Selamat membaca!
***
Thalia tidak berhenti memandangi layar ponselnya. Di sana tertera pesan yang dikirimkan Atha tadi malam.
Atha Rese : Udah nyampe, Bu?
Membaca pesan dari Atha membuat sakit matanya. Selalu, selalu dan selalu saja memanggilnya dengan sebutan 'Bu'. Hei, memangnya Thalia setua itu sampai dipanggil Ibu? Atha memang benar-benar, ya! Harusnya dia sadar, dirinyalah yang tua. Jelas-jelas Atha adalah Kakak kelasnya dan umurnya lebih tua cowok itu.
Tiba-tiba Thalia merasa jika sikap Atha akhir-akhir ini berbeda padanya. Sedikit lebih caper dan ... perhatian, maybe?
Gadis itu segera menggelengkan kepalanya kuat-kuat guna mengenyahkan pikiran seperti itu. Mungkin hanya perasaannya saja. Ya, hanya perasaannya saja. Tidak ada Atha yang berusaha menarik perhatian dan peduli padanya. Tidak ada! Yang ada hanyalah Atha, si Kakak kelas yang menyebalkan dan tidak tahu malu.
Thalia memilih untuk sekedar membaca pesan dari Atha. Jarinya enggan mengetikkan balasan untuk dikirim pada cowok itu. Bisa-bisa dirinya terlambat untuk pergi ke sekolah hari ini. Dengan segera Thalia meraih tas ranselnya dan berjalan menuju meja makan. Bundanya pasti sudah menunggu di sana.
Atha Rese : Dibaca doang? Lo gk ada niatan buat bls?
Suara dengusan terdengar dari Thalia. Sejak kapan Atha jadi mempermasalahkan tentang pesannya yang tidak dibalas Thalia? Toh pesan itu adalah pesan yang dikirimnya semalam. Masa iya dirinya harus membalas pesannya sekarang? Orang sampainya juga tadi malam bukan sekarang.
Tidak lama terdengar kembali dentingan dari ponsel Thalia. Kali ini ia berdecak, saat lagi-lagi Atha yang mengirimkan pesan untuknya.
Atha Rese : Berangkat brg?
Atha Rese : Thal?
Mata Thalia melotot saat membaca rentetan kata itu. Apa-apaan sih?! Wah, Atha udah nggak waras, begitu pikir Thalia. Mungkin kalau Tasya yang ditawari, akan dianggap manis, tapi bagi Thalia jatuhnya malah ribet, kalau ketahuan Tasya gimana? Thalia sih mau saja, lumayan tebengan gratis. HAHA.
Thalia : Gk
Akhirnya Thalia hanya mengirimkan balasan itu dan segera mengubah ponselnya menjadi mode silent.
"Bunda, Lia berangkat sekarang aja, ya?"
"Loh, nggak sarapan dulu? Bunda nggak siapin bekal soalnya, nggak keburu. Mau ke toko."
"Nggak apa-apa. Nanti beli roti di kantin bareng Tasya. Lia berangkat, ya, assalamualaikum..." Thalia meraih tangan Bundanya, menciumnya dan segera melesat secepat mungkin menuju garasi.
Ada perasaan lega karena Thalia sudah mengetahui satu fakta. Fakta terkait siapa Ayah kandungnya. Satu beban pikiran yang selalu membuatnya penasaran akhirnya terungkap. Mengingat kejadian malam sebelumnya, membuat Thalia tersenyum senang. Dirinya harus berterima kasih pada Atha. Walau bagaimanapun, Atha sudah menjadi perantara antara pertemuan Thalia dengan Ayahnya.
Hah, ia jadi ingat kejadian curhat colongan saat mereka masih awal-awal bimbel, tentang Thalia yang bercerita soal kehidupannya tanpa Ayah. Saat itu pula Atha berjanji akan membantunya mencari Ayah Thalia. Ya ... akhirnya memang Atha yang membantunya dipertemukan dengan sang Ayah. Coba kalau Atha tidak kenal dengan Ayahnya Thalia, mungkin sampai kapan pun gadis itu akan hidup dengan penuh rasa penasaran tentang sosok Ayah.
Atha, terima kasih walaupun lo itu menyebalkan sekali!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Comblang!
Fiksi RemajaMenurut Thalia apa yang dialaminya saat ini lebih dari sekedar friendzone. Menyatukan sahabatnya dengan Kakak kelas yang jelas-jelas dihindarinya. Berlagak seperti Mak comblang profesional. Ini bukan Thalia sekali, Dude. Jadi, mampukah Thalia menya...