Phase 1
Arlyn
"Sudah lama sekali ya, Lyn." Seorang wanita menyapa Arlyn, Arlyn yang duduk pun berdiri untuk menyalami wanita tersebut.
"Iya, Dok, apakabar?" tanya Arlyn,
"Saya baik, kamu?"
"Dokter tau sendiri, kalau saya kesini berarti saya nggak lagi baik-baik aja." Perempuan yang berprofesi sebagai seorang psikiater tersebut tersenyum menanggapi Arlyn.
"Jadi apa yang terjadi?" tanyanya, ia menyiapkan bolpoin serta sebuah buku catatan kecil untuk mencatat semua keluhan Arlyn.
"Ehm, jadi saya punya kekasih.." Arlyn memulai sesi konselingnya.
"Dia punya kondisi yang sangat berpengaruh ke hubungan kami. Dia punya trauma terhadap perempuan." Lanjutnya,
"Jadi sebenarnya kamu ingin mendiskusikan tentang keadaan pacarmu ini?" tebak sang psikiater,
"Bukan, saya ingin menceritakan tentang kondisi saya setelah mendapati dia memiliki trauma yang seperti itu. Tentu saja dia berusaha menyembuhkan dirinya sendiri dengan pergi ke psikiater, dan dia berhasil mengurangi rasa takut dan bencinya kepada perempuan. Tapi kemarin ada suatu kejadian yang membuatnya kembali mengingat luka yang ia terima dari perempuan dan ia kembali takut kepada kaum kita." lanjut Arlyn,
"Sebenarnya luka seperti apa yang ia dapatkan dari perempuan sehingga menjadi sangat takut seperti itu?" tanya psikiaternya lagi,
"Penculikan, pelecehan, dan penganiayaan. Ketika mendengar kejadian itu, saya sangat marah kepada penculik itu apalagi ketika pacar saya menjadi sangat takut kepada saya. Sepertinya keinginan untuk membunuh saya muncul kembali, karena saat ini saya sedang merencanakan pembunuhan kepada ke-3 wanita tersebut." Aku Arlyn, psikiaternya sama sekali tidak terkejut dengan pengakuan itu, dan alasan itulah yang membawa ia kesini, mencegahnya merealisasikan rencananya.
"Kapan rencanamu itu akan dijalankan?" tanya si psikiater lagi,
"Saya belum menentukan waktunya," kata Arlyn lagi, ia mendesah pertanda ia menyesal.
"Bagaimana caramu membunuh mereka, Arlyn?" korek Dira, sang psikiater.
"Menaruh racun dimakanan mereka," ucap Arlyn dengan mantap, Dira menarik nafasnya dalam-dalam, menangani pasien dengan kelainan kejiwaan psikopat memang diperlukan kesabaran yang kuat dan ketelitian yang mendetail, karena salah sedikit bisa dia yang jadi korbannya.
"Kamu mencintai pacarmu, Arlyn?" tanya Dira, Alryn mengangguk.
"Coba pikirkan kondisi pacarmu kalau sampai dia tahu kamu membunuh untuknya, apa menurutmu dia nggak akan semakin takut kepada perempuan? kamu akan semakin sulit untuk mendapatkan dia dan kepercayaannya kembali. Bagaimana kalau kita bermain game? kalau kamu berhasil menahan rasa amarahmu dan tak berniat membunuh mereka lagi, kamu boleh bertemu dengan pacarmu, tapi kalau kamu nggak berhasil, pacarmu menjadi milikku, bagaimana?"
"Anda mau merebut pacar saya, Dok?" respon Arlyn tidak terima.
"Oh, enggak, kita hanya akan bermain game ini sampai pacarmu nggak takut perempuan lagi. Kalau dalam 1 hari kamu bisa menahan niatmu, silahkan temui pacarmu, dengan syarat, berhati-hatilah, jangan sampai kamu melakukan sesuatu yang 'mentrigger' traumanya. Tapi kalau dalam 1 hari kamu masih berniat membunuh, kamu harus memberikanku foto pacarmu. Saya tau kamu sangat protektif terhadap kekasihmu itu, maka jangan lakukan kesalahan apapun." Arlyn menggeram, dia tidak setuju dengan permainan psikiaternya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Partner to Start
RomantizmHighest rank: rank 1 dalam ericnam rank 8 dalam desainer Everything starts again.. Kisah tentang mereka yang mempunyai masalalu yang sulit dijelaskan.