25

40 1 0
                                    

Karena tamunya bukan orang lain, dan kebetulan Yuvin dan Yeji juga adalah last customer untuk hari ini, Kikan memutuskan untuk mengajak mereka duduk-duduk di taman rumah Kikan yang walaupun gak begitu luas tapi cantik dan sejuk banget. Posisi taman ini di tengah-tengah, lebih tepatnya di belakang gedung yang Kikan jadikan mini office, dan di depan rumah Kikan. Yeji sedang sibuk mengejar-ngejar Sean sedangkan Yuvin dan Kikan duduk di bangku taman, memperhatikan mereka. Kikan lalu menoleh pada Yuvin.

"Diminum Vin tehnya."

Yuvin auto menoleh pada Kikan. "Oh iya. Lupa gue. Malah keasyikan ngeliat dua bocah lari-larian," kata Yuvin sambil mengangkat cangkir tehnya. Dan Kikan hanya bisa tersenyum mendengar itu. Ternyata masih Yuvin yang lama.

"Udah lama banget ya gak ketemu sama lo," kata Kikan lagi.

"Anak lo udah berapa umurnya sekarang?"

"14 bulan."

Yuvin mengangguk-angguk. "Nah, selama itu kita gak ketemu. 14 bulan, satu tahun dua bulan. Anak lo aja udah bisa lari-larian begitu."

Kikan tersenyum lagi. "Gak ada berubah-berubahnya lo dari dulu."

"Kalo gue berubah, lo harus buruan tobat."

Kikan bingung. "Kenapa?"

"Karena itu artinya kiamat sudah dekat."

"Anjir omongan lo."

Yuvin menunjukkan ekspresi pura-pura kaget. "Ibu-Ibu masih boleh ngomong 'anjir' emangnya?"

"Siapa yang ngelarang?"

"Gak ada sih," Yuvin lalu tertawa. Begitupun dengan Kikan. Setelah tawa mereka mereda, Yuvin menatap Kikan lagi. "Lo ganti nomor hp?"

Kikan terdiam sebentar sebelum menjawab. "Hp nya gue buang."

"Anjir segitunya?"

"Ya menurut lo?"

Tiba-tiba Yeji datang menghampiri mereka dengan nafas yang tersengal-sengal. Dia lalu menyerahkan Sean pada Kikan dan segera duduk di sebelah Yuvin setelahnya. "Ya ampun Mbak gesit banget Sean ini. Sebulan sama gue, bisa turun berat badan gue kali ya."

"Gitu doank capek. Gimana ntar lo pas punya anak beneran?" hardik Yuvin.

"Kan ada bapaknya..." suara Yeji agak merendah di akhir. Dia seperti baru sadar kalau dia sedikit salah ngomong. Yeji melirik Kikan dengan perasaan gak enak. "Sorry, Mbak.."

Kikan tersenyum. "Santai aja."

"Eh bentar deh," kata Yeji lagi, seperti teringat sesuatu. Dia kemudian agak membenarkan posisi duduknya. "Ngomong-ngomong soal bapak, berarti Sean, anak Donghan kan?"

Pause mode on untuk beberapa saat sampai akhirnya Yuvin menyentil dahi Yeji. "Lo tu kenapa sih?"

Kikan hanya bisa tertawa, tertawa kaku. "Iya bener, Sean anak Donghan."

"Eh, sorry Mbak," Yeji jadi kagok sendiri. "Sumpah gue gak maksud. Ini murni refleks doank. Maksud gue kalo Sean anak Donghan ya berarti dia ponakan gue donk? Pantesan wajah Sean ini kayak familiar gitu sama gue. Perasaan dulu gue waktu kecil pernah ketemu apa pernah punya temen gitu yang mirip banget sama Sean. Taunya mirip Donghan..." Yeji mengakhirinya dengan tawa kaku. "Sorry, Mbak."

Kikan menghela nafas. "Udah gapapa," Kikan kemudian memperbaiki posisi duduk Sean yang ada di pangkuannya. "Oke, balik ke tujuan awal kalian kesini. Mau order cookies?"

Yuvin mengangguk. "Emang lo ada jualan lain?"

"Ya gak ada sih.."

"Lo jadi serius gini Kikan. Santai aja kali, kayak dulu."

To Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang