Selamat membaca!
***
Kemarin malam setelah diantarkan oleh Atha, Thalia segera mencari keberadaan Bundanya di kamar. Ia segera memborongi segala macam pertanyaan pada sang Bunda. Awalnya Thina enggan membeberkan semuanya. Namun, jika tidak menjawab pertanyaan itu, hanya akan mengundang rasa penasaran anaknya semakin bertambah. Akhirnya Thina menceritakan semuanya. Ia rasa, Thalia memang sudah waktunya tau tentang hal tersebut.
"Om Darwin memang Ayah kandung kamu sayang..." saat mendengar penuturan itu Thalia hanya terdiam, enggan memotong pembicaraan Bundanya. Sebenarnya ia ingin marah, namun mengingat Bundanya membesarkan dia dengan segala resiko, akhirnya Thalia urungkan dan memilih diam. "Bunda dan dia memutuskan untuk berpisah saat kamu baru berusia 5 hari," ujarnya dengan memeluk Thalia. Nada bicaranya mulai berubah menjadi sendu.
"Ke-kenapa? Lia bukan anak ha-haram, 'kan?" tanyanya seraya melihat ke arah sang Bunda.
Dengan cepat bundanya menggelengkan kepala. "Bukan sayang, bukan. Tapi Papa mertua Bunda yang sejak awal tidak memberikan restu. Sampai akhirnya Bunda sadar bahwa semuanya salah jika dilanjutkan tanpa restu. Akhirnya Bunda memaksanya untuk berpisah secepatnya saja. Bunda tidak tega jika melihat Ayah kamu selalu dipojokkan oleh keluarganya yang lain saat bersama Bunda."
Bundanya menangis. Ya, menangis. Membuat Thalia juga ikut-ikutan melakukan hal yang sama. Ia tidak menyangka jika hubungan Ayah dan Bundanya akan mengalami masa sulit.
"Karena Bunda hanya seorang anak dari petani, Papa mertua Bunda tidak setuju. Bagi beliau, menjunjung tinggi martabat sangatlah penting dan dia mengagungkan hal itu."
Ya, Thalia tau jika Bundanya ini berasal dari keluarga yang sederhana. Almarhum Kakek dan Nenek dari pihak Bundanya memang seorang petani. Bundanya pernah menunjukkan foto mereka. Namun tidak pernah sekalipun Thalia melihat foto Ayahnya dan keluarganya. Sudah jelas, pasti Bundanya menyembunyikan semua itu.
"Bunda masih menyimpan rasa buat Ayah?" entah dari sekian banyak pertanyaan, hanya pertanyaan itu yang paling cepat ia tanyakan.
Bundanya tersenyum. Tangannya masih belum berhenti mengusap kepalanya. "Bohong kalau Bunda sudah menghilangkan semua perasaan itu, sayang. Nyatanya sampai sekarang Bunda masih memilikinya. Karena bagi Bunda, ini perasaan serius yang tidak bisa diganti oleh orang lain."
Thalia mengerti. Selanjutnya ia bertanya, bagaimana jika dirinya berhubungan baik dengan sang Ayah? Ternyata Bundanya tidak melarang.
"Bunda tau kalau Ayah punya istri baru?"
"Tau."
"Menurut Bunda, Thalia punya adik dari istri barunya Ayah, nggak?"
Ibunya menggelengkan kepala, "Sayangnya tidak bisa. Ayahmu bilang kalau istri barunya mengalami masalah sehingga tidak bisa mengandung. Tapi kita doakan saja, semoga mereka cepat memberikan kamu seorang adik."
Sungguh tegar hati Bundanya. Bahkan ia begitu bersemangat dan berkata disertai senyuman. Tidak ada raut wajah cemburu sedikit pun, walaupun Bundanya masih menyimpan rasa untuk Ayahnya sampai saat ini.
"Bunda akrab dengan istrinya Ayah?"
"Bunda belum pernah bertemu langsung sama dia, sayang."
***
Pagi ini apa yang dikatakan oleh Tasya benar-benar terjadi. Saat keluar rumah, Thalia mendapati Alif yang sudah berdiri manis di dekat motornya. Cowok itu terlihat kalem dengan kacamata yang bertengger di batang hidungnya yang mancung. Alif tipe cowok kalem yang menyukai majalah bobo dan ... Thalia. Namun bodohnya ia tidak sadar jika selama ini Alif akan menyimpan rasa untuknya. Bodohnya lagi Thalia tidak memiliki rasa lebih dari sekedar teman padanya. Pantas saja jika waktu itu ia marah pada Thalia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Comblang!
Teen FictionMenurut Thalia apa yang dialaminya saat ini lebih dari sekedar friendzone. Menyatukan sahabatnya dengan Kakak kelas yang jelas-jelas dihindarinya. Berlagak seperti Mak comblang profesional. Ini bukan Thalia sekali, Dude. Jadi, mampukah Thalia menya...