Seseorang memanggilku.
Untuk beberapa alasan, aku tidak lagi terkejut karena sepertinya mulai terbiasa akan system yang berjalan sesukanya.
Aku perlahan berbalik. Festival malam, yang dimulai saat matahari terbenam, sudah dilukis dengan kegelapan yang redup.
Dari semua lampu yang rusak oleh binatang itu, beberapa cahaya bersinar di wajah pria yang memanggilku.
[Minat 20%]
Tapi aku bisa membedakan Para ML bahkan dalam kegelapan.
“Marquis.”
Ini adalah pertama kalinya aku memanggil Vuinter seperti ini, membuatku merasa sangat aneh.
Saat aku sedang berlatih melafalkan "Marquis" dengan nada yang aneh bahkan ditelingaku sendiri, Vuinter berjalan cepat dan tiba di depanku.
Warna matanya tidak asing bagiku, tidak seperti gelarnya
“Kamu telah membantuku hari ini… Terima kasih banyak.”
Dia memberiku penghormatan dalam diam.
‘Yah, sudah kuduga.’
Sekarang minat para ML telah meningkat ketitik yang cukup memuaskan, jadi aku menjawab tanpa masalah besar.
“Aku tidak maju untuk membantu marquis. Jadi, Anda tidak perlu berterima kasih kepadaku.”
Attitude yang halus mengalir keluar dibandingkan dengan kecanggungan yang aku rasakan.
“Itu benar, tapi…“
“…”
“Nona telah menyelamatkan nyawa banyak orang. Termasuk aku."
Dia mendongak dan menatap tanganku yang telah terbaring dengan lembut. Mengikuti tatapan itu, mataku perlahan melebar, saat aku secara tidak sengaja menundukkan kepalaku.
Baru pada saat itulah aku menyadari bahwa tanganku sangat gemetar.
'Ini normal. Karena aku telah melewati batas kemampuan dari tubuh lemah ini.'
Aku tidak memiliki kekuatan lengan yang cukup untuk menembakkan panah otomatis.
Bukan hanya itu. Aku mencoba untuk berpura-pura tenang, tetapi kenyataannya aku sangat ketakutan.
Bayangan kaki ayam besar yang terangkat tinggi untuk menghancurkanku dan monster yang tak terhitung jumlahnya yang berlari ke arahku saja sudah membuat tubuh dan tanganku bergerak panik diluar kendali.
Saat adegan mengerikan itu muncul lagi, mataku terpejam tanpa menyadarinya. Aku tidak memperlihatkannya sebisa mungkin, berusaha menahan tanganku yang gemetar dan menyembunyikannya.
“Aku yakin siapapun bisa melakukannya. Itu bukan apa-apa… ”
"Tidak."
Vuinter menyangkal kepura-puraanku yang putus asa.
“Tidak ada yang seberani Nona. Meski binatang itu mudah ditangani…. ”
Dia tiba-tiba berhenti berbicara dan mengerutkan keningnya. Seperti seseorang yang menderita akan sesuatu.
'Apa kau merasa bersalah karena menyembunyikan sihirmu dan tidak melakukan apa-apa?'
Aku tidak begitu memahami penderitaan Vuinter. Apa salahnya menjadi egois demi keselamatan diri sendiri? Selain itu, dia telah melakukan apa yang dia bisa lakukan.
Sama seperti aku yang berusaha menyelamatkan hidupku dengan menyerahkan diri ke sistem dan menyelamatkan nyawa ekstra yang telah diatur dalam game.
“Masing-masing dari kita hanya melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan, itu saja.” Aku mengangkat bahu dengan santai.
"Akupun tidak akan bisa melakukan apa-apa tanpa panah otomatis."
“…”
“Marquis juga telah mencoba menyelamatkan nyawa anak-anak sebanyak yang Marquis bisa. Aku saja tidak bisa berdiri di depan putra mahkota karena terlalu takut."
Meski aku mengatakannya dengan keras dan percaya diri, faktanya aku merasa lucu.
Karena aku tidak akan pernah berani mengganggu perintah putra mahkota seperti sebelumnya jika Vuinter tidak maju lebih dulu.
Pada saat itu, pupil biru tuanya, yang dalam diam menatapku tiba-tiba bergetar hebat.
Dan…
[Minat 24%]
Kepalanya berbinar.
4%. Aku terlambat sadar akan peningkatan minatnya yang cukup besar.
'… kau akan segera berpaling begitu bertemu FL asli, jadi untuk apa terus meningkatkannya?'
Aku tertawa sinis dalam benakku.
"…Terima kasih atas pujiannya. Kalau begitu, aku akan pergi dulu. ”
Aku buru-buru menyelesaikan percakapan.
Nyatanya, aku terlalu lelah untuk berdiri lebih lama.
"Jadi satu-satunya yang berterima kasih padaku karena telah menyelamatkan hidup mereka hanyalah Vuinter saja."
Karena dia ML normal, aku tahu bagaimana menghadapinya, tapi tidak ada yang bisa dilakukan jika dia sudah jatuh cinta pada FL asli. Saat aku akan berbalik sambil membawa busur otomatis…
"Nona."
Telapak tangan panas mencengkeram lenganku dengan terburu-buru.
Aku menoleh dengan marah dan Vuinter menatapku dengan tatapan tak terbaca.
“Balasan yang Nona kirim… telah aku terima dengan baik.”
Bibir yang sempat sesaat ragu-ragu untuk terbuka, berbisik dengan suara pelan yang hanya bisa didengar olehku.
“… Bolehkah aku juga membalas atas bantuanmu hari ini?”
Saat itu,
“Penelope!”
Seseorang dari samping memanggilku dengan suara kaku dan dingin.
[Minat 27%]
Kegelapan di sekelilingnya lebih tidak menyenangkan daripada penampilannya. Namun, aku dapat langsung mengetahui siapa dia dengan mendengar suaranya yang tidak senang.
"Permisi. Apa yang Anda lakukan pada adikku?”
“Rennald.”
Kali ini Rennald yang muncul, seolah-olah ini adalah hari untuk berkumpulnya para ML.
'Kupikir kau sudah pergi duluan …'
Sungguh tidak disangka melihat dia yang pergi dengan dingin bahkan ketika aku meraih lengan bajunya, kini datang menghampiriku.
Aku bingung dengan kedatangannya yang tiba-tiba dengan wajah cemberut dan hanya menatap kosong.
"Ayo, Penelope."
Rennald memanggilku di ujung kewaspadaannya terhadap Vuinter yang menggenggam lenganku.
Tapi Vuinter tidak mau melepaskannya. Wajah Rennald berubah marah saat melihat itu.
'Kenapa aku merasa deja vu?'
Kejadian seperti ini terjadi padaku di lapangan militer beberapa waktu lalu.
Aku terjebak di antara mereka dan melihat sekeliling, lalu segera meraih lengan Vuinter dengan lembut.
“… Marquis.”
Berbeda dengan ML lainnya, Vuinter tidak mencengkramku dengan terlalu kuat. Tidak seperti yang dilakukan Derrick dan Eckliss yang menggunakan kekuatan penuh. Sejauh ini, dialah satu-satunya ML yang sopan.
“Marquis…?”
Meski demikian, Vuinter tetap diam.
Aku menatapnya dengan mata lebar. Suara Rennald menjadi geram.
"Dia menyuruhmu melepaskannya."
“…”
"Hei! Tidak mau lepaskan juga?”
Ketika Rennald yang pemarah, mengertakkan gigi dan melangkah untuk menangkapku. Akhirnya, cengkramannya melonggar. Dia sepertinya menyerah, karena sentuhannya kini tidak memiliki kekuatan. Begitu cengkraman Vuinter terlepas, kali ini Rennald menarikku pergi seolah-olah telah menunggu. Dan mendorongku dengan keras kebelakang punggungnya, seolah-olah menyembunyikanku.
Setelah berhasil menjauhkanku, Rennald tersenyum bengkok dan menyindir Vuinter.
“Permisi, Marquis. Beraninya Anda mencoba melakukan sesuatu pada anak naif yang tidak tahu apa-apa, tolong pikirkan tentang usia Anda.”
Aku membuka mulut karena khawatir atas ucapan kasarnya. Tanpa sadar mengangkat tinjuku dan menepuk pundaknya.
"Kau gila? Tidak seperti itu!"
“Kau diam saja! Kau ini benar-benar tidak takut pada apapun…!”
Rennald berteriak pada tanggapanku.
Kekesalanku melonjak ke atas kepala aku.
“Jika kau ingin terus mengucapkan omong kosong, lepaskan aku. Aku akan pergi sendiri.”
Setelah melafalkannya dengan dingin, aku memutar tanganku yang tertangkap dengan kesal. Dia berteriak tergesa-gesa dengan wajah kebingungan.
“Pokoknya kau jangan dekat-dekat dia lagi!”
“Kau ini masih juga…”
“Oh, oke. Ayo pergi, Ayo! Kenapa sih harus marah-marah… ”
Dia mendahuluiku sambil mengeluh seolah-olah akulah pihak yang pemarah disini.
'Kau pikir siapa yang mulai lebih dulu?!'
Kepalaku tiba-tiba dipenuhi dengan kata-kata umpatan yang tidak bisa tersampaikan, karena aku masih merasakan tatapan mata tajam di belakang kepalaku. Sambil mengikuti Rennald yang menyeret sebelah tanganku, aku menoleh ke belakang.
Vuinter, yang masih berdiri di sana dan menatapku, mengepakkan bibirnya saat mata kami bertemu.
“… Aku menantikan jawabanmu, Nona.”
Aku terkejut dengan kegigihannya.
Saat aku menatapnya dengan mata besar.
Tiba-tiba, langkahku terhenti tajam dan terdengar suara keras dari depan.
"Oh ayolah! Tidak akan ada jawaban, jadi jangan buang waktumu untuk…!”
"Tidak, itu tidak perlu."
Aku buru-buru memotong kata-kata Rennald dan memberi jawaban dengan mulutku sendiri. Untung saja mulut yang gigih itu tertutup, mungkin karena kata-kata penolakan dariku.
"Aku sudah memberi tahu serikat informasi bahwa aku tidak memerlukan jawaban balasan."
Aku tertawa canggung, menertawakan apa yang aku katakan padanya sebelumnya. Ketika memakai topeng, aku bahkan tidak bisa tersenyum. Saat aku berpikir sambil melihat pupil biru yang bergetar sekali lagi…
[Minat 26%]
Seperti sebelumnya, minatnya meningkat setelah penolakan tegasku.
Saat itulah aku diseret keluar dari aula penjamuan oleh Rennald.
"Nona!"
“Penelope!”
Emily dan Duke, yang dengan gugup berdiri di dekat pintu masuk, melihatku dan berlari dengan gembira.
“Apa Nona baik-baik saja?”
“Apakah kamu terluka? Hah?"
Mereka bergantian melihat tubuhku.
Aku menjawab dengan tatapan bingung pada keramahan yang tak terduga.
"Aku baik-baik saja. Aku tidak terluka sama sekali."
“Ayah tidak perlu khawatir. Ayah tidak lihat saja bagaimana gadis ini menyapu … "
Rennald, yang mencoba menyindir seolah kebiasaan, segera menutup mulutnya saat melihat Duke memelototinya.
Ekspresi cemberutnya yang tidak puas sedikit menarik untuk dilihat.
Aku menoleh dan menatap Duke lagi.
“Apakah ayah baik-baik saja? Bagaimana dengan Emily? ”
"Ayah harus mampir ke cabana di tengah pesta, jadi untungnya ayah menghindari kekacauan itu."
“Saya juga baik-baik saja, berkat tugas dari Nona!”
"Terima kasih Tuhan. Bagaimana dengan kakak pertama?”
Dia pergi untuk menginterogasi para penjahat bersama Putra Mahkota.
Aku tidak terlalu peduli kemana dia pergi, tapi bertanya demi kesopanan.
“Ayah senang kamu tidak terluka. Tahukah kamu betapa terkejutnya ayahmu ini ketika mendengar beritanya?”
Duke memberiku jawaban mantap dan menatapku dengan tatapan khawatir.
To be continued