ENGENE II

46 5 0
                                    



 Phase 1

Jevan


 "Jangan bikin gue makin pusing deh, Kak. Nggak ah, kerjaan gue udah banyak. Nggak lagi deh gue ngurusin bisnis baru lo." Jevin menolak permintaan Kakaknya yang ingin ia memegang studio musiknya, 

  "Kenapa nggak lo taruh dibawah AMS sih? capek banget misahin lagi, kan awal berdiri studio musik lo kan AMS." usul Jevin lagi.

  "Nggak ada yang bisa nanganin kalau dibawah naungan AMS. Kemarin udah gue omongin sama mereka juga." kata Jevan, 

   "Ada Rere yang lagi nganggur kan? kenapa nggak dikasih sama dia aja? kasihan tau, orang bukan salah dia tapi malah dia yang nggak ada siswanya sekarang."

   "Nggak diizinin sama Papa-Mama, au ah, bingung gue." Jevan menyerah dengan pencariannya, dia tidak mungkin menangani musik studionya lagi karena ia sudah sangat sibuk di AMS. 

  "Kenapa nggak diizinin?" tanya Jevin penasaran.

   "Ya Papa sama Mama masih kurang percaya sama dia karena kasus kemaren,"

   "Jangan kasih taulah kalau dia yang megang, nggak usah lapor-lapor kali." kata Jevin lagi,

    "Entar ketahuan bisa dipecat aing sama Mama,"

    "Pemilik saham AMS terbesar kan elo, bukan Mama, ngapain mesti takut dipecat sih? nggak bakal berani dah Mama mecat lo, siapa coba yang ngurusin AMS kalau lo dipecat? Ponakannya? dih, datang aja kagak, masa' langsung megang perusahaan?" 

Tuh kan, kalau masalah gosip tuh emang Jevin jagonya.

   "Emangnya belom baikan ya itu yang 2 keluarga? gue juga niatnya nawarin posisi itu sih ke salah satu sepupu kita kalau semisal lo nggak mau." ucapan Jevan yang ini membuat Jevin memelototkan mata kepadanya tanda tak setuju dengan ide gila Jevan.

   "Wah, jangan coba-coba kalau nggak mau Mama nyoret lo dari KK. Saran gue, lo jangan ngurusin apapun tentang kerabat Papa ataupun Mama, kalau lo nekat, lo dipecat jadi saudara gue, serius."

  Jevan ini nggak ngerti apa betapa seriusnya permasalahan diantara keluarga mereka? dan lagi, ini semua karena pria itu, masa' nggak paham?

  "Gue udah maafin mereka, kok."

  "Bukan elu masalahnya, kalau Papa sama Mama belum mau maafin, lo mau gimana? lagian mereka juga nggak ada niatan buat minta maaf walau lo udah waras dan sukses begini. Emang mereka itu nggak niatan aja buat maap-maapan." nasihat Jevin lagi, dia harus mengingatkan Jevan bahwa masalah yang terjadi dikeluarga mereka bukan masalah sepele. 

    "Meski kata orang kalau orang dewasa saling bertengkar, anak-anaknya nggak seharusnya ikut, justru mereka yang harusnya jadi tali penyambung biar nyatu lagi orang dewasanya. Tapi dalam kasus keluarga kita, kita dipaksa buat involve didalamnya karena pada dasarnya mereka nggak ngehargain elo sebagai seorang pribadi yang hidup kan? gue nggak dendam sih sama mereka, cuma gue udah nggak respek aja. Dan gue juga udah nggak mau berurusan lagi sama mereka, lebih baik ngehindar sih kalau kata gue." lanjutnya lagi. 

  Mengingatkan Jevan atas luka yang ia terima dari kedua sisi keluarga mereka memang bukan sesuatu yang baik, malah terkesan sangat 'jelek', tapi ada banyak kesalahan yang membuat suatu hubungan tak bisa kembali kebentuk awal, kasus Jevan ini contohnya. 

   Jevan terdiam mendengarnya,

   "Oh iya, Bang Rajev udah diBali sekarang. Kenapa lo nggak minta bantuan dia aja buat ngurusin musik studio lo?"

A Partner to StartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang