Di sebuah rumah yang cukup besar, di kawasan perumahan yang terbilang elit itu, Atha tengah menatap ke arah balkon kamarnya. Perlahan namun pasti, dia malah berjalan menuju balkon kamarnya tersebut. Terdengar hembusan napas yang begitu keras, mungkin saking besar masalah yang dia miliki.
"Gimana caranya, supaya Thalia itu bisa jadi guru bimbel gue?" tanyanya pada diri sendiri. "Tuh anak emang susah banget buat gue deketin." Atha menghentakan kepalanya, gemas sendiri saat mengingat tingkah laku Thalia.
Tangannya bertumpu pada pagar balkon yang ada di kamarnya itu. Seketika pikirannya melayang, ia memikirkan cara apa lagi untuk mendekati Thalia dan membuat gadis itu masuk ke dalam bujukannya.
Thalia merupakan tipe gadis yang sangat sulit di dekati oleh Atha, namun jika Atha perhatikan dari keseharian yang dilakukan Thalia, gadis itu terlihat mudah sekali dekat dengan siapa saja. Thalia akan membuka diri selebar-lebarnya jika ada murid yang tak ia kenal memberinya sapaan. Jika bukan karena Papanya, Atha tak ingin bersusah payah untuk mendekati seorang Ara Thalia Anastasha.
Nama yang ribet! begitu pikir Atha saat ia mengingat nama lengkap Thalia.
Sebenarnya Atha adalah anak pertama yang masih hobi bermanja-ria pada Mamanya. Namun Ayah Atha ingin menghilangkan semua sikap kekanakannya itu. Maka dari itu, Papa Atha memutuskan untuk menyerahkan hak asuh Atha pada Neneknya. Jadilah Atha tinggal bersama dan diasuh oleh Neneknya sejak pertama kali masuk SMA.
Namun bukannya bertambah mandiri, Atha malah semakin bebas. Pergaulannya yang kadang tak terkendali. Pantas saja, ternyata Neneknya Atha malah membebaskan pergaulan cucunya itu. Membuat nilai prestasi Atha turun saat ia mulai bersekolah di yayasan milik Papanya. Akhirnya Papa Atha kembali mengambil alih hak asuh tersebut.
Selama Atha tinggal kembali bersama Papanya, ia mulai belajar membatasi pergaulan. Namun beberapa kali Atha selalu melanggarnya, dan selalu mendapat teguran dari sang Papa maupun Mamanya.
Papa Atha selalu membandingkan kemampuan berpikir Atha yang cepat lupa. Bagaimana, prestasi yang pernah ia raih dari SMP, seketika mengelupas dari otaknya begitu saja sampai kelas dua belas ini. Itu semua mau tidak mau membuat kedua orang tuanya kecewa.
Sejak saat itu, hubungan Atha dan Papanya renggang. Sampai saat ia menginjak kelas sebelas, Mamanya berhasil membujuk Atha agar dia meminta maaf kepada sang Papa. Atha menyetujuinya, tanpa berpikir lagi Atha melangkahkan kakinya untuk menemui Papanya. Ia segera menghadap sang Papa dan mengutarakan maksud dan tujuannya.
Papanya menerima maaf dari Atha asalkan Atha berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Dan Papa Atha meminta agar ia mau memperbaiki dan mengembalikan prestasi yang pernah ia dapat saat dulu.
Atha menyetujui permintaan Papanya tersebut. Sejak saat itu, Atha mencari tempat bimbel terbaik di daerahnya, namun bukannya mengikuti kegiatan bimbel itu, Atha malah selalu tertidur saat kegiatan bimbel berlangsung. Merasa bosan dengan kegiatan bimbel tersebut, belum juga sampai satu bulan ia malah mengeluarkan diri dengan alasan yang kurang masuk akal.
"Gue udah pinter," ujarnya dengan percaya diri, saat ditanya alasan mengapa ia keluar dari tempat bimbel tersebut.
Sangat disayangkan, harusnya Atha mengerti nominal uang yang harus dikeluarkan orang tuanya saat mendaftarkannya di sana, juga untuk membayar denda karena sudah keluar sebelum waktunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Comblang!
Teen FictionMenurut Thalia apa yang dialaminya saat ini lebih dari sekedar friendzone. Menyatukan sahabatnya dengan Kakak kelas yang jelas-jelas dihindarinya. Berlagak seperti Mak comblang profesional. Ini bukan Thalia sekali, Dude. Jadi, mampukah Thalia menya...