Hazel memesan rangkaian bunga, yang akan diselipkan coklat serta boneka beruang putih berukuran sedang untuk Bangchan. Rangkaian bunganya, baru akan jadi beberapa hari setelah dipesan, jadi selagi menunggu Hazel menyiapkan kata-kata yang bagus untuk ditulis di kartu.
°°°
Bangchan terpaksa pergi dari kantor ke rumah sakit, karena diberi kabar kalau adik perempuannya masuk rumah sakit karena percobaan bunuh diri.
Perasaan Bangchan tidak karuan, air mata tidak berhenti keluar dari matanya. Sebelumnya, adiknya sudah mengirim pesan padanya, kalau ia akhir-akhir ini mendapat masalah di kampusnya, tetapi ia tidak menjelaskan apa masalahnya secara rinci. Ia lalu mengatakan, kalau sebenarnya ia merasa patah hati dan sedih sejak Bangchan menikah, ia jadi merasa sendirian, dan bingung harus cerita dan minta perlindungan pada siapa, karena selama ini hanya Bangchan yang melakukannya.
Bangchan sudah membalas pesannya dengan kalimat menghibur dan memberinya semangat, tetapi ia tidak tahu kalau jadinya akan begini.
Setibanya di depan unit gawat darurat, ia melihat orang tua serta adik laki-lakinya tengah duduk di kursi tunggu.
Ketiganya hanya menatap Bangchan dan tidak mengatakan apapun, terlalu sulit untuk mengeluarkan kata-kata saat ini, perasaan semuanya sedang benar-benar kalut.
°°°
Hazel meletakkan sebelah tangannya di pinggang, karena pesannya tidak kunjung dibaca, apa lagi dibalas oleh Bangchan, telfonnya juga tidak diangkat.
Ia sudah ke kantor Bangchan terlebih dahulu sebelum pulang, tapi ternyata ia sudah pulang katanya.
Hazel hanya ingin tanya, apa Bangchan sudah makan malam, dan ia ada dimana sekarang.
"Hah, membuatku khawatir saja." Gumam Hazel, sembari meletakkan ponselnya di meja makan.
Ia kemudian berjalan ke konter dapur untuk membuat makan malam.
Dua puluh lima menit terlewati, Hazel mendengar suara pintu rumah dibuka, ia langsung mencuci tangannya, dan dengan bersemangat keluar dari dapur menuju ruang tamu.
Setibanya di sana, ia melihat Bangchan dengan raut wajah kusut, membuat Hazel mengernyit heran.
"Kenapa? Terjadi sesuatu? Kau tidak apa-apakan?" tanya Hazel sembari mendekati Bangchan, dan memegang tangannya.
"Kau memasak makan malam?" bukannya menjawab pertanyaan Hazel, Bangchan malah bertanya hal lain.
"Iya, aku belum makan malam. Kau sudah makan?"
"Maafkan aku," gumam Bangchan.
"Maaf kenapa? Karena aku yang masak? Tidak apa-apa, masak itu tidak terlalu berat kok."
Bangchan menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya. Hazel tidak tahu apa yang terjadi, tapi ia yakin Bangchan sedang mengalami hal yang berat, jadi ia berinisiatif memeluknya, sembari menepuk punggungnya.
Bangchan pun langsung membalas pelukannya, sembari menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher Hazel.
°°°
"Saat ini aku harus terus disamping Eli, karena... dia membutuhkan aku," kata Bangchan dengan kepala menunduk.
"Ya sudah, temani dia sampai dia pulih," timpal Hazel.
Bangchan mengangkat kepalanya untuk menatap istrinya itu.
"Kau sedang hamil muda, bagaimana mungkin aku meninggalkanmu sendiri selama berhari-hari?"
Hazel tertawa kecil, "Kau tahu aku ini wanita kuat kan? Tidak apa-apa, lagi pula aku ngidam. Eli saat ini lebih membutuhkanmu,"
"Memangnya kau tidak membutuhkan aku? Ahh, ini pilihan yang sulit," dengus Bangchan.
"Aku membutuhkanmu, tapi saat ini Eli jauh lebih membutuhkanmu. Aku juga seorang kakak, perasaanmu pasti sangat berantakan saat ini karena hampir kehilangan adikmu, aku pernah ada di posisi itu. Peranmu itu bukan hanya sebagai suamiku, tapi juga kakak untuk adik-adikmu, jadi mereka juga butuh perhatian darimu. Masalah aku, kau tidak perlu khawatir, kau tahu aku, aku bukan wanita yang harus selalu bergantung pada seseorang. Kalau kau tetap merasa khawatir, aku sebisa mungkin akan selalu memberi kabar, apa yang sedang aku lakukan, apa yang aku makan, tapi kau juga harus begitu kalau sempat," ujar Hazel.
Bangchan menghela napas berat, masih merasa berat untuk meninggalkan Hazel sendiri di rumah.
"Bagaimana kalau kau tinggal di rumah orang tuamu dulu selama aku pergi?" tanya Bangchan.
"Hah, entahlah, dari rumah orang tuaku ke kantor jauh. Tapi kalau itu membuatmu tenang, aku akan tinggal di rumah orang tuaku," jawab Hazel.
"Iya, tolong tinggal saja di rumah orang tuamu sementara. Masalah jauh dari kantor, tidak masalahkan?"
Hazel mengangguk, "Iya, tidak masalah. Yang penting kau tenang, dan fokus saja dulu pada Eli,"
"Iya. Terimakasih kau sudah mau mengerti, maafkan aku," kata Bangchan.
"Berhentilah minta maaf, kau tidak salah apapun. Kau itu sedang kesusahan sekarang, bagaimana bisa kau malah minta maaf?" respon Hazel sembari menepuk-nepuk bahu kanan Bangchan, "Selama mengurus dan menemani Eli, aku tidak mau kau tertekan karena memikirkan aku dan anak kita. Aku akan baik-baik saja, kau mengerti?"
"Aku akan mencobanya, meskipun aku tidak yakin. Bagaimana bisa aku tidak khawatir? Ck, kau tidak sedang hamil saja, aku suka khawatir kalau meninggalkanmu sendiri di rumah," tutur Bangchan dengan bibir bawah maju.
Hazel tertawa kecil, kemudian mencubit pipi kanan Bangchan sembari mendesis gemas.
"Jangan berlebihan," ucap Hazel.
Kaki Bangchan menghentak-hentak kemudian ia ayun-ayunkan.
"Haaa, bagaimana aku tidak khawatir?" rengek Bangchan.
Hazel mengelus kepala Bangchan, "Tenanglah, ya ampun kau ini. Mandi dulu sana, lalu makan malam, nanti baru pergi. Sampai rumah sakit kalau bisa langsung tidur," kata Hazel.
"Kau akan sendirian malam ini," gumam Bangchan dengan alis bertaut.
"Berapa kali aku harus bilang tidak apa-apa. Aku akan menyiapkan bajumu,"
"Biar aku sendiri saja,"
"Waktunya tidak cukup, nanti sampai sana terlalu larut. Waktu harus digunakan sebaik-baiknya, kau mandi, aku menyiapkan pakaianmu, lalu nanti kita makan bersama."
Bangchan akhirnya mengangguk setuju.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Bo2s | Bangchan ✔
Fiksi PenggemarKetika dua orang bossy yang selalu ingin mendominasi disatukan, inilah yang akan terjadi rate: 18+ (karena temanya pernikahan, mungkin sesekali akan ada pembahasan dan sedikit adegan dewasa, tapi bukan berarti isi cerita vulgar. i hope you understan...