Mereka semua meninggalkan Gua Atra dengan tergesa-gesa. Mbah Matora juga ikut mengantarkan mereka hingga sampai pedesaan. Bagaimana ini? Mereka harus sampai pada jam dua belasp0 malam. Sedangkan mereka hanya mempunyai waktu satu hari, satu malam hari ini saja. Selly pun tidak yakin kalau dirinya bisa sampai dengan tepat waktu kesana.
"Sell! Cepat. Kita tidak ada waktu lagi!" teriak Zidan yang berlari duluan.
Saat ia melewati hutan. Tiba-tiba ada seorang yang tidak sengaja ia tabrak.
Brukh.
"Sorry, Aku buru-buru.... HANAN!" Selly kaget karena bertemu Hanan di dekat danau. Refleks teman-temannya pun berhenti karena mendengar teriakan Selly yang menggelegar.
Mereka semua pun kaget dan menghampirinya. Zidan memeluk sahabatnya erat. "Ya ampun Nan, gue kira lo mati! Dan kenapa lo ada di sini? Lo pake baju siapa?"
Hanan melirik Mia yang sedang membawa cucian. "Dia yang nolongin gue. Btw kalian kok buru-buru?"
Selly menyelidiki Mia, kenapa sangat mirip sekali dengan sahabatnya Kania. Namun ia menggelengkan kepalanya karena yang terpenting sekarang adalah lorong kematian.
"Nan, kamu harus pulang sekarang ke Jakarta. Lorong itu, lorong itu akan abadi selama-lamanya kalau kita nggak ngehancurinnya malam ini," ujar Selly menaiki perahu diikuti oleh semua teman-temannya.
Hanan yang terkejut pun hanya diam. "Lo beneran?"
Semua teman-temannya mengangguk. Termasuk Mbah Matora yang sudah berada di perahu itu. Hanan menarik tangan Mia agar ikut dengannya.
"Mia. Lo ikut gue sampai ke pedesaan ya!"
Mia mengangguk. "Iya, tapi aku bawa cucian ini. Gimana dong?"
Hanan mengangkat cucian Mia. "Nggak papa, bawa aja. Ohh iya, kiranya kita bakalan sampai tepat waktu nggak kesananya?"
Selly menggelengkan kepalanya tidak tahu. "Kita belum tahu pasti. Tapi intinya kita harus segera ke Jakarta untuk hancurin lorong itu sama-sama."
Mereka semua mendayung perahu yang kecil itu, sehingga perahunya sudah beberapa kali oleng karena tidak seimbang. Selly terus saja berdo'a agar dirinya selamat dari panjangnya danau Atra.
Hari mulai gelap. Dan mereka hanya mempunyai waktu satu hari, beberapa kali Zidan menelpon Papahnya menggunakan erloji pribadinya, namun Geno tetap saja tidak menjawab panggilannya itu.
*****
Monica tertawa keras. Sehingga suaranya menggema di seluruh penjuru ruangan yang menyebabkan tembok-tembok di dinding retak karenanya. Ia memainkan kalung liontin dengan tawa yang menyeramkan.
"Ha-ha-ha! Aku akan mendapatkan apa yang kamu inginkan. Kekayaan, kebahagiaan, rumah dan segalanya akan menjadi milikku hi-hi-hi!" Monica menyandarkan tubuhnya di dekat sofa.
Ia melihat tubuh Cleo yang di penuhi darah karena tadi ia sedang menyiksa suaminya sendiri. Bilang saja Monica sekarang sedang gila karena harta. Berniat pada malam ini ia akan segera mengabadikan Lorong Kematian dan tumbal terakhirnya adalah Cleo. Suaminya sendiri.
Samar-samar Cleo mendengarkan tawaan Monica yang begitu menyeramkan. Ia tidak mati ataupun pingsan. Hanya saja dia lelah karena terus memberontak sedari kemarin. Monica mengitari tubuh Cleo lalu memegangi dagunya.
"Ouhh sayang, kamu akan mati malam ini. Aku mau pamit untuk belanja sebentar. Setelah itu, aku akan kembali dan membawa kamu untuk arwah-arwah di lorong Gardenia ha-ha-ha," Monica langsung meninggalkan Cleo yang bungkam seribu bahasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lorong Kematian [TERBIT]
Terror[FOLLOW TERLEBIH DAHULU!] Sekolah SMA GARDENIA. terkenal dengan sekolah angker, karena terdapat lorong yang panjang di ujung toilet perempuan, sekolah yang dulunya ramai dengan siswa-siswi, sekarang lenyap bagaikan sekolah tak berpenghuni. Banyak or...