27° |Nekad|

502 74 10
                                    

Aleta menghela napas kasar, sejak saat ditinggalkan bersama Liya di sebuah kamar dirinya tak bisa tenang, gelisah dan berbagai pemikiran bermunculan di otak kecilnya.

Sikap Aleta membuat Liya menarik alisnya tinggi, sejak tadi ia memperhatikan dokter Aleta dan gadis tidak bisa duduk dengan tenang.

"Let, apa ada yang menggunakan pikiran kamu. Dari tadi aku perhatikan, kamu kayak ngak tenang gitu. Apa ada masalah?" Liya memperhatikan wajah Aleta yang kalut dengan seksama.

Aleta menatap Liya ragu. "Aku jadi bingung, apa aku harus kasih tau alamat ini sama mereka atau ngak?" guming Aleta dengan suara menelan, keraguan itu datang saat Aleta mulai menghitung beberapa orang bertubuh kekar yang ia jumpai dari halaman rumah hingga penjagaan di ruang tengah. Semua menggunakan seragam hitam layaknya seorang penjaga sungguhan, namun aleta lebih menyimpulkan jika mereka ada para tukang pukul dari penilaian seram wajah dan tinggi tubuh meraka.

Liya mengernyit, penjelas Aleta tidak yang singkat di sertai suara pelan gadis itu membuat liya cemas. "Maksud kamu? Semuanya akan baik-baik aja, kan?"

Aleta memasang wajah datar, deretan giginya saling menekan kuat. "Entah lah, penjagaan di sini sangat ketat, aku ragu suami kamu sama dokter Doni bisa membawa kamu keluar dari sini." ucap Aleta tak yakin.

"Ya udah, ngak usah kasih tau mereka. Aku ngak mau mereka kenapa-napa." sahut Liya panik.

Gadis di depan Liya itu hanya mengangguk tak bersuara dengan ekspresi datarnya. "Aku harus tetap kabarin Doni, bagaimana pun gue udah terlanjur janji sama Doni. Lagi pula aku udah ikut campur sejauh ini." gumam Aleta membatin. Gadis itu meraih ponselnya dan memasukannya ke saku lalu mengarahkan tatapan santai pada Liya. "Ya udah, Liya. Kamu istirahat. Aku keluar sebentar, aku haus." kata Aleta diselangi senyum kecil di bibirnya. Aleta menatap putri kecil Liya yang terlelap di samping Liya. "Dek, Tante keluar sebentar ya. Kalian aman-aman di sini." ucap Aleta bersama senyum rekahnya. Jujur gadis itu bukan hanya baik, dia juga dangat manis saat tersenyum seperti ini.

Liya mengangguk. "Ia tan, Tante jangan lama-lama." balas Liya diiringi tawa kecilnya membuat Aleta ikut terkekeh geli.

Gadis itu berlalu dari kamar, masih di anak tangga Aleta mulai mengontak seseorang, hingga gadis itu di lantai dasar panggilan itu belum tersambungkan.

"Ayo lah, Doni. Angkat!" gerutu Aleta pelan. Gadis itu menatap sekeliling, memastikan juga suasananya aman.

Lenguhan keluar dari bibir Aleta karena panggilannya tak kunjung angkat oleh Doni.

"Ini si Doni kemana sih?" gerutu Aleta kesal, gadis itu juga gugup karena takut dicurigai. Aleta kembali menatap sekelilingnya.

Aleta mencoba menghubungi nomor Doni satu kali lagi, sayangnya panggilannya masih juga tak terjawab.

"Ya udah lah, gue kirim WA aja kali ya. Semoga Doni langsung nelpon gue pas baca WA gue." lenguh Aleta putus asa.

Dring... Dringg...

Layar ponsel Aleta muncul notip panggilan dari Doni.

Aleta mendengus, menjawaban panggilan itu dengan nada sedikit mengomel. "Hallo, Don. Kemana aja sih?"

Doni yang baru memberi gerakan santai di tempat tidur, mengernyitkan dahi. "Main ngamuk aja." lenguhnya, laki-laki itu berdecak pelan. "Ck. Sorry, itu tadi gue di kamar mandi pas lo nelpon." jawabnya, "jadi, gimana? Udah tau alamatnya, kan?" Seru Doni pada orang di seberang ponsel, nada tak sabaran Doni membuat Aleta hanya bisa menghela napas, menurunkan emosinya untuk hal yang jauh lebih penting.

"Ya gue udah sampai di rumah Alva, cuma ---" Aleta menggantungkan kalimatnya dalam beberapa detik, lalu kembali bersuara dengan intonasi mengimbau. "Sebaiknya kalian kesini dengan polisi aja, Don! Penjagaan di rumah ini ketat banget, sepertinya Alva mempersiapkan ini buat segala kemungkinan."

Cinta AlifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang