harus melihat bagaimana orang-orang kaya bertindak." imbuhku.

Elona terlihat berpikir, setelah itu ia tersenyum padaku tangannya mengepal penuh ambisi.

"Oh, begitu ya? Maaf saya salah paham, sekiranya nona bisa memaafkan saya!"

"Jangan terlalu formal, aku ini masih Dalilah!"

Mendengar itu mata Elona membola.

"Maksudku, perlakukan aku seperti kau memperlakukan Dalilah."

Elona menghembuskan nafas lega. Ia juga terlihat memukul kepalanya sendiri. Entahlah mungkin ia ingin membuyarkan isi kepalanya.

"PUTRI LIDYA, HUFT...."

Helena membungkukkan badannya letih, keringat melimbur tubuhnya.

"Mohon ikuti saya, Tuan Putri!" ujarnya bergetar.

"ada apa?!"

Helena tetap diam, tubuhnya berjalan kaku. Melihatnya seperti itu membuatku merinding.

Kami sampai setelah berjalan melewati dua tangga. Kami berhenti di-

"Ruang ayah?" bisikku pada Helena.

"Putri Irish hilang, jadi ia ingin bertanya padamu!"

"Apa urusannya denganku?"

"Raja Mario berpikir kalau kau sangat membenci Irish. Jadi dia menjadikanmu salah satu calon pelaku!"

"APA!!"

Semua menunduk saat aku memasuki ruangan itu, kecuali Ayah dan Si Nenek Tua itu. Siapalagi kalau bukan ibu tiri-ku.

"ada apa Ayah? Tidak biasanya kau membawaku kepada hal tidak penting ini,"

Mendengar pernyataanku, Ayah berdiri dari singgasananya. Ia menatapku nyalang. Dengan penuh amarah, ia bahkan menggertakku.

"TIDAK PENTING?!"

"Iya tidak penting, jadi jangan panggil aku karena aku sibuk!"

"Dasar anak tidak tahu diri!" Cerca-nya.

Aku terdiam. Mengapa ia tampak berbeda? Mengapa ia memarahiku hanya karena Irish?

"A-ayah?"

"...."

"Baiklah, Ayah yakin dengan ucapan Ayah? Ayo katakan lagi, aku ingin mendengarnya."

Aku berusaha mengatur nafasku, aku tidak boleh tergesa. Aku harus menanggapinya setenang-mungkin.

"Kenapa terdiam? Aku hanya ingin memastikan kalau aku benar benar anak yang tidak tahu diri. Aku ibgin mendengarnya sekali lagi!"

"Sekarang kau boleh keluar!" ujar Rosalina.

Cuih, aku ingin meludah saja. Lihatlah bagaimana nenek tua itu mencoba seolah menjadi istri yang baik. Ia mengelus dada ayah, menjijikan seperti pelacur.

"Ayah menganggapku sebagai anak atau tidak? Hanya karena Irish, Ayah berani mengatakan hal menyakitkan seperti itu. Seandainya ibu masih hidup-"

"Cukup! Sekarang kau KELUAR!" tegas ayah dengan penekanan di-akhir kalimat.

"Jangan anggap aku anak, mulai detik ini!"

Aku berjalan meninggalkan ruangan itu, aku tidak memedulikan hal tadi. Yang aku pikirkan hanyalah bagaimana cara agar aku tidak ketahuan telah menitipkan anak laknat itu di tempat pelacuran.

"Pasti tidak ketahuan, itu adalah kota ibu-ku. Pasti dia menghindar untuk datang ke kota itu."

"siapa yang mencuri?" Ujar Helena yang tidak sengaja mendengar gumamanku.

"Tidak ada, seekor ayam kulepaskan ke danau. Aku takut malaikat marah karena itu!" jawabku.

Helena menggaruk keningnya dan tersenyum memaksa. Ia pasti menganggap ucapanku seperti gurauan balita.

"aku bercanda." ucapku.

Helena tertawa cukup keras, tangannya tak henti memukul kepalanya.

"Aku tak menyangka Tuan Putri bisa bercanda. Selama ini kau selalu dingin pada semua orang!"

"apakah begitu?"

Helena tetap tertawa walau tak sekacau tadi. Entahlah, aku tak memedulikan hal itu. Pikiranku yang seharusnya penuh sekarang kosong. Aku tak tahu harus melakukan apa. Menyebalkan, jangan sampai rencanaku gagal kali ini.





The Main Princess✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang