"𝙔𝙤𝙪 𝙢𝙖𝙙𝙚 𝙢𝙚 𝙗𝙚𝙡𝙞𝙚𝙫𝙚 𝙩𝙝𝙚 𝙞𝙢𝙥𝙤𝙨𝙨𝙞𝙗𝙡𝙚 𝙘𝙤𝙪𝙡𝙙 𝙗𝙚 𝙥𝙤𝙨𝙨𝙞𝙗𝙡𝙚."
Kelompok Crudelta dipimpin oleh Marvel Ricardson bertujuan untuk balas dendam atas kematian tragis Sang Kakak akibat kekejaman Ketua Mafia Senior De...
• Cerita ini akan mengandung adegan dewasa, kekerasan fisik & seksual, pembunuhan, bahasa kasar, dan lainnya
Jadi untuk para readers mohon bijak dalam membaca, terimakasih.
Selamat membaca!
***
CHAPTER 01 : God Of Sarvior
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ouh."
Michelle tidak bisa menahan diri saat ciuman Jeremy tak hanya menjelajahi bibirnya. Ciuman itu merambat ke lehernya. Naik turun dengan lidah yang membasahi area kulit sensitifnya. Basah. Michelle mengeluarkan desahan kecil berulang kali.
"Kita sedang berada di ruanganmu, di kantormu!" Peringat Michelle, mengeratkan pegangannya pada pundak Jeremy saat tangan pria itu berusaha mencari celah memasuki rok pensil yang sedang Michelle kenakan. "Oh Jeremy, apa yang—"
"Kau hanya perlu menikmatinya, Sweety."
Rasa-rasanya Michelle selalu luluh ketika mendengar Jeremy memanggilnya Sweety. Sehingga Michelle hanya diam saja saat Jeremy berhasil menjangkau tali celana dalamnya. Jemari milik Jeremy menggodanya, sengaja menggesek-geseknya dari luar. Tubuh Michelle bergetar hebat di atas pangkuan Jeremy.
"Ternyata kau sudah basah." Bisik Jeremy, mengulum daun telinga Michelle. Terasa sangat sesual dengan jemarinya yang mulai menelesup masuk ke dalam celana dalamnya. Mencari bagian intinya, menggerakan dengan hati-hati.
Mata Michelle tertutup rapat. Dia mengigit keras bibir bawahnya. Niat ingin menjadi tunangan yang baik dengan mengantar sarapan untuk Jeremy, dia malah berakhir seperti ini. Kemeja dengan kancing yang terbuka keseluruhan—menunjukan bra dengan motif renda berwarna hitam. Serta rok yang sudah tersingkap hingga pinggan. Duduk mengangkangi Jeremy di atas kursi kebanggaannya.
"Kenapa aku harus menunggu sampai kita menikah jika kita bisa melakukannya sekarang?"
Tidak. Jangan sekarang!
Tapi Jeremy seperti sengaja membuatnya tak bisa menolak. Kedua jari panjang itu memenuhinya, gerakannya kian cepat—membuat Michelle menggila. Rasanya ingin meledak. Tolong!
"Selamat pagi, Sir."
Suara itu membuat Jeremy menarik keluar jemarinya dari inti Michelle. Lega. Thanks God.
Menyadari adanya kehadiran orang lain di dalam ruangan tersebut, Michelle pun bangkit dari pangkuan Jeremy. Menurunkan roknya hingga lutut lalu mengancing kemejanya dengan tangan bergetar. Membuatnya kesusahan hingga membutuhkan waktu lebih lama dari biasanya.