CARAT II

49 5 2
                                    


Phase 1

Arlyn.

Arlyn memutuskan untuk turun ke lantai 3 lebih dulu, dia melakukannya karena penasaran akan kerjaan Jevan. Terlebih dahulu ia membuka alas kakinya dan kemudian masuk kerumah Jevan, kebetulan pintunya memang dibiarkan terbuka.

  "Halo," sapanya kepada Erga sambil tersenyum.

"Eh, Mbak Arlyn, disini juga toh? Apa kabar, Mbak?" Kata Erga yang tampak sedikit kaget dengan kehadirannya.

"Baik, Er. Kamu sendiri gimana?" Tanya Arlyn lagi.

  "Baik juga, Mbak. Meski badan udah capek sebelum waktunya nih, si Mas Bos idenya keterlaluan. Keterlaluan nyiksanya." Adu Erga yang dibalas kekehan oleh Arlyn.

Tega bener sih Jev, ngorbanin anak orang gini. Beli kan bisa..

"Lesehan nih ceritanya." Kata Arlyn ketika menyadari area kosong rumah Jevan sudah dipasangi tikar dan karpet.

"Iya, Mbak. Si Mas Jevan sok-sokan ngajakin orang makan dirumahnya tapi lupa nggak punya meja makan gede." Adu Erga lagi. Erga ini, ternyata lemas juga ya.

Arlyn tampak bingung mau meletakkan tasnya dimana. Erga yang menyadari hal itu langsung berkata;

  "Taruh di kamar sebelah aja dulu, Mbak."

  Kamar diruko yang ditempati Jevan ini memang ada 2 buah. 1 sudah ditempati Jevan sebagai ruang tidurnya, 1 lagi ia manfaatkan sebagai ruang ganti. Diruang ganti inilah Arlyn meletakkan tasnya. Ruang ganti Jevan meskipun kecil, tapi sangat rapi. Arlyn tidak perlu kaget sih, bukankah ruangan Jevan di Sekolah musik juga sangat rapi? Arlyn dan Jevan benar-benar bagaikan kutub utara dan kutub selatan kalau bicara soal kerapian. Arlyn bahkan lupa kapan ia terakhir kali membersihkan kamarnya. Ketika ia keluar dari ruang ganti Jevan, orang-orang udah masuk kerumah Jevan.

  "Mohon maaf, gapapa kan ya kalau lesehan?" Kata Jevan kepada kru dan pegawai Arlyn tersebut.

  "Hehe, gapapa Mas." Rara yang berbicara mewakili mereka.

  "Yang mau cuci tangan, didapur ada wastafel ya guys." Info Jevan, dan tamu dirumah Jevan inipun bergantian mencuci tangan di dapur Jevan yang lumayan sempit tapi rapi itu.

Arlyn menyilangkan tangan sambil tersenyum, ia memandangi Jevan yang sedang sibuk menata peralatan makan. Ah, siapa sangka pria ini akan berbaik hati begini pada kru studionya?

  "Mas Jevan ganteng ya, Mbak." Arlyn menoleh ke arah Rara yang kini berdiri disampingnya.

  "Kenapa? Kamu suka?" Selidik Arlyn.

   "Heh, apaan Mbak? Orang Saya cuma muji doang." Rara menentang ucapan Arlyn.

  "Kalau kamu suka, saya bisa bantuin." Kata Arlyn lagi.

   "Orang Mas-nya sukanya sama Mbak. Masa' dijodohin ke saya? Ada-ada aja sih, Mbak." Ucapan Rara sukses membuat Arlyn terdiam. Jevan suka padanya? Mana mungkin?

  "Duh, kamu tuh suka sembarang ngomong, Ra. Dia menyukai saya tuh adalah sebuah ketidakmungkinan. Jangan ngaco deh." Protes Arlyn.

  "Dih, si Mbaknya dibilangin nggak percaya." Kata Rara, kali ini dia sudah masuk antrian untuk mengambil makanan. Efek makan dilesehan, sistem pembagian makanan dilakukan secara prasmanan, dimana setiap orang mengambil makanannya sendiri.

  "Maaf, kami agak telat." Suara yang masuk ke gendang telinga Arlyn membuatnya batal memasuki antrian.

Kenapa mereka mesti banget ikut?

A Partner to StartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang