19

50 1 0
                                    

Yohan menoleh pada Kikan, dia terpaku menatap wajah istrinya itu. Yohan lalu mengangkat tangan kirinya lalu mengusap wajah Kikan perlahan. Tiba-tiba dia merasa bersalah banget udah diemin Kikan seharian ini. Bukan diemin yang bener-bener diem memang tapi ya kan hari ini Kikan ulang tahun, mereka berdua sedang berulang tahun, pasti karena kelakukannya hari ini, Kikan jadi jelek mood-nya. Kebiasaan Yohan kalau lagi galau suka dipendam sendiri, terus uring-uringan sendiri.

"Loh udah balik lo?" tanya Kikan setengah sadar. Dia terbangun karena merasakan tangan Yohan yang menyentuh pipinya.

"Hm," Yohan menjawab dengan gumam-an. Tangannya masih mengelus-elus pipi Kikan.

"Ya udah tidur sana. Udah malam."

Yohan diam saja. Dia malah memasang ekspresi seperti menahan tangis. "Thanks," kata Yohan, pelan sekali.

Kikan yang masih dalam mode berbaring pun berusaha duduk dan bersandar di kepala tempat tidur. "Lo kenapa? Kok kedengerannya mellow banget."

Yohan menghela nafas. Dia lalu mengangkat tangannya yang sebelah kanan, menunjukkan apa yang dia pegang. Tentu saja Kikan terkejut melihat apa yang Yohan tunjukkan. Dia pun berusaha menggapainya. Tapi tidak bisa dia rebut karena Yohan menjauhkannya. Kikan kesal.

"Kok ada di lo sih?"

"Kenapa emangnya? Kan memang buat gue."

"Ya tapi gak sekarang juga bacanya. Gue mau ngasihnya besok," Kikan masih kesal.

"Kan gue ulang tahunnya hari ini, kenapa malah dikasih besok."

Kikan semakin geram. "Ih kesel banget gue sama lo Yohan!"

Yohan tertawa. Entah bagaimana ceritanya suasana yang mellow tadi berubah jadi 'peperangan' seperti ini.

"Lagian kenapa lo taro di atas nakas, ya keliatan lah sama gue. Udah telat kalo mau rebut-rebutan. Udah gue baca juga," Yohan lalu menatap Kikan lagi. "Bisa juga ya lo nulis yang ginian. Romantis juga lo ternyata."

Kikan masih kesal. "Udah ah gue mau tidur. Emang paling bener lo ngambek aja sama gue biar gak gangguin gue mulu kerjaannya."

Yohan menahan tangan Kikan. "Ngomongin orang ngambek, dia sendiri ngambek juga."

Kikan menatap Yohan sengit.

"Ya udah ya udah. Ayo baikan yuk. Kan kita ulang tahun hari ini," Yohan lalu mengusap-usap tangan Kikan. "Maafin gue ya. Maafin."

Kikan masih diam, lalu kemudian dia menepis pelan tangan Yohan. "Awas gue mau tidur."

"Lo gak mau kado apa gitu dari gue?" tanya Yohan kemudian.

"Gak usah," jawab Kikan, mau berbaring lagi.

"Padahal udah gue siapin."

Kikan auto berhenti, lalu menoleh pada Yohan. "Mana?"

"Nih," Yohan menunjuk dirinya sendiri.

Kikan mendengus kesal. "Udahlah minggir lo sana. Gue mau tidur."

Yohan tertawa lalu kemudian dia menahan Kikan lagi agar tidak berbaring. "Sorry, sorry. Gak bisa diajak bercanda banget sih lo."

"Ayo duduk dulu. Gue.. mau cerita," lanjut Yohan lagi. Dia terdengar serius.

"Kalo cerita lo gak seru, gue tinggal tidur ya."

"Ini tentang Donghan."

***

"Ya salah gue memang. Gue kalo kepikiran bukannya sharing tapi malah mendam sendiri, mikirinnya sendiri. Inget gak sih lo waktu awal kita nikah? Gue diemin lo juga, gara-gara mikirin mantan lo itu."

To Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang