CHAPTER 55 : Worth The Wait

3.4K 185 113
                                    

CHAPTER 55 : Worth The Wait

Penghangat di dalam mobil sudah menyala sehingga Michelle tidak perlu merasa kedinginan lebih lama lagi akibat cuaca di luar sana. Petir menyambar dengan keras setelah kilatannya terlihat seperti blitz kamera. Michelle refleks menutup telinga sembari memejamkan matanya. Jeritan ketakutannya yang terdengar rendah masih dapat di dengar oleh Marvel yang segera menepikan mobil di tengah badai yang berusaha dia terobos.

"Jangan berkendara dulu. Badai belum reda. Aku takut." Tangan Michelle memelintir kuat ujung kemeja Marvel.

"Kau takut petir?"

"Aku takut dengan kilatan petir."

"Ingin berlindung di kediamanku dulu? Kediamanku sudah cukup dekat dari sini." Bukannya ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan, Marvel hanya tidak ingin melihat Michelle ketakutan. "Setidaknya kita tunggu sampai hujan reda, setelah itu aku akan mengantarmu pulang."

"Oke."

Tidak disangka-sangka bila dia akan mendapatkan persetujuan dengan mudah. Marvel tidak ingin berharap banyak karena sepertinya Michelle memang tidak punya pilihan lain.

Sesampainya di kediaman Marvel, pria itu pun langsung bergegas turun untuk membukakan pintu mobil tanpa peduli hujan yang mengguyur akan membuat pakaiannya basah. Dia melindungi kepala Michelle menggunakan kedua telapak tangannya. Kemudian berlari kecil untuk sampai di teras rumah.

"Yah, basah." Kata Michelle menatap pakaiannya sendiri sembari terkekeh. Nyatanya tangan Marvel tidak bisa melindunginya secara keseluruhan. Kemudian dia menghusap rambut Marvel yang jauh lebih basah dari rambutnya. "Kau juga jadi basah kuyup karena melindungiku."

"Aku lupa membawa payung. Maaf."

Marvel pun membawa Michelle masuk ke dalam ruangan. Michelle duduk di sofa dengan gigi bergeletuk akibat kedinginan. Tak lama kemudian Marvel datang—membungkus tubuh Michelle menggunakan handuk dari arah belakang serta membawa pakaian ganti berupa kaus miliknya yang mungkin akan kebesaran di tubuh Michelle.

Marvel yang peka dengan gerak-gerik Michelle pun mengambil kedua tangan gadis itu kemudian menghusap-husapnya untuk menghantarkan kehangatan. "Ganti dulu pakaianmu."

"Kau sendiri belum."

Michelle menarik tangannya dan bergerak untuk membuka kancing kemeja Marvel karena pakaian tersebut sudah basah. Apabila tetap digunakan akan membuat pria itu masuk angin. Kemeja itu pun jatuh di atas lantai tanpa ada perlawanan. Michelle mengambil handuk di tubuhnya kemudian mengelap benda tersebut ke tubuh Marvel.

Dia memulai dari dada Marvel, bergantian pada kedua bahu lebarnya, kemudian turun menuju perut kotak-kotaknya yang terdapat beberapa bekas luka. Selama melakukan itu Michelle tersenyum dengan jantung yang berdebar. Dia sadar ternyata dia sangat merindukan pria di hadapannya.

"Jangan." Kata Marvel, menangkap pergelangan tangan Michelle untuk menghentikannya.

"Jangan?"

"Jangan diteruskan. Aku bisa melakukannya sendiri." Marvel mengambil alih handuk tersebut dari tangan Michelle.

"Kenapa?"

"Karena aku bukan pria baik yang bisa menahan keinginan untuk tidak menyentuhmu."

"Kau tidak ingin menyentuhku lagi?" Tanya Michelle dengan nada kecewa.

Dia hendak melangkah mundur akan tetapi Marvel berhasil mendekap tubuhnya lebih dulu dan mendaratkan ciuman lembut pada bibir Michelle.

Michelle yang mendapat sentuhan tiba-tiba itu luar biasa terkejut sekaligus senang. Ada jutaan kupu-kupu yang seolah berterbangan dari perutnya. Dia menekan tengkuk Marvel hingga ciuman mereka semakin intens. Bahkan dia tidak ingin menyudahi ini dengan cepat, dia ingin waktu berhenti detik ini juga.

Sweet Of BlacknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang