"Lo lebih suka es krim yang rasa apa?" Tanya Atha kepada Thalia.
Ya, sejak jawaban Thalia yang katanya 'terserah' itu. Atha memutuskan untuk mengajak gadis itu ke taman yang ada di daerah perumahannya.
Thalia awalnya dibuat kaget, karena jarak antara perumahan Atha dan Thalia tidaklah dekat. Melainkan berlawanan arah. Namun Thalia sepertinya melupakan sesuatu...
"Terserah lo aja deh," jawab Thalia dengan penuh ketidak-minatan atas tawaran yang diajukan oleh Atha. Sekarang ia hanya duduk di bangku taman, memandangi banyak anak kecil yang sedang bermain dan diawasi oleh kedua orang tuanya.
Tanpa Thalia sadar, sedari tadi Atha menghela nafasnya, ia tetap berdiri di samping Thalia seraya menunggu jawaban yang pasti, bukan 'terserah'.
Menunggu sampai beberapa menit berlalu, namun Thalia enggan untuk memberikan jawaban itu, akhirnya Atha kembali mengeluarkan suaranya.
"Lo kasih jawaban yang pasti dong, 'terserah'-nya cewek itu, bikin kaum gue selalu serba salah," - udah kaya Raisa aja, lanjut Atha dalam hati.
Thalia mendongakan kepalanya, menatap ke arah Atha, "emangnya gue pernah komentar sama pesanan lo?"
Atha menggelengkan kepalanya, "gue takut, nggak sesuai sama selera lo."
Mendengar itu, Thalia berdiri, lalu memegang kedua bahu Atha dan menyuruh laki-laki itu, untuk duduk di tempat yang tadi diduduki dirinya. Kemudian ia berjalan menghampiri pedagang es krim. Atha yang dibuat bingung oleh sikap Thalia pun hanya memperhatikan gadis itu dari tempatnya.
"Mang, es krimnya dua ya," ujar Thalia.
Pedagang itu dengan antusias mengangguk seraya melemparkan senyuman.
"Siap Neng, bade rasa naon?" Ujar si pedagang itu dengan bahasa Sunda yang sangat kentara.
Thalia hanya melongo, lagi? Ini sudah dua kali ia menjumpai seseorang yang mengucapkan bahasa Sunda kepadanya.
Dengan sedikit malu, Thalia kembali berujar, "Mang, pake bahasa Indonesia aja. Saya kurang mengerti," pintanya.
Pedagang itu mengerutkan keningnya. Namun sesaat kemudian ia mengangguk, "ooh, Neng teh nggak ngerti bahasa Sunda? Yasudah atuh, Neng, mau beli rasa apa?"
Thalia tersenyum saat pedagang berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia, meskipun masih terselip kosakata Sunda di dalamnya.
"Campur aja Mang, tempatnya di cup ya,"
"Es krim dua, campur, di cup, siap jadi." Ujar pedagang itu yang memberikan ciri khas dari cara melayani pembeli, seraya memberikan dua cup es krim pada Thalia, "ini Neng, es krimnya."
Sementara Thalia hanya menatap takjub ke arah pedagang es itu, cepat sekali? Pikirnya. Namun tak urung, akhirnya Thalia menerimanya.
"Berapa, Mang?"
Thalia hendak mengeluarkan selembar uang dua puluh ribu, namun terhenti karena ucapan pedagang es krim itu.
"Neng teh, rerencanganna A' Atha?"
Lagi-lagi Thalia melongo, tidak mengerti maksudnya. Pedagang itu tiba-tiba memukul mulutnya sendiri dengan pelan karena terus menggunakan bahasa Sunda, "Maksud Mamang... Neng, temennya A' Atha?"
"Oh, bukan..." ujar Thalia membuat pedagang es krim itu mengerutkan keningnya, "saya Adik kelasnya," lanjut Thalia.
Pedagang itu tertawa, "oh, begitu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Comblang!
Teen FictionMenurut Thalia apa yang dialaminya saat ini lebih dari sekedar friendzone. Menyatukan sahabatnya dengan Kakak kelas yang jelas-jelas dihindarinya. Berlagak seperti Mak comblang profesional. Ini bukan Thalia sekali, Dude. Jadi, mampukah Thalia menya...