Pagi ini Thalia berangkat ke sekolah dengan keadaan lesu juga tidak bersemangat. Bagaimana tidak? Semalaman ia diteror dengan berbagai macam pesan yang berasal dari Tasya. Mulai dari menawarkan misi pertama sampai mengatur ini dan itu.Tentu saja semua itu membuat Thalia kesal. Jika hanya membantu Tasya dekat dengan Atha, oke, itu masih bisa ia lakukan. Tetapi menyatukan mereka dan berlagak seperti Mak Comblang? Thalia rasa dirinya tidak akan bisa. Mengingat dirinya bukanlah Tuhan yang dapat melakukan segalanya.
Thalia berjalan menyusuri koridor kelas XI, setelah sebelumnya ia menaiki tangga untuk menuju ke sini. Terlihat koridor yang masih nampak sepi karena nyatanya, pagi ini Thalia kembali menjadi murid yang datang lebih awal
"Woy, Ra!" seseorang menepuk pundak dan menyapa Thalia dengan cara mengagetkannya dari arah belakang. Please, this still morning.
Thalia menatap ke arah kanan, terlihatlah Dino dengan wajah santai-santai sedikit songong milik nya itu. Dengan tiba-tiba Thalia mengernyitkan dahinya, membuat Dino penasaran, "Liat apaan sih?" Dino menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.
"Alif kemana? Nggak sekolah dia?" tanya Thalia, baru kemudian Dino mengangguk, ternyata Thalia mencari sosok Alif, dia kira ada apa.
Dino menunjuk ke arah kiri Thalia dengan dagunya. Berusaha memberi tahukan sesuatu. Dengan tanpa ragu Thalia segera mengalihkan pandangannya ke arah kiri, dan terlihatlah Alif yang sedang berdiri di sampingnya disertai senyuman hangat, khas yang ia miliki.
Entah hanya Thalia yang merasa atau bagaimana, namun Thalia rasa Alif hanya memberikan senyuman itu padanya, tidak bagi orang lain.
"Pagi, Ra!" sapa Alif.
Dino memutarkan bola matanya, sudah biasa pikirnya, jika Alif selalu malu-malu tai kucing jika di depan Thalia. Ia akan berubah kalem dan bersikap seolah-olah ia hanya menjadi seorang pengamat. Padahal aslinya, Alif sering sekali berbicara panjang lebar, ini dan itu perihal kelakuan Thalia di sekolah tadi, kemarin bahkan seminggu yang lalu pun ia ingat dan ceritakan kembali pada Dino. Dan Dino hanya mampu menjadi pendengar yang baik tanpa memberikan sebuah saran, karena percuma Alif tak akan menerima satu saran pun.
Mendengar sapaan dari Alif, Thalia hanya mengangguk, "Pagi juga." Lalu tatapan Thalia jatuh pada sebuah benda yang sedang di pegang oleh Alif, "Majalah lo, baru lagi ya?" tanya Thalia menanyakan perihal majalah bobo yang sedang dipegang oleh Alif.
Alif mengikuti arah pandangan Thalia, "O-oh, iya. Eh, nggak," ujar Alif gugup. Bukannya balas menatap Thalia, Alif malah menatap pada Dino, yang balas menatapnya dengan bodo amat.
Dino sebenarnya mengerti, arti dari tatapan Alif, yaitu; meminta tolong. Dengan sekuat tenaga Dino menahan tawanya, ia yakin sekarang Alif sedang menahan rasa deg-degan dalam hatinya.
Mampus, batin Dino seraya menatap balik Alif. Kemudian dia mengangkat bahunya, seolah tak peduli. Lalu ia pun berjalan menuju kelas, menjauhi Alif dan Thalia berdua.
Thalia menatap ke arah Dino yang berjalan menjauh, tapi ia menatap ke arah Alif kembali, "Jadi yang bener itu, yang mana? Iya atau nggak?" tanya Thalia saat mendengar jawaban tak pasti dari Alif tadi.
Dengan cepat Alif menggelengkan kepalanya, "N-nggak. Ini bukan punya gue, majalah ini gue pinjem dari perpus."
Thalia yang menangkap rasa gugup Alif, seketika ingin tertawa namun ia tahan, "Oh," tanggap Thalia atas penjelasan rinci dari Alif, kemudian Thalia menepuk pelan bahu Alif, "Lif, kalo ngomong sama gue biasa aja. Nggak usah gugup, gue tau lo terpesona sama gue," canda Thalia, lalu ia pergi menyusul Dino.
Alif mematung di pijakannya saat ini, menatap ke arah Thalia yang tengah berlari.
Mungkin, menurut Thalia perkataannya tadi hanya sebuah gurauan semata. Tapi tidak bagi Alif sendiri. Ada perasaan tak karuan dalam hatinya. Ia takut, jika suatu saat Thalia mengetahui yang sebenarnya. Entah bagaimana reaksi Thalia nantinya, Alif hanya takut jika ia akan mendapatkan sebuah 'penolakan' dari Thalia, bukannya sebuah 'penerimaan'.
***
Baru saja Thalia hendak memasuki ruang kelas, namun seseorang kembali menepuk bahunya, membuat Thalia membalikkan badan. Dan ternyata, sosok Atha sekarang sudah berdiri, berhadapan dengannya, dengan menampilkan senyuman.Thalia mengernyitkan dahinya, "Kenapa ya, Kak?" tanya Thalia biasa saja, seolah dirinya tak mengenal Atha sama sekali. Namun berbeda dengan hatinya yang merasa tak nyaman dan juga gelisah, ia terus kepikiran permintaan nyeleweng dari Tasya.
Atha yang ditanya semakin mengembangkan senyumannya, "Semalam Tasya main ke rumah gu-"
"To the point aja, Kak!" decak Thalia yang merasa bahwa Atha terlalu bertele-tele dalam berbicara.
Atha menganggukan kepalanya, "Tasya bilang, lo mau jadi guru bimbel gue, tapi lo malu ngomong sama gue."
What the fuck! Kedua mata Thalia melebar, ia semakin tak habis pikir dengan tindakan yang dilakukan Tasya padanya. Mulutnya hendak terbuka untuk menjawab perkataan Atha, namun ia urungkan saat melihat Tasya tepat berada di belakang Atha.
"Iya Kak, Ara itu baik sebenernya, tapi ya gitu. Dia pemalu," Ucap Tasya dengan tiba-tiba, saat ia sudah berada di samping Atha. Membuat Atha menoleh padanya saat itu juga.
"Pemalu? Tapi gue rasa, dia nggak pernah nampakin sifatnya yang itu," pikir Atha.
Thalia sudah tak bisa menahan agar bibirnya terus terkatup rapat. Ia sangat ingin menjawab semua perkataan dua makhluk dihadapannya ini. Namun semua itu ia urungkan saat Thalia melihat gurat memohon dari Tasya. Daripada menambah masalah, ia segera membalikan badannya dan berlalu masuk ke kelas, meninggalkan Atha yang masih menatapnya bersama dengan Tasya yang berada di samping Atha.
Tasya tentu saja terkejut dengan Thalia yang tiba-tiba malah berjalan menuju kelas tanpa menyelesaikan pembicaraan nya dengan Atha.
"Loh, Ara? Kak Atha belum selesai ngomongnya!" teriak Tasya saat melihat Thalia malah acuh dan tetap berjalan menuju kursi nya. Tasya segera melirik Atha dengan tak enak, "Kak, maafin kelakuan Ara, ya. Dia emang kaya gitu anaknya."
Atha melihat ke arah Tasya, ia tersenyum dan tampak tak mempermasalahkan atas sikap Thalia tadi padanya. "Nggak apa-apa. Lo jangan lupa bilang ke Thalia, apa yang udah gue sampein ke lo kemaren ya."
"Iya Kak, siap! Nanti biar gue bilangin ke Ara. Kalo gitu, gue masuk dulu," Pamit Tasya pada Atha.
Atha pun mengangguk, setelah itu mereka masuk ke kelasnya masing-masing.
***
Terhitung dari kapan ya aku nggak update 'COMBLANG!' rasa-rasanya lama. Hehe, mohon maaf ya.
Kemarin keasikan liburan, eh, sekarang malah sibuk sama kegiatan belajar lagi. Maklumlah, masih pelajar. Wkwk...Dan, sebelum baca part selanjutnya. Ada baiknya kalo kalian vote dan comment cerita aku ini :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Comblang!
Teen FictionMenurut Thalia apa yang dialaminya saat ini lebih dari sekedar friendzone. Menyatukan sahabatnya dengan Kakak kelas yang jelas-jelas dihindarinya. Berlagak seperti Mak comblang profesional. Ini bukan Thalia sekali, Dude. Jadi, mampukah Thalia menya...