CHAPTER 47 : Jealousy

2.1K 162 72
                                    

CHAPTER 47 : Jealousy

Tiupan angin di taman tersebut seharusnya mengantarkan rasa nyaman. Tapi Michelle justru merasakan sebaliknya. Jeremy yang berdiri di sebelahnya sembari menghisap rokok belum mengatakan apapun sejak membawanya pergi dari restoran dan berhenti pada sebuah taman yang cukup sepi dan sangat terik di siang hari.

"Aku tidak bisa berlama-lama. Pekerjaanku cukup banyak." Akhirnya, Michelle membuka suara.

Jeremy membuang puntung rokoknya yang sudah mengecil. Dia melangkah lebih dekat pada Michelle tapi perempuan itu tampak ingin menjaga jarak.

"Jangan dekat-dekat dengan perempuan itu. Dia tidak baik untukmu."

"Maksudmu Erica?" Michelle tergelak senejak. "Erica adalah rekan kerja sekaligus temanku. Apa yang salah dengannya?"

"Aku tahu. Bahkan aku juga mengetahui jika dia adalah kekasih pria itu sebelum dia bersamamu." Ucapan Jeremy membuat Michelle mengatup mulutnya rapat. "Seseorang sedang memanfaatkan perempuan itu sebagai perpanjangan tangan. Jangan mudah percaya pada siapapun sekalipun dia tampak tidak berbahaya ketika berdiri di hadapanmu."

"Seperti Hannah?"

Seketika Jeremy menundukan kepala tampak penuh dengan penyesalan.

"Aku terlalu pengecut untuk mengakui semua itu. Aku benar-benar minta maaf. Kau mungkin sangat membenciku setelah apa yang aku lakukan bersama Hannah di belakangmu. Tapi aku berani bersumpah, Hannah tidak pernah memiliki tempat di hatiku. Aku memanfaatkannya saat aku tidak bisa menahan diri ketika berada di dekatmu. Aku tidak ingin membuatmu tidak nyaman jika aku terus mendesak. Aku sadar, selama ini aku mencintaimu dengan cara yang kurang tepat."

"Kau benar. Caramu mencintaiku adalah hal paling menyakitkan yang pernah aku rasakan, Jeremy."

"Aku sangat menyesali semuanya. Menyia-nyiakan perempuan setulus dirimu adalah kebodohan terbesar yang pernah aku lakukan." Kepedihan terlihat pada netra coklatnya yang sendu. Lalu Jeremy meremas kedua pundak Michelle. "Maka sekarang biarkan aku menebus semua kesalahanku dengan cara melindungimu."

"Tidak perlu. Aku sudah memiliki Marvel." Michelle mengesah pelan sebelum memamerkan cincin pada jari manisnya. "Dia sudah melamarku. Dia juga rela melakukan apapun untuk mendapatkan restu Daddy. Dia membuatku merasa layak untuk dicintai. Dan aku tidak ingin menghancurkan semua itu karena masa lalu kita."

Jeremy menahan kembali pergelangan Michelle saat dia hendak beranjak pergi. "Aku tahu kesalahanku sangat besar sehingga tidak dapat ditebus dengan kata maaf, tapi aku mohon bi..—"

"Aku sudah memaafkanmu bahkan sebelum kau meminta maaf." Potongnya cepat. Melepaskan tangan Jeremy dari pergelangannya. "Sekarang kita sudah menemukan jalan masing-masing. Melupakan masa lalu adalah pilihan yang paling tepat."

"Tidak apa-apa jika aku tidak memiliki kesempatan lagi karena selama ini aku selalu menyia-nyiakan kesempatan yang selalu kau berikan tiap kali aku melakukan kesalahan. Tapi untuk yang terakhir kali, biarkan aku memastikan jika kau hidup dengan aman. Hanya itu yang bisa aku lakukan untuk menebus rasa bersalahku. Aku mohon biarkan aku melindungimu."

Michelle menganggukan kepala. Pilihan terbaik untuk mengakhiri percakapan ini sebelum luka lama Michelle akan membuatnya menangis.

"Biar aku antar."

"Tidak perlu. Aku bisa naik taksi."

"Kau ingat kejadian malam itu?" Langkah Michelle terhenti saat rasa takut melandanya akibat mengingat kejadian penyerangan di depan perusahaannya pada malam hari itu. "Aku hanya ingin memastikan kau aman sampai tujuan. Tolong, jangan menolakku."

Sweet Of BlacknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang