Kita kadang tak sadar, jika pemikiran bisa mempengaruhi kesehatan. Gejala psikologi juga berdampak besar untuk kesehatan.
Alif bukan ahli dalam bidang psikologi, namun sebagai seorang dokter Alif pernah belajar sekilas tentang psikologi. Ia sangat mengerti bagaimana kondisi Liya saat ini, gadis itu seakan tak bisa mengikhlaskan masa lalunya dan gadis itu butuh tempat untuk bisa meluapkan emosinya yang terpendam.
Laki-laki yang duduk di meja makan itu terkesiap saat seseorang menarik kuris di sampingnya dan duduk bersamanya.
"Melamun kok dimeja makan? Kenapa?" Tegur Aisyah, mama Alif. Perempuan yang berumuran empat puluh tahun itu menatap Alif penuh perhatian.
Alif balas menatap heran pada sang mama yang sudah terlihat begitu rapi. "Mama mau kemana?" Balas Alif bertanya.
"Mau kerumah Syafa," Jawab Aisyah sekenanya, Aisyah menilik pada putranya heran. "Kamu ditanya malah nanya balik. Kamu lagi ada masalah?" Perhatian seperti itu selalu tercurahkan untuk Alif, sang mama begitu peka dan perhatian ketika Alif terlihat berbeda dari biasanya.
Laki-laki itu menggeleng pelan. "Tidak ma," jawab Alif sekenanya.
"Atau sedang melamunkan Liya?" Terka Aisyah dengan senyum kecilnya, Alif hanya tersenyum kecil menanggapi terkaan sang mama. "Mama udah nyangka, anak Mama lagi kasmaran ya!" Goda Aisyah.
Alif menatap sang mama dengan senyum rekahnya, "mama mau Alif anterin ngak?" Tawar Alif.
"Mau anterin mama atau mau ketemu Liya?" Gumam Aisyah, tatapan kecilnya masih seoalah menggodanya putra semata wayangnya itu membuat Alif tak bisa menahan tawa gelinya.
"Dua duanya lah ma, sekalian mau jenguk Liya." Jawab Alif cengengesan.
"Dia sakit?" Aisyah menatap lurus pada Alif.
"Cuma demam kok ma," Alif menjawab sekenanya, laki-laki itu menggigit ujung rotinya lalu kembali menatap sang mama. "Ngak usah hawatir, dia baik-baik aja kok." Lanjut Alif pada sang mama yang terlihat gelisah.
Aisyah menghela napas lega, ia sangat panik mendengar Liya sakit. Keluarga Alif sudah tahu jika gadis yang akan Alif nikahi sering sakit-sakitan, namun itu bukan problem. Yang jadi masalahnya karena pesta pernikahan mereka satu minggu lagi. "Syukur lah. Ya udah, habiskan sarapan kamu. Mama mau ambilin tas di kamar."
"Ia," Jawab Alif sekenanya, sang mama berlalu meninggalkannya.
Alif menyantap roti yang masih tersisa di tangannya, lalu meminum susu yang sudah di tuangkan bibi ketika Alif baru sarapan. Namun karena asik melamun, Alif jadi lupa tujuan ia di meja makan.
Setelah menghabiskan sarapannya, Alif menyiapkan mobilnya. Mendenga Alif sudah menyalakan mesin mobil, Aisyah bergegas mengahampiri Alif yang ada di depan rumah.
"Udah ma?" Tanya Alif saat melihat sang mama keluar dari rumah, dan mendekatinya.
"Kita ke tokoh roti dulu ya." Ujar Aisyah.
"Ma, kemarin Alif juga buatin kue buat Liya. Mungkin ganti buah saja kali ya," usul Alif.
Aisyah mengangguk pelan. "Ia juga sih, ya udah. Kita ke supermarket aja." Lanjut Aisyah.
"Ok, mama." Timpal Alif dengan semangat, laki-laki itu membukakan pintu di samping kemudi. "Ayo ma naik," pintanya.
"Makasih," Ujar Aisyah tersenyum simpul, perempuan itu masuk ke dalam mobil. Alif menutup pintu, dan mengitari mobilnya untuk menuju pintu kemudi.
Alif melajukan mobilnya meninggalkan rumah setalah satpam membukakan gerbang, dengan santainya mobil Alif melaju menuju supermarket di dekat rumahnya dan kebetulan satu arah kerumah Liya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Alif
Romance"Cerita ini telah diikutsertakan dalam kompetisi ODWC menyambut Anniversary AMB Publisher tahun kedua" Natasya Apriliya, gadis itu tak pernah menyangka jika perjalan rumah tangganya dengan Deni Afriansyah, orang yang ia cinta harus begitu pahit. San...