Di jalanan yang sepi, langkah kaki Selly terpijak. Entah mau kemana tujuannya, ia masih linglung berjalan sempoyongan. Alih-alih ia mendengar jeritan seseorang yang tentu tidak ia kenali sang pemilik suara tersebut dari mana asalnya.
Suara yang nyaring, angin berhembus, kilatan petir yang menyambar. Anehnya, tidak ada tanda-tanda hujan akan turun ke bumi. Selly mendefinisikan dirinya saat ini berada di alam yang berbeda.
Raganya terasa seperti kerupuk, terombang-ambing mengikuti arahan angin yang membawanya entah kemana. Telinganya berdenging, situasi dalam bahaya.
"Tolong, siapapun disana. Keluarlah!" teriak Selly tanpa ada respon apapun.
Langkah kaki Selly berhenti, kala angin yang membawanya ke dasar lautan. Selly bergeming, tidak ada jawaban pasti untuk dirinya yang tiba-tiba berada di dasar laut.
"Apa ini maksudnya?" Dalam benak Selly bertanya-tanya.
Ayolah, apakah dirinya sedang bermimpi? Lantas mengapa seluruh tubuhnya terasa nyata saat di gerakkan. Suara nyaring yang ia dengar beberapa saat yang lalu menghilang, entah kemana.
Selly berpikir keras. Hingga tiba-tiba ia merasakan sesuatu. Sebuah tangan yang menepuk bahunya tanpa permisi. Ingin berbalik, tapi rasa takut menguasai dirinya.
"Jangan kemana-mana. Aku Mawar, Nenekmu."
Selly menghela napas, lega. Akan tetapi tidak semudah itu untuk Selly berdiri dengan tenang. Ia berbalik, menatap Mawar yang tersenyum hangat ke arahnya.
"Wajahmu berbeda. Tampak bercahaya dan indah untuk di pandang." Sebuah pujian terlontar dari bibir tipisnya. Selly berdecak kagum, baru kali ini ia melihat wajah Mawar yang sesungguhnya.
Senyuman tipis terukir di bibirnya. "Berkat kamu, Sell. Berkat kamu yang sudah menghapuskan jejak lorong kematian."
Selly tercengang. "Benarkah?"
Mawar mengangguk, menaburkan bunga mawar berwarna merah di pinggiran air laut. Selly mengikutinya dari belakang, tanpa berniat meminta sepucuk bunga mawar yang di bawanya.
"Tiga tahun kian berlalu. Aku bersyukur bisa kembali ke tempat asalku." Mawar menatap bulan yang tampak terang-benderang. "Bulan purnama yang aku dambakan, kini telah hilang dari bayang-bayang."
Selly mengikuti arah pandang Mawar. "Bulannya tampak indah, tapi tidak seindah apa yang aku lihat saat ini."
"Mengapa begitu?" tanya Mawar mengalihkan pandangannya.
"Aku tidak tahu, bulannya terlihat buram di mataku. Tapi sedetik kemudian terang kembali."
Mawar terdiam membisu. "Pandanglah bulan saat ini yang menemani jejak langkahmu, membawa dirimu hingga bertemu denganku."
Selly tidak mengerti arah pembicaraan Mawar saat ini. Entah nyata atau tidak, Selly merasa ada yang aneh dalam dirinya.
"Bagaimana bisa aku bertemu denganmu disini? Padahal kita mempunyai alam yang berbeda?"
Hening. Tidak ada jawaban dari pertanyaan Selly saat ini. Mawar menaburkan kepingan bunganya kembali. Menerawang ombak laut yang membasahi kaki jenjangnya.
"Atas izin Tuhan Yang Maha Esa, suatu hal yang tidak mungkin akan menjadi mungkin. Andai kata ombak yang pergi pasti akan kembali sesuai dengan ketetapan yang telah Tuhan garis bawahi."
"Aku tidak bijak menebak kata-kata ilmiah. Tolong jelaskan dengan jelas, aku tidak suka bertele-tele," kata Selly mulai kesal dengan penuturan kata dari Mawar.
Bukannya menjawab Mawar malah berbalik arah, membuat Selly melotot, tidak terima. "Hey! Kau mau kemana? Kau belum memberikanku jawaban yang tepat."
Mawar berbalik arah, tersenyum tipis ke arah Selly. "Nikmati alur takdirnya. Aku tidak bisa menjawab isi pertanyaanmu, tapi takdirmu yang akan menjawabnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lorong Kematian [TERBIT]
Horror[FOLLOW TERLEBIH DAHULU!] Sekolah SMA GARDENIA. terkenal dengan sekolah angker, karena terdapat lorong yang panjang di ujung toilet perempuan, sekolah yang dulunya ramai dengan siswa-siswi, sekarang lenyap bagaikan sekolah tak berpenghuni. Banyak or...