35. Menolong sesama teman.

3K 364 8
                                    

Fita menghentikan langkahnya. Kakinya sudah tidak kuat lagi untuk berjalan, namun Zidan terus saja menariknya untuk berjalan mencari sahabatnya. Zidan menoleh ke arah Fita yang sedang memegangi kepalanya. Ia yakin kalau Fita sedang pusing saat ini.

“Biar gue gendong ya, gue nggak tega lihat lo yang jalan sempoyongan kayak gitu,” ucap Zidan berjongkok di hadapan Fita.

“Nggak Dan, gue bisa sendiri kok. Lagian cuman pusing sedikit aja.” Tolak Fita berjalan mendahului Zidan, namun Zidan menarik tangannya sehingga Fita terjatuh ke belakang.

“Nggak ada bantahan!” tegas Zidan membopong tubuh Fita.

Entah kenapa jantung Fita berdebar tak karuan. Ia memandangi wajah Zidan tanpa berkedip. Fita mengerjap-ngerjapkan matanya agar tersadar dari lamunannya. Ia mefokuskan pandangannya kepada pepohonan yang ia lewati.

Zidan menundukkan kepalanya melihat apa yang Fita lakukan. Ia terkekeh kecil melihat Fita yang mengerucutkan bibirnya.

Gemes banget deh Fit.

Fita merasakan ada yang memperhatikannya pun mendongakkan kepalanya menatap Zidan. “Lo ngapain lihatin gue sih.”

Zidan membuang muka, ia berjalan kembali dan memilih memandangi jalanan. “Nggak kok, gue cuma lihat lo tidur atau nggak.”

Fita mengangguk mengiyakan. Lalu mereka mencari Nando dan Selly dengan Fita yang digendong oleh Zidan.

“Masih jauh nggak sih?” tanya Fita memegangi pundak Zidan erat.

Zidan menggelengkan kepalanya tidak tahu. “Gue juga nggak tau, kan petanya juga hilang. Tapi feeling gue mengatakan kalau Selly dan Nando ada di perumahan angker yang terdapat dokter hutan. Gue nggak tau pasti, tapi kata bisikan-bisikan arwah disini memang iya kalau Selly sama Nando ada yang bantuin.”

Fita cengo mendengarkan penuturan kata Zidan. Ia hanya bisa mengangguk mengiyakan tanpa mengerti apa yang telah Zidan bicarakan.

****

Di ruangan yang sunyi. Terdapat seseorang laki-laki dan seorang perempuan yang menatap bintang bersama-sama. Mereka tertawa terbahak-bahak sampai lupa kalau seorang perempuan itu harus pulang ke rumahnya.

“Bintangnya indah!”

“Kaya kamu kan.”

Mereka menikmati keindahan malam bersama. Saat kania akan pergi, tiba-tiba laki-laki itu menarik tangannya sehingga dia jatuh ke pelukannya.

“Mau kemana kan?”

“Pulang lah.”

Hanan melepaskan pelukannya. Ia menatap Kania lekat. “Loh kok pulang sih, kan aku belum cerita sama kamu selama aku pacaran sama kamu.”

“Emmm, emang kamu mau cerita apa?”

Hanan menggenggam tangan Kania erat. “Aku bahagia punya kamu kan, kamu orang bikin aku jatuh cinta sejatuh-jatuhnya.”

Kania tersenyum dan memeluk tubuh Hanan kuat. “Aku juga sangat bahagia bisa punya kamu Han, tapi kalau aku pergi apa kamu rela?”

Hanan menggelengkan kepalanya. “Pergi? Emang kamu mau pergi ke mana?”

Kania tidak menjawab. Ia malah mencium pipi Hanan sekilas dan berjalan mundur ke arah cahaya yang berada di belakangnya.

Lorong Kematian [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang