Menurut kamu, menunggu itu 'suatu hal yang sama seperti menghargai waktu' atau malah 'suatu hal yang membuang-buang waktu?'
***
Atha sudah menduga sebelum ia mengirimkan pesan pada Thalia adik kelasnya yang memiliki sikap jutek itu. Bahwa Thalia tidak akan mau membalas pesannya. Dan, benar saja, saat ia mengirimkan pesan pada pukul lima sore, bahkan Thalia membalasnya setengah jam kemudian. Padahal dari awal Atha berhasil mengirimkan pesannya pada Thalia, Atha rela menunggu jawaban dari gadis itu, sampai-sampai Atha lupa dan malah melewatkan shalat maghribnya.
Entah kenapa, saat Atha berdekatan dengan Thalia, Atha selalu merasa ingin menjahili dia. Melihat wajah kesal Thalia merupakan satu kesenangan tersendiri bagi Atha.
Atha memandang layar ponselnya seraya tersenyum-senyum, bukan karena ia sedang menonton parodi. Melainkan isi pesan yang ia kirimkan untuk Thalia membuat Atha tersenyum kegilaan.
Seru juga ngejailin adek kelas jutek itu, pikir Atha dalam hati.
"Bang, ngapa itu muka senyum-senyum sendiri?" tanya Darel yang sedang memainkan play station miliknya tepat di samping Atha. "Udah kena virus gila, lo Bang?"
Atha yang mendengar perkataan Adiknya langsung menatap ke arah Darel dengan tajam, "Lo yang gila!" ketus Atha.
Darel melanjutkan acara main game nya, kemudian ia mencebikan bibir, "Yeeee, gitu aja sewot."
"Ya gimana gue nggak nyewot sih, orang jelas-jelas gue waras. Kalo gue gila, gue nggak bakalan ada di rumah ini."
"Iya, adanya di rumah sakit jiwa," lanjut Darel membuat Atha sebal.
Ia menegakkan punggungnya, "Punya Ade mulutnya lemes amat. Lo itu laki, Darel!"
"Emang kalo laki mulutnya kagak boleh lemes?"
"Berisik lo! Gue ngomong ngejawab mulu!" Atha menghentakan kakinya, kemudian ia berdiri dan berlalu dari dekat Darel, ia memilih berjalan menuju kamarnya di lantai dua.
"Jiah, ngatain gue lemes, sendirinya baperan!" ujar Darel seraya melihat ke arah Atha yang sedang berjalan menaiki tangga. Kemudian Darel memilih menatap ke arah TV kembali, melanjutkan acara mainnya. "Bodo amatlah."
***
Atha menghempaskan tubuhnya, ia merasa lelah, atas fisik dan pikiran, soal hati? Jangan ditanya. Ia selalu merasakan sakit hati atas ucapan yang selalu dilontarkan Darel, Adiknya. Bukannya tadi Atha tidak mendengar soal Darel yang mengejeknya baperan. Atha mendengar semua yang diucapkan oleh Adiknya, namun Atha memilih untuk tidak menggubrisnya, ia masih ingat perkataan Papanya jika seorang Kakak harus bisa mengalah atas perbuatan Adiknya.
Selama ini Darel selalu mendengarkan dan mengingat apa yang dikatakan oleh Ayahnya. Atha tidak ingin kejadian beberapa tahun lalu menjadikan dirinya dengan sang Papa jadi jauh.
Tatapan Atha tepat ke arah langit-langit kamar, sudah beberapa kali ia menghela nafasnya, jika mengingat semua kejadian dulu, itu akan membuat dada Atha terasa sesak, seperti ada gumpalan asap yang ingin mendesak keluar.
Atha tidak menyadari jika tangannya sedari tadi selalu menekan tombol panggilan ke Thalia, sehingga Atha baru menyadarinya ketika ponselnya bergetar, dan menandakan ada pesan yang masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Comblang!
Teen FictionMenurut Thalia apa yang dialaminya saat ini lebih dari sekedar friendzone. Menyatukan sahabatnya dengan Kakak kelas yang jelas-jelas dihindarinya. Berlagak seperti Mak comblang profesional. Ini bukan Thalia sekali, Dude. Jadi, mampukah Thalia menya...