25- Bahagia Yang Sederhana

25.9K 1.8K 59
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Setelah bertarung dengan klien-klien yang cukup cerewet di ruang rapat satu jam yang lalu, kini Dirga sedang mengistirahatkan diri di ruangannya.

Laki-laki itu duduk bersandar di kursi kerjanya dengan mata yang sudah terpejam. Dia tidak tidur, hanya memejamkan mata karena kepalanya sedikit terasa pusing setelah adu pendapat dengan salah seorang kliennya.

Tidak jauh dari tempatnya, ada Matteo yang sedang membaca ulang beberapa berkas berisi perjanjian kerja.

Berbeda dengan Dirga yang penampilannya sudah mulai berantakan, - dasi miring, jas yang sudah tanggal dan di letakkan begitu saja di atas sofa.

Matteo masih terlihat begitu rapi, simpul dasinya bahkan berada tepat di tengah. Tidak bergeser sedikitpun.

"Saya heran kenapa mereka se-yakin itu kalau proyek ini gak akan berjalan lancar" Dirga memulai percakapan.

Di ujung ruangan, Matteo terkekeh. Laki-laki itu menutup berkas ditangannya dan memiringkan duduknya hingga menghadap Dirga.

"Kenapa? Kamu masih jengkel sama kata-kata mereka tadi?"

Dirga membuka mata dan menegakkan duduknya, "Iya. Mereka ngeyel banget tadi"

"Jangan dipikirin lagi, rapatnya udah selesai dan kita dapat jalan keluar yang terbaik. Santai aja"

Dirga mengangguk, setuju dengan yang dikatakan orang kepercayaannya barusan.

Jika kalian mengira Dirga dan Matteo memiliki hubungan yang kaku, itu salah besar. Mereka berdua cukup santai jika berada di luar ruang rapat, meskipun masih tetap menggunakan bahasa yang formal.

Jangan heran, Dirga memang menggunakan bahasa formal ketika berbicara dengan siapa-pun.  Terkecuali Bima dan Chandra, dua orang itu tidak akan bisa diajak untuk berbicara formal.

"Gimana istri kamu? Masih suka ngidam malam-malam?" Matteo mengalihkan topik pembicaraan.

"Enggak lagi. Dia berhenti ngidam sejak dua minggu belakangan"

"Kamu pasti bersyukur banget masa-masa penderitaan kamu berakhir"

Laki-laki dengan satu anak itu tertawa, dia teringat bagaimana dia kurang tidur ketika istrinya sedang hamil muda dulu. Hampir tiap malam Matteo pasti terbangun dan keliling untuk mencari makanan yang diinginkan istri dan calon bayinya. Meskipun sulit, tapi Matteo sungguh merindukan masa-masa itu sekarang.

"Hmmm. Harusnya sih saya senang, tapi sejak satu minggu yang lalu saya malah kepikiran Kiara terus" Dirga menghela nafas.

"Kenapa? Dia sakit?"

"Nggak, dia sehat. Tapi sejak adiknya berangkat ke Seattle untuk kuliah, Kiara selalu murung"

Matteo mengangguk paham, "ibu hamil memang begitu, lebih sensitif dan emosional. Apalagi dia ditinggal adiknya, pasti khawatir dan kesepian"

 I WANT A BABY √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang