Anak-anak itu menutup mulut karena teriakanku.
Aku segera menambahkannya sebelum salah satu dari mereka mengatakan apapun.
“Siapa aku dan siapa kalian tidak penting saat ini. Yang jadi masalahnya adalah kalian mencoba menghancurkan relik berharga itu!"
“…….”
“Bukankah kalian punya pasak dan palu? Apa tuan kalian memerintahkan untuk memecahkan es seperti itu?" Tanyaku dari rasa ingin tahu yang murni tetapi anak-anak itu hanya menundukkan kepala, menganggap kata-kataku sebagai omelan. Lalu bergumam.
“Sebenarnya, tuan guru memberi kami ini sebelum pergi …….”
Salah satu anak menunjukkan paku dan palu yang cukup kecil untuk digunakan.
Anak-anak lain melihatnya dan mulai menunjukkan padaku milik mereka juga.
“Esnya terlalu tebal dan keras jadi tidak mungkin bisa pecah dengan ini!”
“Dan esnya juga dimantrai jadi titik yang rusak beregenerasi kembali ke bentuk aslinya setelah beberapa menit!”
“Kami pikir kami bisa segera menyelesaikannya karena kami bisa menggunakan sihir seperti tuan guru …….”
Anak-anak mengeluarkan semua kesedihan mereka. Aku menghela nafas dan mengulurkan tanganku pada mereka.
“Serahkan itu.”
Aku mendekati es raksasa dengan paku dan palu di tanganku.
Anak-anak mengikuti, jelas ingin tahu.
'Mereka benar.’
Tempat yang dipahat mulai tumbuh kembali ke bentuk aslinya lagi.
Aku memperhatikan prosesnya sampai akhir dan menyadari bahwa regenerasinya memiliki batas. Tempat yang diukir tidak sepenuhnya tertutup kembali.
'Mungkin ini bisa diselesaikan jika dilakukan dengan benar.' Pikirku, lalu bertanya pada anak bertopeng singa.
“Apa kau punya air panas?”
"Ya! Kami bisa membuatnya dengan sihir!”
“Bisakah kau menyemprotkan sedikit di sekitar tepi tanpa menyentuhnya? Karena reliknya bisa rusak."
Anak itu mengangguk dengan kuat dan menunjuk ke es sambil mengucapkan mantra.
"Air pishon!"
Air mulai keluar dari ujung tongkat.
Sesaat kemudian.
“Sekarang berhenti. Tunggu sampai aku menyuruhmu untuk menyemprotkan lagi."
"Baik!"
Aku berhenti menjelaskan kesalahan mereka dan sebaliknya, membantu mereka.
Permukaan es sedikit mencair karena air panas.
Aku meletakkan paku di atas es dan mulai memalunya, berhati-hati agar tidak menyentuh kotak.
Krak-. Retakan panjang terbentuk di atas es di sekitar kotak.
Aku memalu retakan beberapa kali dan menyingkirkan bongkahan es.
Tepi kotak itu sedikit terungkap.
Aku tidak menyentuh apa pun lebih jauh dan hanya menatapnya. Persis seperti yang ku pikirkan.
Es beregenerasi jauh lebih lambat dari saat pertama kali tempat yang dipalu melengkung.
“…… Hanya ada satu cara yang bisa digunakan jika ingin memecahkan esnya tanpa merusak relik.”
"Apa itu?"