5° |Senyum Pencuri|

1.2K 125 1
                                    

Mengikhlaskan masa lalu memang sulit, Alif mencoba untuk mengerti dunia Liya. Sekalipun gadis itu berpikir usaha Alif akan sia-sia, menghapus masa lalu tidak mungkin bisa. Sebesar apapun usaha seseorang, bagi Liya tidak ada yang bisa menghapus masa lalu.

Liya terdiam, menatap para pengunjung cafe dan mereka juga termasuk dalam kategori pengunjung. Alif mengajak Liya untuk makan malam, anehnya Liya tak menolak seperti biasa. Gadis itu mengiakan keinginan Alif tanpa harus di bujuk.

"Lif, mereka liatin kamu tuh!" Ucap Liya menyugut wajahnya.

Alif menoleh, mengikuti arah tatapan Liya lalu kembali menatap gadis yang masih menatap beberapa wanita di belakang Alif.

"Udah! Buat apa sih di liatin, mending liat aku." Tegur Alif membuat Liya mendelik malas.

"Males." Gunungnya memelan namun masih bisa di dengar jelas oleh Alif, membuat laki-laki di hadapannya itu terkekeh geli. "Tapi serius loh Lif, mereka liatin kamu terus. Mungkin mereka kenal sama kamu." Lanjut Liya menerka, gadis itu menatap Alif sekilas lalu kembali memperhatikan wanita yang sejak tadi menatap kearah meja mereka.

Alif kembali menoleh, salah satu wanita menggerakkan tangannya dan memberi lambaian kecil pada Alif sambil di selingi senyuman.

"Tuh! Mereka kenal deh kayaknya." Ujar Liya yang ikut menatap dua wanita di depannya.

Alif mengalihkan pandangannya, menatap lurus pada Liya. "Li," gumam Alif membuat Liya mengalihkan pandangannya pada Alif yang menatapnya serius.

"Em, kenapa?" Tanya Liya dengan tatapan yang juga serius.

"Seperti mereka terkena virus." Lanjut Alif.

Liya menatap Alif tengang. "Virus? Serius? Virus apa?" Tatapan gadis itu tepat di manik mata Alif, keseriusannya terlihat jelas.

"Virus ketampanan seorang dokter." Jawab Alif sambil melemparkan senyum mennggoda kearah Liya.

"Alif!!" Dengus Liya kesal, gadis itu menatap sinis pada Alif. Dia tegang setengah mata saat Alif mengatakan jika dua wanita di depannya itu terkena virus, viruskan mudah menyebar. Nyatanya itu guyonan murahan seorang Alif. "Aku kira kamu serius, kamu tahu aku udah takut beneran." Omelnya.

Alif tertawa geli, wajah Liya dari panik berubah kesel. Itu menggemaskan, "maaf," Gumam laki-laki itu cengengesan.

Liya mengangguk kecil, candaan Alif harusnya tidak membuatnya begitu kesal. Tapi itu kelewatan, masa ketampanan jadi virus. "Dokter alay," gimana Liya membatin.

Gadis itu kembali menatap meja di depannya, atau tepatnya di belakang Alif. Dua perempuan itu masih dengan senyum sendiri menatap punggung Alif. "Kamu ngak kenal beneran sama mereka? Mantan kamu mungkin!" Ujar Liya menatap Alif dengan tatapan yang mulai santai.

Alif yang semula menikmati makanannya, menatap Liya untuk beberapa saat membuat tatapan Liya semakin lurus padanya. "Mantan? Gue emang pernah punya mantan sih." Jawab Alif, laki-laki itu sedikit memajukan wajahnya. "Tapi bukan mereka." Lanjutnya dengan tawa kecil, laki-laki itu kembali menjauhkan wajahnya. "Udah ah, lanjutin makan!" Titahnya pada Liya.

"Ia," Jawab malas. Sesekali gadis itu kembali menatap ke depan, hingga akhirnya dia bosan sendiri dan menikmati makanannya dengan khusuk.

"Liya, besok aku mau lihat gedung yang mau kita pakai buat acara resepsi. Kamu mau ikut?" Ucap Alif, menatap gadis yang sedang menikmati makanannya.

"Buat apaan? Kan udah ada yang mantau." Jawab Liya sekenanya.

"Mau liat aja, udah berapa persen kesiapannya. Kan tinggal satu minggu lagi, pas tujuh hari lagi." Tekan Alif, matanya menatap lurus pada Liya yang manggut-manggut kecil. Alif tertawa geli melihat tingkah calon istrinya itu.

Cinta AlifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang