2° |Lontong sayur|

2.1K 160 2
                                    


Tubuh mungil yang kini masih terbaring di atas tempat tidur itu menggeliat malas, lenguhan kecil keluar dari bibir manisnya. Liya sangat menikmati tidurnya hingga setalah subuh ia kembali ingin tidur, dan akibatnya gadis itu masih ingin memeluk guling meski mentari sudah begitu tinggi.

"Em," Liya kembali menggeliat sambil mengucek matanya pelan. Setalah pandangannya jelas, Liya mengedarkan tatapannya. "Aku dikamar? Semalakan kan aku kan di gazebo." Gumam Liya dengan raut bingung.

Liya masih sangat-sangat ingat ketika ia di tinggalkan Alif sendirian. Laki-laki itu harus menyapa beberapa teman yang memang datang dari jauh, jadi mau tak mau ia meninggalkan Liya sendiri di halaman belakang.

Kepala Liya tiba-tiba gatal kerena penasaran, "ngak mungkin lah aku jalan sambil tidur." Gumamnya yang masih amat penasaran.

Tok.

Tok.

Di selang ketukan, pintu kamar Liya terdorong masuk. "Pagi non." Sapa bi Tina.

Liya tersenyum, melihat sang bibi meletakkan sarapannya di nakas. "Sarapannya non," ucap Tinah. Perempuan pari baya itu mendekati gorden kamar Liya yang masih tertutup rapat. "Bibi bukain ya non."

Gadis yang masih di atas tempat tidur itu mengangguk kecil. "Makasih bi," Sahut Liya lembut.

Pencahayaan memasuki kamar Liya yang awalnya redup, angin pagi pun mulai masuk saat jendela dan pintu balkon ikut bi Tinah buka.

"Di bawah aden Alif non, dia sejak pagi sudah disini. Katanya mau ajak non jalan-jalan." Ujar bi Tinah, menatap gadis manis itu dengan senyum pelannya.

Liya berdecak pelan dalam batin. "Ck. Ngapain sih dia kesini?" Dumel Liya di dalam hati. "Bilang aja bi, aku ngak bisa." Ucap Liya melengos malas.

"Tapi pesan ibu, saya harus bujuk non sampai mau." Ucap Tinah yang menatap takut pada Liya.

Liya menggaruk kepalanya, bingung harus alasan apa agar ia tak perlu menemui Alif. "Saya malas banget bi, biar nanti aku yang ngomong sama mama deh." Lanjutnya mengeluh.

Bi Tina mengangguk pelan. "Baik lah non, kalau begitu bibi turun dulu."

Liya mengangguk, gadis itu beranjak dari tempat tidurnya saat bi Tinah berlalu dari kamarnya.

Tok.

Tok.

Liya yang baru hendak masuk ke kamar mandi, menoleh dengan tatapan santai. "Masuk aja bi," titah Liya sekenanya.

"Ini aku," balas suara serak laki-laki dari luar kamar.

Satu alis Liya tertarik naik. "Siapa?"

"Pengeran," jawaban itu di sertai tawa kecil yang Liya dengar samar-samar.

"Pengeran?" Gumam Liya heran, gadis itu kembali mendekati pintu kamarnya dan membuka pintu kamarnya perlahan. Kepala gadis itu nongol di pintu yang baru terbuka sedikit. "Alif, ngapain kamu masih disini? Aku ngak mau keluar." Ucap Liya to the point.

"Kalau gitu kita bisa ngobrol di ruang tamu aja." Jawab Alif, laki-laki itu sama sekali tak bisa melihat raut malas Liya.

Liya mencebik. "Ya udah, nanti aku turun." Sahutnya.

"Jangan lama-lama," balas Ali menghimbau, membuat Liya menatap sinis.

"Perlu gue turun sekarang? Ngak usah mandi gitu." Sinisnya.

Laki-laki itu berekspresi terkejut, yang menurut Liya itu berlebihan. "Oh kamu belum mandi, aku pikir kamu udah make up, habisnya cantik." Senyum teruntai di bibir Alif setalah menyudahi kalimatnya.

Cinta AlifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang