CHAPTER 10 : Attacco

2.6K 230 335
                                    

CHAPTER 10 : Attacco

Marvel datang dengan perasaan berkecamuk marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marvel datang dengan perasaan berkecamuk marah. Perintahnya diabaikan begitu saja oleh Sean. Apalagi saat dia mendengar berita bahwa salah satu anggotanya yang tertangkap memilih bunuh diri dibandingkan membongkar identitasnya. Itu berita baik. Namun Marvel tidak bisa menerima jika anggotanya gugur begitu saja tanpa adanya percobaan penyelamatan dari pihaknya.

Dua orang penjaga pintu membungkuk, memberi hormat kepada Tuannya setelah tiba di markas kebesaran Crudelta yang berbentuk bangunan kastel kuno namun sangat terawat. Tempat persembunyian  utama mereka. Langkah besar-besar dari Marvel tak terelakan. Dengan emosi menggebu, dia menendang salah satu pintu tempat dimana Sean dan anggota inti Crudelta sedang melakukan pesta narkoba kecil-kecilan.

"Mengapa kalian semua diam saja?!" Teriak Marvel lantang, dia menghampiri Sean dan menarik kausnya ke udara. "Aku memintamu untuk bergerak dan kau membiarkan Ruben mati."

"Aku menunggumu." Sean menepis tangan Marvel darinya. Dia merasa tidak pantas mendapatkan perlakuan rendahan semacam ini. "Kami tidak bisa mengambil tindakan disaat Tuan kami sedang asik berkencan dengan musuh. Menikmati harimu bersama Michelle, brother?"

Napas Marvel kian memburu. Dalam beberapa saat dia terdiam menyadari Sean mengetahui ketololannya yang hampir membunuh pria berkebangsaan Italia disaat dia meminta salah satu anak buah datang ke tempat kejadian perkara untuk membersihkan namanya. Kedua tangannya terkepal memutihkan buku-bukunya.

"Aku sangat ingin membunuhmu, Sean."

"Dan tidak lama setelahnya kau akan menyusul. Kau sedang menggali lubang kuburmu sendiri. Michelle memang tidak membunuhmu tapi dia membutakan perasaanmu." Sean berdecak remeh di depan wajah sang kakak. "Kau tidak konsisten. Crudelta tidak akan lebih baik dibawah kepimpinanmu. Aku membayangkan kekecewaan Leo di alam baka."

"Shut up your fvcking mouth!"

Tinjuan Marvel melayang ke udara, tak kuasa menghantam Sean yang berbicara benar. Dia bodoh dan pantas mendapatkan kalimat yang membuat dirinya tertampar akan kenyataan. Michelle, gadis yang nyaris membuatnya gila itu adalah musuhnya. Atau bahkan orang yang seharusnya dia hancurkan sebelum akan meregang nyawa.

Dari balik lemari besi berlapis kaca, Marvel menyentuh benda kesayangannya. Desert Eagle. Pistol semi-otomatis kaliber besar yang diproduksi Israel. Benda mematikan yang menjadi senjata andalan Marvel untuk melenyapkan para musuh.

"Attacco."

Perintah tegas dari Marvel membuat para anggotanya berdiri tegap dan memberi hormat padanya. Kecuali Sean, laki-laki itu masih menyeringai menatap kegelisahan Marvel yang lucu dimatanya. Lantas Sang pemimpin berjalan keluar lebih dulu, menjadi tameng untuk yang lainnya.

Tujuan mereka adalah mengobrak-abrik markas De La Mort yang tidak lain adalah kuasa penuh Jeremy sebagai tangan kanan sang pemimpin kelompok iblis tersebut. Nyawa dibalas dengan nyawa. Mereka telah mengibar bendera peperangan lebih dulu dan ini tak akan pernah berujung. Ia bersumpah.

Sweet Of BlacknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang