CHAPTER 50 : The War

2K 178 125
                                    

CHAPTER 50 : The War

Sebelumnya Marvel tak pernah merasa setakut ini. Dalam benaknya tertanam bahwa hal apapun dapat dia selesaikan dengan mudah. Bahwa tak ada satu pun masalah bisa membuatnya kalut hingga mengalami mimpi yang mengerikan.

Dan kehadiran Michelle di hidupnya berhasil mengubah segala hal tentang dirinya. Ada banyak hal yang tidak dia sadari sampai dia sadar betapa berartinya gadis itu dalam hidupnya.

Dia menyesal. Apalagi setelah Riordan memberikan penjelasan bahwa Michelle mencintainya dengan begitu besar dan tulus. Kesempatan tak datang dua kali. Tetapi apakah dia terdengar egois jika ingin mengulang semuanya dari awal tanpa ada campur tangan dendam di dalamnya?

"Kenapa kau mencintaiku?"

"Rasa cinta tidak bisa diungkapan dengan kata-kata. Bagaimana aku harus menjawabnya, Michelle?"

"Semua yang kita lakukan pasti memiliki sebuah alasan. Selain cantik, apa yang kau sukai dariku?"

"Cantik?" Salah satu alis Marvel terangkat naik. Sengaja memberikan tatapan sinis untuk menggodanya. "Aku tidak mengatakannya."

Bibirnya mengerucut pelan. "Memangnya aku tidak cantik?" Tak langsung menjawabnya, Marvel sengaja mendiaminya. "Jadi aku bukan tipe perempuan idelamu?" Masih dengan tatapan tak percaya diri, akhirnya Michelle berdecak sembali melipat kedua tangannya di depan dada. "Ya sudah, kalau begitu kau cari saja perempuan lain yang sesuai dengan tipe idealmu."

Marvel terkekeh kemudiam meraih kedua tangannya sebelum gadis itu benar-benar ngambek. "Kau sempurna. Tidak tertandingi oleh perempuan mana pun. Jadi mana mungkin aku mencari perempuan lain lagi."

"Ucapan semua pria itu sama saja. Bullshit." Dia menghempaskan tangan Marvel. "Biasanya kalimat pertama yang keluar dari bibir seseorang adalah sebuah kejujuran. Katamu aku tidak cantik."

"Loh, ini aku sedang mencoba menggoda gadisku." Marvel sengaja melilitkan lengannya di pinggang Michelle. Mencuri kecupan di bahunya beberapa kali. "Jangan cemberut, kau ingin cantikmu hilang?"

"Tuh kan, aku tidak cantik!"

"Cantik."

"Bohong!"

"Lihat aku." Ditariknya dagu Michelle hingga tatapan mereka terkunci. Tanpa permisi dia mengecup hidung runcing Michelle. "Gadisku adalah perempuan tercantik di dunia. Tatap mataku, apa ada kebohongan di dalamnya?"

Michelle menggelengkan kepala dengan semburat merah dipipinya.

"Sekarang mana hadiah untukku?"

"Hadiah?"

"Aku sudah memujimu, kau harus menciumku sekarang."

"Tidak mau." Telapak tangan Michelle terbuka untuk menghalau wajah Marvel yang hendak mendekat. "Tidak usah memujiku lagi jika kau tidak ikhlas mengatakannya."

Mengingat kebersamaan mereka beberapa hari lalu—saat mereka masih dalam keadaan baik-baik saja—tanpa sadar membuat air mata Marvel terjatuh. Dia orang yang sangat sulit menangis karena dia pandai menyembunyikan kesedihan. Dan lagi-lagi hanya Michelle yang mampu melemahkannya.

Dia menghusap pipinya yang basah. Sedangkan cengkram tangannya pada stir mobil kian menguat. Dia mendapatkan beberapa bunyi klakson pertanda protes dari para pengendara lain saat dia memacu mobilnya dengan kecepatan tak terkendali di tengah suasana pagi yang juga masih ramai dengan para pejalan kaki.

Sebelum hal yang tidak dia inginkan terjadi, dia berhasil menginjak rem sekuat tenaga saat nenek-nenek berambut putih tengah menyebrang jalan. Dia menghusap wajahnya keras. Nyaris saja dia menghilangkan nyawa orang lain.

Sweet Of BlacknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang