5. Sahabat Atau Lebih?

267 60 30
                                    


Karena ngeliat lo kesel itu, kebahagiaan tersendiri buat gue. Bilang aja, gue bahagia diatas kekesalan lo. Tapi, gue nggak akan bahagia diatas kesedihan lo.

—Bukan Atha Halilintar

***


Thalia melangkahkan kakinya menuju keluar mesjid. Ia menghampiri tempat, di mana sepatunya diletakan tadi. Ia kesal, sungguh. Sangat kesal! Itu semua gara-gara Atha. Kenapa sih? Atha selalu saja mengubah mood baiknya menjadi mood buruk. Sungguh tidak elite sama sekali.

Thalia mengeluarkan tangisnya. Ia sudah tak kuat untuk terus menahannya. Perlahan suara tangisannya terdengar, walaupun tidak mencapai jarak dua puluh lima meter. Tapi suara tangis Thalia mampu terdengar sampai kedalam mesjid dan salah satunya dapat terdengar oleh Atha.

"Ra? Lo kenapa nangis?" tanya seseorang, tepat di belakang punggung Thalia yang sedang memasangkan sepatu di kakinya.

Thalia hanya mengggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Tanpa ia menoleh pun, dirinya sudah mengetahui. Suara siapa itu.

"Iya Ra, lo kenapa nangis? Lo keinget lagi sama Ayah lo ya?" tanya Alif.

Yah, seseorang tersebut adalah Dino dan Alif. Pertanyaan Alif membuat Thalia menegakkan punggungnya, kemudian ia menengok ke arah belakang, tepat ke arah Dino dan Alif.

"Nggak kok. Gue cuma lagi kesel aja," jawab Thalia dengan suara serak. Khas orang selesai menangis, kemudian dengan cepat ia menghapus jejak air mata yang tertinggal di pipinya.

Thalia berdiri setelah selesai memakai sepatunya. Kemudian ia menghadap ke arah Alif dan Dino, "Kalo gitu, gue ke kelas duluan ya!" pamit Thalia. Setelah itu ia benar-benar pergi dari hadapan Dino dan Alif.

***

Atha merasa bersalah telah membuat Thalia kesal. Tapi 'kan, niat awalnya hanya ingin meminta maaf, bukan membuat ia kesal. Atha menghela nafasnya, saat ia hendak melangkahkan kakinya keluar mesjid lewat pintu samping, matanya tak sengaja memandang Thalia yang sedang memasang sepatu di kakinya dengan tubuh bergetar, seperti orang yang sedang menangis, dan itu lagi-lagi membuat Atha semakin merasa bersalah.

Sebenarnya, keperluan Atha pada Thalia bukan hanya sekedar untuk meminta maaf atas kejadian di depan gerbang kemarin. Melainkan ia juga ingin agar Thalia menjadi guru lesnya selama beberapa bulan ke depan nanti. Karena kurang dari satu semester lagi ia akan melaksanakan ujian kelulusan.

Tunggu ... jangan salah paham dulu! Ini bukan keinginan Atha melainkan keinginan Papanya sendiri.

Atha sangat ingin menghampiri Thalia. Namun niatnya ia urungkan, saat Atha mendapatkan dua orang lelaki yang juga ikut menghampiri Thalia. Ia bersembunyi di balik tembok. Otaknya berkata untuk pergi menghiraukan mereka bertiga, namun hati dan tubuhnya tidak merespon seperti itu. Malah memilih untuk diam, tetap menyimak di balik sana.

"Ra? Lo kenapa dah nangis?" tanya lelaki yang ada di sebelah kanan Thalia.

"Iya Ra, lo kenapa nangis? Lo keinget lagi sama Ayah lo ya?" tanya lelaki satunya lagi yang berada di sebelah kiri Thalia.

Comblang! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang