42. Atha Malang, Darel Senang

105 7 4
                                    

Selamat membaca!

***

Semalaman Tasya merasa suntuk dan kesal bukan main, karena Atha yang tiba-tiba pergi dari acara promnight begitu saja.

Walaupun Bagas menemaninya bahkan sampai mengantarkannya pulang walaupun dengan mobil masing-masing, tapi semua itu tidak membuat dirinya puas. Yang ia inginkan hanyalah Atha, ia berdandan secantik malam itu juga untuk Atha. Untuk apa dirinya persiapan lama jika pada akhirnya Atha malah menghilang dari sisinya?

Setelah pulang dari acara promnight, Tasya selalu memberenggut. Bahkan sapaan papanya yang masih bekerja di rumah pada malam hari, diabaikan gadis itu saking kesalnya.

Ponsel Tasya berdering tanda ada telepon masuk, ia segera meraih dan mengangkat panggilan itu.

"Hallo? Tumben lo telepon gue malam-malam, Din?" ujarnya sedikit meremehkan. Bagaimana tidak? Semenjak perpecahannya dengan Thalia, cowok itu bahkan enggan berdekatan dengannya lagi.

"Kalau bukan karena Ara gue nggak akan hubungi lo!" ujar Dino dengan ketus dari seberang sana.

Tasya mengernyitkan dahi, jantungnya berdegup lebih cepat saat Dino menyebutkan nama itu. Tha-Thalia, bagaimana dia?

"Kenapa?"

"Dia tanya lo baik-baik aja apa nggak?"

Senyum smirk tercetak di wajahnya. Walaupun ia yakin, Dino tidak akan bisa melihatnya. "Emang gue kenapa?"

Dino berdecak dari seberang sana, "Ck! Gue heran sama lo, ditanya malah balik tanya. Beruntung banget Ara masih mau temenan sama lo setelah apa yang udah lo perbuat sama dia."

Sejenak Tasya terdiam. "Alah udah deh! Kalau nggak ada yang penting mendingan gue tutup teleponnya. Jangan sampe malam indah gue ini keganggu sama lo. Bye!"

Segera Tasya memutuskan sepihak panggilan itu. Ia tidak perduli jika di sana Dino akan mengamuk padanya.

"Ara yang malang ... maafin sahabat lo ini, ya."

***

"Gimana, Din? Tasya nggak apa-apa, 'kan?" tanya Thalia begitu melihat raut wajah kesal milik Dino setelah ia menyuruh cowok itu untuk menelepon Tasya.

Kepala Dino tergeleng. Lalu ia duduk tepat di samping ranjang pasien yang ditempati Thalia. "Ra, sekarang lo cerita sama gue! Apa yang sebenarnya terjadi? Tante Gina bilang, lo berangkat ke sekolah bareng Tasya, dan lo malah berakhir di sini."

Saat Dino berkata, telunjuk Thalia terus berdiam di depan mulutnya, tanda jika Dino tidak boleh berbicara terlalu keras. Untuk mengatakan semuanya, itu tidak mudah. Thalia tidak mungkin memberitahu pada semua orang tentang kejadian yang menimpanya sekarang.

"Udahlah, Din. Lain kali gue cerita. Sekarang udah lewat tengah malam. Alif aja udah ketiduran tuh di sofa," kilah Thalia.

"Nggak bisa, Ra! Lo mesti cerita sekarang!" paksa Dino.

Mata Thalia melirik ke arah Alif dan ke dua orang tuanya yang terlelap di sofa. Mungkin ia memang harus menceritakan semuanya pada Dino. Karena untuk saat ini, hanya cowok itu yang begitu memihak dan dapat Thalia percaya.

"Din, janji dulu, kalo lo nggak bakalan emosi, atau pun ngelakuin hal yang bisa bikin gue nggak akan pernah percaya lagi sama lo!"

Dino menganggukkan kepala dengan tidak sabar. "Iya, iya, gue janji!"

Comblang! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang