Source (Assistants Side)

50 6 2
                                    

Phase 1

Erga

 Erga menaiki tangga dengan langkah tak bersemangat, hari ke-7 setelah Mas Jevan harus dirawat insentif dirumah setelah perkara Rere disekolah yang membuat traumanya kambuh. Menurut psikiater yang menanganinya, kejiwaan dan mental Mas Jevan kembali bermasalah karena kejadian ini sangat menyentilnya, mengembalikan trauma yang sudah sempat dinyatakan sembuh beberapa waktu yang lalu. Ya, meskipun bos-nya itu terkadang mengesalkan, tapi tanpanya hari-hari Erga akan kosong. Hari ini ia mendatangi tempat tinggal bos-nya itu untuk mengambil beberapa barang yang dibutuhkan atas permintaan ibu-nya bos. Ketika ia tiba dilantai 3, dimana Mas Jevan selama ini tinggal, ia melihat seseorang sedang duduk meringkuk dianak tangga menuju lantai 4, studionya Mbak Arlyn, dan seorang lainnya yang sedang duduk disampingnya sembari memainkan ponselnya. 

  "Mbak, ngapain disitu?" tegurnya, ketika melihat seorang yang duduk disamping wanita itu, Erga bisa mengetahui bahwa perempuan yang sedang menundukkan kepalanya itu adalah Mbak Arlyn, wanita yang beberapa bulan terakhir ini dekat dengan Mas Jevan.

  Arlyn segera mengangkat kepalanya, ia tampak seperti kecewa karena yang muncul bukan orang yang dia harapkan, namun, ia tetap berdiri dan menghampiri Erga, disusul oleh asistennya yang bernama Dria itu. 

  "Kamu tahu nggak, Jevan ada dimana?" begitu tanyanya, Erga mengernyitkan dahinya bingung, memangnya Mas Jevan tidak menghubunginya? Oh iya, kan Mas Jevan lagi nggak sadar. Raganya memang sadar, tapi jiwanya belum balik!

  "Ah, Mas Jevan lagi dirawat intensif dirumah, kemaren sempat ngedrop karena ada masalah yang cukup serius. serius banget sebenarnya, karena 8 dari 15 sekolah terancam tutup." Erga memang agak ember orangnya. 

 Arlyn tampak terkejut, apa ia belum mengetahui tragedi yang terjadi pada AMS?

 "Kok bisa? kenapa?" tanyanya.

 "Masuk aja dulu, gimana, Mbak? nggak enak ceritanya diluar sini." ajaknya, ia memasukkan anak kunci kelubangnya dan memutarnya, segera mereka ber-3 memasuki rumah Jevan ketika pintu sudah terbuka.

  "rumah udah seminggu nggak ditempatin, jadi agak berdebu dan nggak ada apa-apa juga, maaf ya kalau nggak dijamu apa-apa." Erga meminta maaf atas ketidaknyamanan sang tamu.

 "Nggak apa-apa, tapi kamu boleh ceritain ada apa dengan Jevan?" tanya Mbak Arlyn to the point. 

  "Jadi gini, salah satu staff AMS tertuduh melakukan pelecehan seksual terhadap salah seorang siswa, setelah berita tersebut, sekolah yang menjadi TKP ini dan 2 sekolah yang berdekatan dengannya mengalami penurunan jumlah siswa yang sangat drastis, pada termakan berita yang belum tentu terjadi. Nah, si korban yang merasa dilecehkan ini meminta pertanggungjawaban dengan cara dinikahin, yang berstatus pelaku ini nggak mau, karena dia udah mau nikah, dan dia juga nggak merasa melakukan pelecehan, lagipula si siswanya masih 14 tahun. Karena nggak mau nikahin dia, orangtuanya si anak ini melapor ke polisi dan akhirnya tercium media, setelah tercium media, 5 sekolah lainnya ikut-ikutan mengalami penurunan jumlah siswa, bukan cuma siswa, tenaga pengajarnya juga ikut-ikutan kabur. parah emang, mana nggak ada bukti lagi. jadi si pelaku ini berat jadinya, sekarang aja udah dipenjara dia tuh." Jelas Erga panjang lebar, Mbak Arlyn tampak shock sebentar, namun kemudian dia tampak tenang.

 "bukannya kalau nggak ada bukti yang kuat, si tersangkanya akan selamat ya? kan nggak ada bukti, kok malah korbannya yang manfaatin kondisi itu?" tanya Arlyn, maafkan Arlyn yang tampak seperti membela tersangka pelecehan, tapi membayangkan sekolah yang Jevan rintis mengalami kemerosotan karena kasus ini saja sudah membuat Arlyn pusing.

  "Nggak akan ada orang yang bersimpatik sama pelaku, Mbak. apalagi zaman sekarang dimana perilaku victim blaming sangat dikritik. Orang-orang memuji dia karena berani speak up diusianya yang masih muda." 

A Partner to StartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang