Aktivitas Liya kini semakin sedikit, Alif tidak memperkenankan dirinya untuk turut membantu Sesil. Larang itu bukan tanpa alasan, menurut dokter kandungan Liya sangat lemah, di tambah lagi kondisi tubuh Liya yang sering tidak menentu membuat Alif harus over protective pada sang istri."Alif," gumam Liya saat sebuah tangan lolos di antara tubuh dan lengannya. Tangan kekar itu membulat hingga ke perut Liya yang sekarang sudah membuncit. Perempuan itu tersenyum menatap bayangan seseorang yang memeluk tubuhnya lewar cermin rias di depannya.
Laki-laki yang namanya di sebut justru tertawa kecil dan memangku dagunya di pundak sang istri. "Makin wangi aja," ucap Alif sembari menghirup aroma mawar dari tubuh Liya, perempuan itu baru saja selsai mandi bahkan rambutnya masih sedikit basah dalam gulungan handuk di kepala.
Liya mengendus bahunya, tidak ada yang beda. Wangi mawar itu masih khas seperti biasa. "Biasa aja," ucap Liya melirik sang sumi heran. Dirinya masih menggunakan produk mandi yang sama, mana mungkin lebih wangi dari biasanya.
Alif terkekeh, lalu mengencup pipi Liya dari samping. "Kamu serius amat, aku sedang menggoda loh." Gurau Alif.
Liya mengangguk polos, gadis itu mengenyah senyum lalu membalikkan badannya. "Aku kurang peka ya?" Tanyanya dengan kekehan kecil.
Alif mencebik manja bibirnya, sembari menganggukkan kepalanya seperti soarang bocah yang kecewa. "Padahal aku berharap kamu balas menggoda." Gumingnya dengan suara lemas, namun itu terlalu jelas sampai ke telinga liya.
Perempuan di depan Alif itu hanya bisa menggeleng kepala, geli melihat tingkah sang suami yang sok imut menurutnya. Ya, meski sebenarnya Liya mengakui. Wajah tampan sang suami semakin terlihat menggemaskan di buat seperti itu.
Cup.
Mata hitam Alif seketika membelalak saat mendapatkan ciuman sekilas dari sang istri. "Aku tidak pandai menggoda Lif," ucap Liya, setalah itu Alif bisa melihat wajah sang istri bersemu-semu mendangi sang suami.
"Sekarang lebih dari menggoda," gumam Alif mengguyon, laki-laki itu mencapit hidung Liya gemas.
Liya terkekeh geli, karena wajah Alif yang girang tiba-tiba senyap saat mendengar suara handphone yang berdering.
"Siapa sih, gangguin aja." Gerutu Alif.
"Udah, angkat," suruh Liya dengan tawa gelinya karena melihat wajah kesal sang suami yang semakin kesal harus beranjak darinya. "Siapa?" Tanya Liya saat sang suami sudah meraih ponselnya.
"Doni," jawab Alif malas.
Laki-laki itu mengangkat panggilan masuk dari Doni. "Assalamualaikum, ada apa?" Sapa Alif, laki-laki kembali mendekati sang istri lalu mendekap tubuh Liya dengan satu tangannya.
Alif seakan tak rela jika sang istri berlalu dari kamar, tangan kekarnya mengukuh Liya di dekat dada bidangnya.
"Suara lo kayak ngak ikhlas aja angkat telpon aku." Ucap Doni yang terdengar heran dengan sapaan sahabatnya itu.
Alif mencebik. "Itu karena kamu menelpon di waktu yang salah." Sahut Alif malas.
Liya terkekeh memandangi sang suami, dengan usilnya Liya memainkan wajah sang suami hingga dua ujung bibir Alif tertarik membentuk sebuah senyuman.
"Salah?" Doni terdengar bingung dengan jawaban Alif.
Alif mencelos malas, sekalipun di jelaskan lagi. Doni mungkin masih tak paham. "Kenapa telpon?" Tanya Alif lagi, mengalihkan ke kepoaan Doni.
"Aku mau kabarin berita," sahut Doni, laki-laki itu berdeham pelan dan sejenak menggantungkan ucapannya. "Aku ngak tau ini berita baik atau buruk buat kamu tapi aku pikir kamu perlu tahu." Ucap Doni lagi, laki-laki itu seakan memberi jarak di ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Alif
Romantizm"Cerita ini telah diikutsertakan dalam kompetisi ODWC menyambut Anniversary AMB Publisher tahun kedua" Natasya Apriliya, gadis itu tak pernah menyangka jika perjalan rumah tangganya dengan Deni Afriansyah, orang yang ia cinta harus begitu pahit. San...