Sangat cepat Atha bersiap untuk segera pergi ke coffee shop dan bertemu Thalia di sana. Dirinya akan mentraktir gadis itu untuk makan cake sepuasnya. Ya ... tentu ia tidak lupa, jika kafe itu milik Ayahnya Thalia. Tapi tetap saja, niatnya untuk mentraktir sangat besar. Ia juga akan tetap membayarnya walaupun Om Darwin menolaknya.
"Atha? Sendirian saja?" pucuk dicinta, ulam pun tiba. Om Darwin menyapanya.
Atha tersenyum dan berjabat tangan dengan laki-laki itu. "Nunggu Thalia, Om."
Hanya anggukkan yang didapat oleh Atha. Kemudian laki-laki itu hendak melanjutkan langkahnya setelah meminta Atha agar sedikit sabar dalam menunggu Thalia tiba. Tapi sebelum itu ia kembali mundur dan berkata, "Om ucapkan banyak terima kasih. Karena kamu, Om bisa ketemu gadis kecil Om lagi."
Atha yang mendengarnya tersenyum kecil. "Gadis kecil yang cantik," gumamnya.
"Tentu dia cantik. Kamu mau saya jodohkan dengan dia?" tanya Om Darwin, membuat Atha yang mendengarnya tertawa kaku dan salah tingkah.
"Ah, Om apaan! Iya sama-sama, Om."
Laki-laki separuh baya itu ikut tertawa dan menganggukkan kepala. Sampai akhirnya ia pergi ke ruangannya. Sedangkan Atha hanya mampu mengembuskan napasnya. Ia sangat gugup sekali ditanya demikian. Tapi, untuk apa ia merasa gugup?
"Kenapa?"
"HAH?"
Thalia yang datang dengan tiba-tiba, mengagetkan Atha yang sedang berperang dengan pikirannya sendiri.
"Kenapa sih?" tanya Thalia saat melihat kegugupan di wajah Atha. "Lo nggak bawa alat tulis?"
Atha hanya mengubah ekspresi gugupnya dengan sebuah cengiran. Loh, niat awalnya memang untuk mengajak Thalia makan. Bukan untuk belajar. Lagipula Papa Atha sudah menyetujui untuk tidak melakukan pembelajaran lagi. Jadi Atha pikir, sekarang waktunya menghabiskan waktu dengan Thalia.
"Gue juga nggak bawa," ujar Thalia lesu. Dirinya pikir Atha akan membawanya sendiri. "Kita harus tetep belajar, Tha. Ujian tinggal beberapa hari lagi. Kalo sampe nggak lulus ... gue ... gue ngerasa bersalah sama Papa lo."
Atha tertawa. Matanya menatap lurus tepat pada mata gadis di depannya. Sedangkan Thalia hanya menahan napas saat dirasa wajah cowok itu semakin maju hingga dekat dengan wajahnya.
"Harusnya lo nggak perlu ngerasa bersalah. Itu udah jadi keputusan gue sama dia," ucapnya pelan. Membuat Thalia dengan cepat memundurkan wajahnya. Ia bergidik ngeri jika melihat ekspresi wajah Atha seperti tadi. Cowok itu terlihat menyeramkan.
Akhirnya Thalia hanya mengangguk dan mengikuti kemauan Atha untuk mengakhiri bimbel sampai sini saja. Sekarang di atas meja sudah tersedia berbagai macam cake dan minuman yang kedua manusia itu pesan. Di saat matanya berbinar akan kelezatan kue di hadapannya, otak gadis itu berpikir, ia ingin segera menuntaskan misinya bersama Tasya. Masa ia selama beberapa minggu ini tidak ada hasilnya sama sekali? Yang benar saja! Pokoknya kali ini ia harus berhasil. Harus!
"Eum ... Atha? Ada kemungkinan nggak sih, kalo cewek yang lagi lo sukai sekarang itu adalah Tasya?" tanya Thalia ragu-ragu.
Atha yang semula hendak menyantap cake ke dalam mulutnya, niat itu ia urungkan saat mendengar pertanyaan Thalia, "Kenapa lo ngebet banget deketin gue sama Tasya?"
Mendengar pertanyaan itu Thalia terdiam dan membungkam rapat-rapat mulutnya. Hingga ia mendengar suara kekehan Atha dan membuat cewek itu menjadi kesal. Atha itu tipe cowok yang nggak bisa konsisten sama ekspresinya. Nggak lama serius, langsung ngajak ribut lagi.
"Lo ... tau?"
Menyender pada punggung kursi, itu yang Atha lakukan. Tangannya bersedekap menatap Thalia. "Tanpa lo ngasih tau pun gue udah tau. Kentara banget. Lo kaya takut dekat sama gue pas ada Tasya. Padahal ya ... enjoy aja. Lagi jadi Mak comblang ceritanya, hah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Comblang!
Teen FictionMenurut Thalia apa yang dialaminya saat ini lebih dari sekedar friendzone. Menyatukan sahabatnya dengan Kakak kelas yang jelas-jelas dihindarinya. Berlagak seperti Mak comblang profesional. Ini bukan Thalia sekali, Dude. Jadi, mampukah Thalia menya...