Source II (still assistants Special)

41 5 0
                                    

Phase 1

Erga

 Erga melangkahkan kakinya kearah kamar Jevan setelah diizinkan oleh Ibu dari atasannya tersebut, kondisi Jevan sekarang sedang sensitif. Beberapa kata yang keluar dari lawan bicaranya bisa saja akan menyakitinya atau mengingatkannya kembali kepada kejadian yang membuatnya gagal meraih impiannya tersebut. Ketika Erga memasuki kamar itu yang terlihat dimatanya adalah seseorang yang berpakaian serba putih yang sedang duduk didekat jendela kamarnya, pria yang masih ditempeli jarum infus itu menatap halaman kosong sembari melipat kedua tangannya diatas lututnya. Erga menarik nafas sebelum berusaha mendekati Jevan. Ia berdiri agak jauh dari Jevan untuk menghindari tatapan defensif Jevan yang ditunjukkan kalau traumanya kambuh. Susah memang mempunyai Bos yang begini keadaannya, perusahaan jadi terbengkalai selama beberapa hari. 

 "Mas, tadi ketemu Mbak Arlyn, dia nyariin Mas." Katanya pelan, sebenarnya ia ingin mengoceh sendiri saja tanpa ada harapan bahwa Jevan akan meresponnya. Pria itu sudah seminggu ini tidak mau berbicara dengan siapapun, kata Psikiater yang menanganinya, semua ini bisa terjadi karena kasus yang dihadapi oleh AMS menstimulasi ingatan Jevan akan kejadian traumatis yang dialaminya 9 tahun yang lalu. Sudah lama memang, dan Jevan bahkan sudah dinyatakan sembuh beberapa waktu yang lalu, tapi rupanya kejadian ini malah membuat traumanya kembali. 

  Tak disangka, Jevan menolehkan kepalanya kearah Erga sebagai responnya, ia memberikan ekspresi tertarik dengan ucapan Erga. Hal itu membuat Erga senang bukan kepalang, setelah beberapa lama, akhirnya Jevan memberikan respon itu, respon yang tidak pernah ia tunjukkan selama seminggu ini. 

 "Arlyn?" tanyanya, Erga semakin bahagia lagi, kata pertama yang Jevan keluarkan setelah seminggu membisu dan membeku. Erga tidak tahu apa yang harus ia lakukan, entah harus segera memberitahu Rinta sebagai ibunya Jevan atau langsung melanjutkan cerita tentang Arlyn ke Jevan. Kalau ia tidak memberitahukan perkembangan ini kepada keluarga Jevan, mereka mungkin akan kecewa karena tidak melihat sendiri hal ini, tapi jika ia menggantungkan ceritanya dan memanggil keluarga Jevan terlebih dahulu, Jevan akan merasa dipermainkan dan akan kembali kepada dirinya yang membeku itu. 

   "Tadi Mbak Arlyn ke ruko buat nyariin Mas, katanya Mas udah seminggu nggak ngabarin Mbak Arlyn, jadinya dia khawatir." akhirnya Erga memutuskan untuk memilih opsi pertama, tidak mengabari keluarga Jevan tentang ini agar Jevan tidak merasa dipermainkan. 

   "Arlyn?" begitu lagi pertanyaannya, semangat hidupnya seolah kembali setelah mendengar nama itu, 

Wah, Bosnya memang udah bucin akut sampai nama Mbak Arlyn aja udah mujarab jadi obat penyembuh! Bathin Erga dalam hati.

  "Mas nggak mau kan Mbak Arlyn ampe kecarian gitu? sembuh dong Mas, biar bisa ajakin Mbak Arlyn jalan-jalan." Kata Erga memberikan kata-kata motivasi untuk Jevan. Jevan terdiam, seperti sedang memikirkan sesuatu.

Gitu kek Mas, jangan cuma bengong dengan pikiran kosong terus! mikir sesekali!

mungkin begitu kata Erga dalam hati. 

  "Tadi mau ngunjungin Mas-nya sih, tapi gue nggak ngizinin. Kan malu nunjukin muka lo yang kusut itu, Mas." Erga kali ini mencoba untuk memprovokasi Jevan, Jevan menatapnya galak.

Yes! Jevan akhirnya kembali berwarna lagi, ternyata obatnya cuma 1 nama Guyseu..

 "MamaMoo..." gumam Jevan kecil,

  "Hah? kenapa, Mas? MamaMoo? Oh, Mbak Hwasa... hah? kok mendadak jadi MamaMoo? gimana si, Mas? mau Mbak Arlyn atau Mbak MamaMoo si? iya tau sih, Mbak Hwasa sama Mbak Solar lebih menggoda dari Mbak Arlyn, tau juga Mbak Whee In lebih imut dari Mbak Arlyn, tau juga Mbak MoonByul lebih ganteng dari Hamba, yo tapi yang realistis ajalah, masa harus ngundang MamaMoo dulu baru Mas-nya sembuh? yekali kudu nyanyi Starry Night dulu baru Mas-nya sadar lagi." celoteh Erga tanpa henti, Jevan menatapnya dengan 1 alis terangkat.

A Partner to StartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang