Duapuluh Delapan

120 22 0
                                    

Jiwon memasuki rumah mertuanya dengan sedikit keterpaksaan. Nenek sang suami meminta nya datang, entah untuk apa Jiwon tak mau tau.

Diruang tengah hanya ada Nenek Ji, Chang Wook, dan Jiwon serta Nari yang tak sedikitpun Jiwon lepaskan dari pangkuan nya.

Suasana hening, tak ada suara yang terdengar. Ketiganya sama-sama melamunkan pikirannya.

"Mianhaeyo Jiwon-ssi" hanya itu yang dapat dikatakan Nenek Ji.

Hampir tiga kali Nenek Ji mengatakan hal yang sama, yaitu kata 'maaf' pada Jiwon. Namun tak sedikitpun Jiwon menanggapi permintaan maaf dari Nenek suaminya itu.

Merasa keadaan semakin tak terkendali, Chang Wook memutuskan untuk membawa Jiwon dan putrinya ke kamar dengan dalih sudah masuk jam tidur siang putrinya.

"Nanti kita bicara lagi, Nari sudah waktunya tidur siang."

Jiwon berjalan terlebih dulu dan disusul Chang Wook.

Setelah sampai dikamarnya dan berhasil menidurkan putrinya, Chang Wook mengunci pintu kamarnya. Ia memperhatikan sang istri yang tengah melamun sambil duduk ditepi ranjang. Entah apa yang dipikirkan Jiwon sekarang, Chang Wook pun tak mengetahui nya.

Akhirnya Chang Wook mendekati Jiwon dan berjongkok menghadap sang istri. Ia genggam kedua tangan wanita yang sangat dicintainya.

"Bisakah kau memaafkan Nenek ku? Hanya Nenek ku, aku mohon itu." Ucapnya dengan tatapan memohon.

Air mata lolos keluar dari manik mata Jiwon, ia mengalihkan pandangannya sebelum kembali menatap suaminya.

"Lalu Orangtua mu? Apakah ada sedikit saja rasa bersalah nya pada ku dan Nari?.." Jiwon menggantungkan ucapannya karena air mata yang seperti tak ingin berhenti dari matanya.

"Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Aku bahkan merelakan adik ku bekerja keras banting tulang untuk menggantikan ku mengurus rumah dan membiayai sekolah Hyun Soo. Aku bahkan rela berhenti bekerja dan hanya diam saja dirumah. Itu semua karena aku sangat mencintaimu. Kau satu-satunya orang yang dapat menguatkan ku disaat aku terpuruk, kau orang yang dapat aku andalkan jika aku membutuhkan bahumu, disamping para teman-teman ku, kau juga orang yang selalu kupercayai jika aku ingin berkeluh kesah. Sungguh aku sangat mencintaimu Oppa."

Mendengar penuturan istrinya, Chang Wook hanya terdiam dan ikut mengeluarkan air mata.

"Kebahagiaan ku saat ini hanya satu. Yaitu putriku, Nari. Dengan hanya melihat Nari tertawa lepas saja sudah membuat ku sangat sangat bahagia. Aku tidak pernah memaksa mu agar aku diterima dikeluarga ini, aku tidak pernah meminta itu bukan? Tapi Aku hanya selalu meminta kapan putriku diterima dikeluarga ini, kapan? Pertanyaan itu selalu aku tanyakan padamu selama dua tahun ini, tapi apa kau menjawab nya? Kau selalu mengalihkan perhatian seakan tak mau dengar apa mauku. Oppa, aku bahkan pernah berpikiran jahat. Jika saat nanti Nari dewasa dan menanyakan tentang Kakek Nenek nya, aku akan menjawab dia tidak pernah mempunyai Kakek dan Nenek. Bagaimana pun, putri kita juga butuh kasih sayang dan perhatian dari Kakek Nenek nya. Bukan hanya dari orangtua dan yang lainnya, peran Kakek dan Nenek itu juga penting. Aku kehilangan Kakek Nenek dari ibu ku sejak kecil, dan saat dewasa aku meninggalkan Kakek Nenek dari Ayah ku, bahkan aku tak sempat menghadiri pemakaman Nenek dari Ayah ku karena aku pergi bersama adik-adik ku dari mereka. Dan kau tau apa yang ku rasakan sekarang setelah kembali pada keluarga ku? Aku sangat senang, aku merasa kembali hidup dan memiliki keluarga besar. Aku benar-benar senang karena kembali dapat diperhatikan oleh Kakek ku, tapi disisi lain aku juga sedih. Sedih karena putriku tak diberi kesempatan untuk merasakan kebahagiaan yang aku rasakan saat ini."

Jiwon menyudahi ucapannya, air matanya sudah tak lagi keluar. Ia lepaskan genggaman nya dan beranjak mendekati putrinya yang masih meringkuk terlelap dalam tidurnya.

The Kim Sister'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang