INSPIRIT

49 4 0
                                    


Phase 1

Jevan

"Ada titipan dari Mbak Arlyn nih, Mas." Erga masuk keruangan Jevan sambil membawa kantong yang entah apa isinya. Jevan mengerutkan dahi pertanda ia bingung. Tumben,

 Hari ini sudah terhitung 3 hari dari sejak mereka terakhir bertemu, dan juga hari terakhir mereka berkomunikasi. Jevan terlalu sibuk untuk menghubungi duluan dan Arlyn juga tidak ada inisiatif untuk menghubunginya terlebih dahulu. Jevan dan timnya sedang sibuk membahas proyek pengembangan sekolah. banyak hal yang harus disiapkan sebelum promosi secara besar-besaran diadakan. sebenarnya promosi ini hampir mirip dengan konser mini, karena beberapa siswanya akan ikut meramaikan acara promosi dan bertugas sebagai penampil. 

 "Lo dapet darimana?" tanya Jevan sambil menerima kantong tersebut.

 "dianterin langsung sama Mbak-nya. cuma katanya dia nggak bisa nemuin lo langsung, makanya dititipin aja."  Jevan semakin bingung dengan jawaban Erga, maksudnya apa heh?

 Jevan membuka kantong kertas itu dan menemukan kotak bekal disana. Ia semakin mengerutkan dahinya, Arlyn ngirim makanan?

            "Jangan lupa makan siang,"

Jevan menemukan pesan tersebut tertempel disalah satu kotak bekal, perhatian kecil tersebut membuat Jevan tersenyum, ahh.. Arlyn bisa bersikap manis juga ya? 

                   "be my model?" 

 Namun pesan selanjutnya yang ia temukan dikotak bekal yang lainnya membuat senyum Jevan luntur, ada maunya toh. Salah Jevan juga sih, dia mengatakan bahwa dia mau dimanfaatkan untuk apa saja asal jangan berurusan dengan perasaan wanita itu terhadap Aksa. Memang Jevan tidak dimanfaatkan untuk perkara itu, tapi dimanfaatkan untuk perkara bisnis wanita itu, licik memang. 

   "hey, I'm sorry if I did something wrong last time."

  pesan selanjutnya membuat Jevan harus membuang nafas kesal, memangnya seberapa banyak sih makanan yang dikirim Arlyn ini? terlanjur kesal dengan pesan ke-dua, Jevan tak lagi memeriksa isi dari kotak makan tersebut. Tentu saja itu membuat Erga yang sedari tadi menontonnya, hanya bisa menggelengkan kepala gemas.

        "Arjevan, will you be my partner?"

Woelah! Ini Jevan lagi dilamar?

Jevan menaruh kembali kotak-kotak itu ke kantong kertasnya, terlalu malas untuk memeriksa isi dari kotak makan itu.

  "Nggak makan dulu, Mas? Udah mau jam 2 loh." Kata Erga mengingatkan, sudahkah Jevan bilang bahwa Erga itu alarm jam makannya?

  "Yaudah yuk, mau makan dimana?" Kata Jevan yang sudah bangkit dari singgasananya.

  "Ngapain sih, Mas? Itu ada makanan juga dari Mbak Arlyn. Mau dibiarin basi itu?" Kata Erga lagi.

  "Itu porsinya cuma cukup buat gue doang, elo makan apa kalo gitu?" Kata Jevan, alasan aja sebenarnya. Jevan sangat tidak ingin memakan makanan Arlyn tersebut karena masih kesal dengan tingkah wanita itu.

  "Gue udah makan, Mas." Kata Erga datar. Jauh dilubuk hatinya, dia sangat ingin menenggelamkan bosnya ini ke rawa-rawa. Tinggal makan aja susah.

  "lah, kok lo nggak ngajak-ngajak?" protes Jevan, Erga memutar bola matanya ketika melihat ekspresi wajah Jevan yang mirip bocah yang sedang merajuk. Jika ada orang yang mengetahui sisi ini, dijamin orang itu tidak akan tahan dengan sisi Jevan yang satu ini. dibalik sifat dingin tak tersentuh yang biasa ia tunjukkan ke orang-orang, Jevan punya sisi imut yang bahkan ia sendiri tidak mengetahuinya, hanya orang-orang yang sudah sangat dekat dengannya yang bisa melihatnya. 

A Partner to StartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang