Bangchan membawa Hazel pergi makan di restoran cepat saji, ia memesan ayam serta kentang goreng, sementara Hazel hanya memesan roti lapis dan susu coklat.
Tidak ada yang bicara di antara mereka, sampai akhirnya seorang pasangan datang dengan membawa putra mereka yang usianya masih sekitar lima tahun.
Pandangan Bangchan dan Hazel sontak mengarah ke mereka, karena mereka terdengar sedikit ribut. Anak pasangan itu menangis, dan ayah ibunya terus membentaknya untuk diam.
"Terus saja menangis! Malu dilihat orang!" seru sang ibu sembari memukul bahu sang anak.
"Kau mau Ayah tinggal disini, hah?"
Bangchan sontak berdiri dari kursinya, begitu mendengar ujaran sang ayah.
"Jangan ikut campur," ucap Hazel.
"Tapi aku mau makan yang lain, bukan makan disini,'' ujar sang anak sembari terisak.
"Kalau begitu tidak usah makan sekalian, ayo Ayah, kita pesan, biarkan saja dia,"
"Astaga, bagaimana bisa mereka bersikap kejam begitu pada anak mereka?" gumam Hazel.
Bangchan menatap iba anak laki-laki itu yang masih menangis, namun orang tuanya mengabaikan. Orang-orang pun hanya melihat, tidak berani ikut campur.
"Mereka pasti punya anak hanya untuk formalitas, mereka pikir anak hanya boneka? Aish, sialan. Kalau tidak siap punya anak, seharusnya tidak usah punya," oceh Hazel.
Bangchan melirik Hazel sejenak, sebelum akhirnya memutuskan untuk mendekati anak laki-laki itu. Hazel tentu terkejut dan hendak menahannya, namun langkah Bangchan jauh lebih cepat darinya.
Bangchan bersimpuh di depan anak laki-laki dan tampak berusaha menenangkannya.
Orang tuanya yang melihat itu, langsung menegur Bangchan, dan memintanya untuk tidak mengurus putra mereka.
"Dia nakal, jadi pantas dimarahi!" seru sang ayah.
"Anak usia lima tahun memangnya bisa melakukan onar sebesar apa? Lagi pula jelas-jelas saya melihat, anak kalian hanya tidak mau makan di sini, jadi apa masalahnya?"
"Tentu saja masalah, kami mau makan disini, jadi seharusnya anak menurut saja. Dia makan menggunakan uang kami," giliran sang ibu yan bicara.
Bangchan menatap mereka tidak percaya, "Kalau masih egois, dan lebih mementingkan kebahagiaan sendiri, jangan punya anak dulu! Kalian pikir anak mainan? Kalau sudah punya anak, anak yang menjadi prioritas, bukan kebahagiaan kalian!"
"Anda siapa? Datang-datang ikut campur masalah kami, menasihati pula. Memangnya kau sudah punya pengalaman jadi orang tua? Bahkan sepertinya belum menikah,"
"Aku sepertinya jauh lebih tahu cara merawat dan membahagiakan anak, dibanding kalian yang katanya sudah berpengalaman. Sikap kalian persis seperti anak-anak,"
"Anda tahu apa kami sudah membahagiaan anak kami atau belum, hah?"
"Bahkan dari raut wajahnya sudah terlihat jelas bagaimana perasaan anak itu. Bagaimana bisa anak umur lima tahun sekurus ini? Kantung matanya besar, dan raut wajahnya tertekan. Kalau tidak siap punya anak, jangan punya! Dia manusia yang punya perasaan, bodoh!"
Hazel langsung berdiri dan menghampiri Bangchan, karena pria itu tanpa sengaja memaki.
"Kami memang mau membuangnya! Anak tidak berguna dan nakal! Sekarang membuat kami tampak jahat, sialan!"
Bangchan hampir melayangkan pukulan pada ayah putra itu, namun Hazel langsung menahannya.
Hazel kemudian menarik paksa tangan Bangchan untuk kembali ke tempat duduk mereka, sementara orang tua putra itu masih melontarkan kalimat tidak pantas untuk Bangchan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Bo2s | Bangchan ✔
FanfictionKetika dua orang bossy yang selalu ingin mendominasi disatukan, inilah yang akan terjadi rate: 18+ (karena temanya pernikahan, mungkin sesekali akan ada pembahasan dan sedikit adegan dewasa, tapi bukan berarti isi cerita vulgar. i hope you understan...