Phase 1Arlyn-Arjevan
Tak ada yang Arlyn pikirkan selain keadaan Jevan, ketika ia bangun tidur dipagi hari itu. Arlyn benar-benar merasa bersalah akan kecelakaan yang dialami oleh Jevan karena membantunya membeli martabak pesanan sang Bunda. Malam itu entah kenapa perutnya tiba-tiba kram, dan mobilnya mogok. Jevan dengan baik hati menawarkan untuk mengantarnya pulang dan membelikan martabak pesanan Mamanya itu. Siapa sangka, si pria itu tertabrak motor ketika sedang menyebrang dan terlempar ke area perbaikan jalan. Lukanya tidak seberapa dibanding malunya! Dan siapa sangka juga pria seperti Jevan ternyata takut Rumah Sakit, untung Arneta berprofesi sebagai Dokter sehingga lukanya bisa ditangani dengan segera dan benar.
Arlyn masuk ke kamar perawatan Mamanya, tapi dimana Jevan? Pria itu pulang tanpa sepengetahuannya? Lalu bagaimana dengan lukanya? Dengan tergesa-gesa, Arlyn melangkahkan kakinya keluar dari kamar itu.
"Mih, Jevan udah pulang?" Tanyanya ketika melihat sang Mama.
"Nggak, lagi didapur bantuin Alfy masak." Jawab Arneta yang saat itu sedang menikmati secangkir teh sambil membaca koran.
"Kan tangannya lagi luka, masa' udah masak aja?" Kata Arlyn khawatir.
"Cuma bantuin icip-icip doang, yaelah! Protektif banget
,Kak." Alfy yang barusaja dari dapur menjawab pertanyaan Kakaknya."Lagian yang luka lengan kirinya bukan kanannya. Masih bisalah balikin tahu sama tempe." Lanjutnya.
Kesal dengan ucapan Alfy, Arlyn melangkahkan kakinya ke dapur untuk memeriksa keadaan Jevan.
"Jevan! Kenapa kamu balikin tahunya?" Dia kaget melihat aksi Jevan yang sedang berusaha membalikkan tahu dipenggorengan dengan capit. Segera ia menghampiri Jevan dan merebut capit itu, ia menggantikan Jevan untuk mengerjakan pekerjaan itu.
"Yaampun, kenapa sih? Aku tuh udah terbiasa ngerjain beginian, kenapa kamu marah coba?" Balas Jevan, entah sejak kapan panggilan saya-kamu berubah menjadi aku-kamu.
"Diem disana! Entar tangan kamu kenapa-napa, aku pula yang salah. Jangan gerak." Perintah Arlyn mutlak.
"Ini yang luka tangan kiri, bukan tangan kanan." Kata Jevan lagi. Tapi dia segera menutup mulut karena Arlyn yang menatapnya galak.
"Hari ini kamu ngajar?" Tanya Arlyn.
"Iya, seharian ini dimulai dari jam 10 pagi. Aku juga harus ngarahin tukang dirumah." Jawab Jevan.
"Kenapa jadwal kamu padat gitu sih di weekend gini? Nggak bisa apa kamu izin aja? Belum sembuh tuh tangan. Kamu jalan aja masih terseok-seok gitu." Kata Arlyn lagi.
"Ya karena biasanya cuma di Sabtu gini siswanya punya waktu. Yang sakit tangan aku, bukan mulut aku." Kata Jevan ketus. Dia masih kesal dengan tingkah Arlyn yang langsung merebut capit dari tangannya.
Emangnya dia selemah itu?
"Kamu hari ini kemana aja? Mumpung aku lagi banyak waktu nih buat bawa kamu kemana-mana." Kata Arlyn, jangan salah paham! Arlyn begitu karena merasa bersalah, bukan karena sesuatu yang lain.
"Nggak usah! Kamu dirumah aja, istirahat. Aku masih sanggup nyetir." Tolak Jevan.
"Ngomong sekali lagi, capit ini akan melayang ke wajah kamu ya. Tinggal ngasih tau kemana aja jadwal kamu hari ini susah banget." Arlyn mengomel.
"Lah kok diem? Ditanya juga." Protes Arlyn ketika Jevan tidak menjawab pertanyaannya.
"tadi disuruh diem." Jevan merajuk dan meninggalkan Arlyn sendiri didapur, berkutat dengan tahu dan tempenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Partner to Start
RomanceHighest rank: rank 1 dalam ericnam rank 8 dalam desainer Everything starts again.. Kisah tentang mereka yang mempunyai masalalu yang sulit dijelaskan.