Phase 1
He Told Me So
Arlyn memasuki rumahnya dengan langkah lunglai, hari ini hari yang sangat melelahkan dan menyakitkan untuknya. Ia sebenarnya berniat istirahat, tapi ia mendapati Alvy sedang duduk dikursi belajar dikamarnya dengan wajah yang muram,
"Hey, apakabar? Maaf ya ngilang beberapa hari, Kakak lupa ganti kartu provider, Mami sama Papa kemana? Kok rumah sepi?" tanyanya,
"Udah pada tidur, tadinya sih mau laporin kehilangan anak ke imigrasi, tapi karena koper Kakak nyampe duluan bareng Dria, akhirnya nggak jadi." balas Alvy dingin, Arlyn kebingungan dengan sikap Alvy yang baru pertama kali dilihatnya selama ia hidup.
"Maaf dong, Dek. Jangan marah gitu, Kakak lagi capek ini." pinta Arlyn,
"Aku nggak marah, Kok. Cuma nggak habis fikir aja, ternyata bertahun-tahun ke psikiater sama psikolog nggak ada gunanya, ya, Kak." Arlyn mengernyitkan dahinya karena bingung dengan ucapan Alvy,
"Maksud kamu apa sih, Dek? Kakak mau istirahat ini, tadi ngurusin Jevan dulu soalnya." bukan suara Alvy yang menjawabnya, tapi suara dari sebuah rekaman, Arlyn sangat terkejut, itu rekaman percakapan dia dan Jake kemarin malam.
"Kamu dapetin itu darimana?" tanyanya khawatir,
"Jake ngirimin ini ke aku tadi pagi, katanya dia dapetin kontak Aku dari kartu nama yang terbuang pas dia nyusulin Kakak ke Indonesia."
"Jadi selama ini Kakak bohong sama kita perkara diselingkuhin? tujuannya apa sih, Kak? kalau Kakak nggak siap nikah, jangan diterima dong lamarannya. Kasihan anak orang Kakak gituin, mana dibenci 1 keluarga lagi,"
"Emang kamu ngerti bahasanya? Jangan sok nebak-nebak gitu deh." Arlyn mencoba untuk menyangkal dengan mempertanyakan kemampuan bahasa Prancis Alvy.
"Aku belajar Bahasa Prancis selama Kakak disana karena Aku pengen nyusulin Kakak ke Prancis." Jawaban dari Alvy membuat Arlyn tergagap, ia tak lagi mampu mengelak,
"Maaf, Kakak cuma ngerasa kalau kakak nggak layak dapatin semua itu." balas Arlyn pada akhirnya,
"terus selama ini ke psikolog apa gunanya? Kakak ini niatan nggak sih ke psikolognya?" omel Alvy yang tak habis pikir dengan pemikiran Kakaknya, katanya sih dewasa, tapi aslinya belum dewasa sama sekali.
"Mending Kakak stop deh ke psikolognya kalau nggak ngaruh terhadap kakak, kakak nggak ada niatan sama sekali buat sembuh, coba niatnya dalam banget, pasti udah ada gunanya tuh yang ke psikolog. Pantes selama 4 hari hilang, ternyata lagi nge-ghosting Mas Jevan. Udah gimana tuh kelanjutannya sama Mas Jevan sekarang?" Alvy masih terus mengoceh,
"Kamu keluar deh, Dek, bawel banget. Kakak capek ini, mau istirahat." Arlyn mengusir Alvy dari kamarnya,
"Aku nggak bakal bawel kalau Kakak enggak kek gini, masih merasa bersalah sama Alry? masih nyalahin diri sendiri? Kak, coba lihat aku, aku udah hidup bahagia sama Kakak walau tanpa Alry, Kakak juga harus sama. Tolong berdamailah sama dirimu sendiri, Kak, tolong cintai dirimu sendiri. You deserve to be loved, please don't be insecure." Kata Alvy, ia berusaha menyadarkan sang Kakak bahwa ia layak mendapatkan semua cinta yang diberikan oleh orang-orang kepadanya. Arlyn terdiam setelah mendengarkan ucapan Alvy, tidak setelah ponselnya berbunyi dan nama Jevan muncul sebagai orang yang menelvonnya.
"Lyn, gue nggak tau masalah apa yang terjadi antara lo sama Jevan apa, tapi lo harus ke Rumah Sakit sekarang, Jevan kritis!" Teriakan dari seorang pria diseberang sana mengguncang seluruh dunia Arlyn, bukankah tadi Jevan baik-baik saja ketika ia tinggalkan? Apa yang terjadi setelah ia pergi?
KAMU SEDANG MEMBACA
A Partner to Start
RomanceHighest rank: rank 1 dalam ericnam rank 8 dalam desainer Everything starts again.. Kisah tentang mereka yang mempunyai masalalu yang sulit dijelaskan.